louis (18)

798 157 3
                                    

☮L-18

"Apa kau marah?" Aku mengucapkannya dengan nada agak meninggi—karena aku mulai emosi sekaligus khawatir kenapa dia tidak mengatakan sesuatu—yang membuat wanita yang berjalan memunggungiku berbalik badan tiba-tiba.

Dia berhenti begitu saja, dan aku kaget. Hampir saja aku menabraknya. Sekarang kami berhadapan.

"Bisakah kau diam?!" tanyanya dengan sarkastik atau bahkan itu terdengar seperti perintah untukku.

"M-maksud—"

"Kau menggangguku. Jadi tolong diam dan jangan jadi penguntit." Dia menyuruhku diam. Jadi, aku melakukannya.

Selama sepersekian detik, kami berdiri berhadapan di trotoar jalan raya. Beberapa orang yang lewat memandangi kami dengan tatapan aneh mereka. Aku tak peduli-lah bagaimana anggapan mereka, yang terpenting adalah bagaimana aku bisa tahu nama wanita ini—yang mungkin tak akan pernah bisa kujumpai lagi di kafe. Paling tidak, aku tahu namanya. Itu saja.

Dia menatapku tajam (aku berpikiran mungkin di dalam benaknya dipenuhi berbagai pemikiran bahwa aku adalah penguntit wanita.) Padahal sepenuhnya bukan. Aku hanya ingin tahu namanya saja.

Lalu, wanita itu menyebutkan namanya. "Natasha."

A Glass of LatteWhere stories live. Discover now