Chapter 9

7.5K 491 28
                                    

Zee’s POV

Kucoba untuk membuka mata, kemudian merasakan sesuatu yang empuk dibawah tubuhku.

Perih.

Kurasakan perih disekitar bagian perutku. Setelah benar-benar dapat membuka mataku, kudapatkan Zayn yang sedang sibuk dengan perban ditangannya dan mencoba melilitkan benda itu diperutku.

“Eh, Zee? Aku membangunkanmu ya? Tadinya aku memang berniat menggantikanmu perbanmu saat kau masih terlelap. Tapi sekarang kau malah bangun gara-gara aku.” Ucap Zayn yang dibalas dengan senyuman kecil dariku.

“Tak apa Zayn, apa sudah selesai? Aku bisa menggantinya sendiri jika aku merepotkanmu.” Ujarku kepada Zayn yang sedang memberi sentuhan terakhir untuk mengobat perutku.

“Nah, selesai. Aku sama sekali tidak merasa direpoti kok. Bagaimana keadaanmu? Apa lukanya masih terasa sakit?” Tanya Zayn yang lalu membuang bekas perbanku ketempat sampah. Lalu ia mengelus rambutku lembut.

“Thanks. Um, masih tapi tidak sesakit kemarin. Eh, sejak kapan aku berada dikasur ini? Seingatku kemarin aku terlelap dimobil.” Memang kemarin saking lelah dan mengantuknya, aku tertidur dimobil Zayn.

“Aku yang menggendong dan memindahkanmu kesini.” Cibir Zayn sambil mencubit hidungku sementara aku hanya memasang wajah cemberut.

“Apa kau bisa berjalan?” Tanya Zayn sembari berdiri dari duduknya.

“Duh, jelas bisa lah Zayn. Yang terluka ini kan perutku, bukan kakiku!”  Jawabku sambil mencubit perutnya, dan dia hanya tertawa. “Memang kenapa?” Lanjutku.

“Mr. Hendrick mengabariku bahwa nanti siang akan diadakan penyusunan misi, dan akan di hadiri oleh dua agen tambahan dari pihak Amerika.” Jelas Zayn, “Aku berniat untuk menghadirinya, tapi melihat kondisi kau yang masih belum pulih benar, kurasa tidak jadi.” Zayn mengangkat bahunya.

“Aku bisa Zayn kalau hanya untuk kemarkas, duduk, dan mendengarkan penjelasan mengenai misi-misi yang akan kita terapkan nantinya. Hanya itu yang akan kita lakukan disana bukan?” Tanyaku yang dijawab oleh anggukan dari Zayn.

“Baiklah jika begitu. Oh ya, aku sudah memasakanmu bubur, aku ambilkan didapur dulu ya?” Tanya Zayn, dan aku hanya mengangguk lalu melihatnya melenggang keluar kamar.

****

Zayn’s POV

Aku sedang mengambilkan semangkuk bubur dan air putih didapur. Senang rasanya melihat Zee yang mulai baikan dan sudah berhenti menangis sambil terus-terusan menyalahkan dirinya seperti yang dia lakukan dinihari tadi.

Eh, wait.

Apakah kemarin Zee benar-benar menangis? Anehnya, aku tidak melihat setitik air matapun yang turun kepipinya. Yang aku lihat hanyalah Zee yang meringis tanpa air mata.

Dan bodohnya, aku baru sadar akan hal itu sekarang. Sejak pertama kali aku melihatnya menangis-atau lebih tepatnya meringis- pada saat ia bercerita bahwa dia merindukan orangtuanya, aku memang tidak melihatnya mengeluarkan air mata. Aneh.

Apa mungkin ini semua hanya kebetulan?

Mungkin saja kan ketika aku melihatnya disaat menangis, air matanya sudah mengering atau sudah dia hapus? Ya, mungkin saja.

Akhirnya aku lupakan dulu sejenak mengenai hal ini dan menuju kekamar Zee untuk memberikan sarapannya.

“Zee?--Eh? Kau sudah mandi Zee?” Aku memasuki kamarnya dan melihat Zee yang sudah mengganti bajunya dengan seragam hitam-seragam agen- dengan kondisi rambutnya yang basah. Cepat sekali, eh mandinya?

The Girl Who Can't Cry [Completed]Where stories live. Discover now