Prakata

208 11 0
                                    



Diriku, Hasya Ameerah Qirania. Dalam bahasa Arab, Hasya berarti kesempurnaan, Ameerah berarti puteri dan Qirania yang berarti berkat Tuhan. Jika digabungkan namaku memiliki arti puteri pemberian Tuhan yang sempurna. Kurang lebih begitulah ucapan syukur dan doa yang diselipkan orang tuaku. Mengingatnya, tentu menjadi tanggung jawab tersendiri agar menjadi wanita muslim yang sesungguhnya. Ditambah lagi aku adalah anak tunggal, harapan satu-satunya ayah dan ibu. Aku tahu bahwa aku belum benar-benar khafah. Berat memang, apalagi saat sedang bersama para sahabatku yang rata-rata bergaya modis dengan model jilbab kekinian. Bisa dibayangkan bagaimana ketika sudah girls time, bercerita yang kadang sampai kebablasan. Tertawa terbahak-bahak, menangis tersedu-sedu bahkan sampai bergunjing sana-sini lengkap dengan ekspresi yang mungkin jika ikut casting FTV, pasti akan lolos.

Seperti biasa, setiap menjelang senja aku duduk di kursi taman dekat rumah. Kunikmati tiap aroma yang dihembuskan sinarnya yang kemerah-merahan. Aku suka sekali kala senja tiba. Senja itu menyenangkan. Kadang dia hitam kelam, kadang dia merah merekah. Tapi langit, selalu menerima senja apa adanya. Begitulah istimewanya senja. Pandanganku beralih saat ada laki-laki yang sedari tadi memperhatikanku. Agaknya dia bukan orang jahat. Ia menghampiriku.

"Assalamualaikum. Ameera, kan? Saya Keenan, suami masa depanmu,"

Hari semakin malam. Sudah pukul 23.27 WIB, sesekali hembusan angin malam yang masuk dari celah ventilasi menyibakan khimar yang kukenakan dengan lembut. Akhir-akhir ini aku memang selalu tidur larut. Lihat saja mataku, berkantung dan hitam seperti mata panda dari China. Aku masih berkutat dengan tugasku yang menggunung. Ingin cepat kuselesaikan agar esok hari bisa kunikmati empuknya kasur dan hangatnya selimut merah jambuku.

"Tokk...tokk...tokk," suara yang membuat kernyitan di dahiku menjadi berlapis-lapis hingga mataku terbuka perlahan.

"Habis sholat subuh kok tidur lagi? Ga malu sama matahari?'

"Sesekali, Bu. Mumpung ga ada jadwal kuliah,"

"Ayo bangun, cepat mandi lalu bantu Ibu di dapur. Nanti Ayah ngedumel lagi liat anak perempuannya malas-malasan,"

"Hmmm... Ya, Bu,"

Kulihat ayah sudah duduk di sofa menikmati secangkir teh sambil menonton berita di televisi. Sedangkan ibu, sibuk memasak untuk sarapan pagi.

"Aku bantu apa, Bu?"

"Siapkan piring dan gelas di atas meja makan. Lalu panggil Ayahmu, kita sarapan sama-sama,"

Ayah tetap asyik menonton berita pagi. Kulihat sekilas beritanya tentang remaja yang menikahi wanita yang sudah lanjut usianya. Aneh memang, dunia semakin gila saja. Tapi itulah cinta, jika sudah membuta akal pun kadang tak jalan.

"Gak ke kampus?" tanya ayah membuka pembicaraan pagi ini.

"Jadwal lagi kosong, Yah,"

"Kalau Ibu gak ngebangunin ini masih ngebo loh Yah di kasur," celetuk ibu mengompor-ngompori.

"Jangan jadi kebiasaan habis sholat subuh tidur lagi. Kamu itu perempuan. Nanti gak ada laki-laki yang mau melamarmu. Lihat saja laki-laki zaman sekarang lebih milih nikahin nenek-nenek, kan? Karena banyak gadis pe-ma-las,"

Khimar dari AyahWhere stories live. Discover now