Bab 5 Terjebak di Tiga Hati

10.2K 1K 103
                                    

Duduk di ruang tamu ini sambil menjelaskan tujuan kedatangannya, rasanya, Prabu seperti bertemu Malaikat Pencabut Nyawa. Memang sekilas, pria berumur di depannya terlihat ramah, tapi ada bagian dari wajah itu yang terlihat menyeramkan. “Siapa nama lengkapmu?” setelah menyilangkan kaki dengan santai, ia menanyai Prabu.

“Prabu El Biruni.”

“Pekerjaan?” lanjutnya, masih memasang wajah polisi. Sok sangar dan tegas, atau memang tegas? Entahlah.

“Mahasiswa dan Pemilik Rooblue.” Jawab Prabu dengan singkat, jujur ia tidak bisa berbasa-basi sementara lawan bicaranya memasang ekspresi keras dan angkuh.

“Rooblue? Perusahaan pembuat game? Siapa ayahmu?” Alis ayah Mufaisha terangkat sedikit, tidak menyangka bahwa yang duduk di hadapannya adalah seorang owner dari perusahaan game level multi nasional. Banyak game yang mereka produksi dan membooming di Indonesia hingga Asia Tenggara. Bahkan putra kembarnya sering memainkan game yang diproduksi Rooblue.

“Ayah saya sudah meninggal lalu saya diadopsi oleh keluarga dari ayah saya.”

Athaya mengangguk. “Siapa nama ayah angkatmu?”

“Mufti Maulana Ahmad.”

Athaya menyejajarkan pahanya, menatap Prabu penuh minat. “Apa dia kepala deputi bidang kontra intelijen di Badan Intelijen Nasional?”

Prabu mengangguk meyakinkan, sedikit heran karena pria asing ini tahu dengan pekerjaan ayah angkatnya.

“Masya Allah!” Athaya sudah bergerak dan memeluk Prabu dengan erat, tentu saja membuat pemuda itu heran. Semenit tadi, ayah Mufaisha menatapnya dengan kaku dan sekarang memperlakukannya dengan hangat. Dia masih hidup di bumi dan belum tenggelam di mata Athaya, kan?

***

Sejak selesai bimbel, Mufaisha segera menuju ruang tamu dan melihat papanya yang sekarang asyik ngobrol dengan Prabu. Benar-benar akrab. Dia tidak tahu dan tidak akan pernah menyangka kalau tadi Athaya memperlakukan Prabu sebagai satu-satunya penjahat di muka bumi. Ia duduk di samping Athaya setelah mencium tangan Prabu.

“Maaf ya Pak menunggu lama. Bi… kenalin ini guru Icha, Prabu El Biruni, yang bakal bantuin Icha ngerjain proyek buat pameran kota 2 bulan lagi.” Mufaisha mengambil alih obrolan dan dibalas anggukan lembut dan bersahabat.

“Kamu inget Om Mufti yang sering Abi ceritakan?”

Mufaisha mengangguk sebentar kemudian menatap papanya dengan pandangan tanda tanya. “Iya, Om Mufti mau kesini?”

“Malah anaknya yang ke sini, Cha.” Athaya menatap Prabu sambil tersenyum tipis, “ya, kamu benar.” Lanjut Athaya saat Mufaisha berkedip untuk memastikan bahwa yang dimaksud papanya sebagai anak Om Mufti adalah Prabu.

Ini terasa rasional! Pantas, papanya rela meluangkan waktu dan mengajak Prabu bicara dan tak ada kesan intimidasi.

“Bukankah kalian harus melihat alat peraga di lab?” Athaya mengingatkan, dia memandang Prabu lalu berhenti di putri sulungnya. Mufaisha bergidik, bulu kuduknya sudah meremang melihat gelagat bersahabat papanya yang tidak seperti biasa. Alih-alih bergegas ke lab, Mufaisha malah mematung di sofa kemudian mengedipkan mata dengan sulit.

***

“Bang Jumaaaa!” Miraj berlari dan begitu sampai di sisi Juma, ia langsung memeluk Juma yang sedang menyiram bunga. “Wah, Bang Juma bau asem!” anak kelas 3 SMP itu menjauh sambil menutup hidung lalu tertawa saat Juma mengarahkan selang air padanya. “Aish, Abaaaang!”

“Kamu tuh perlu Abang mandiin biar wangi!” Juma terus menyemprotkan air mengenai Miraj, membuat kaos anak itu basah. Miraj melepas pelukan dan mundur beberapa langkah.

Mufaisha NurpatiWhere stories live. Discover now