Bab 3 - Dating

33.8K 2.3K 25
                                    

Kiran kembali menggelung tubuhnya diatas ranjang. Tiada hari yang paling indah selain hari libur kuliah. Pintu terkunci, mata terpejam, telinga terbungkam bantal dan tubuh meringkuk memeluk guling kesayangan di balik selimut merupakan hal paling indah.

Bima masuk ke kamar Kiran dengan senyum mengembang menatap calon istrinya masih tidur disaat biasanya ia joging, Bima menutup pintu dengan perlahan lalu menyeret kursi dan memandang tubuh calon istrinya yang terbungkus selimut merah mudanya. Bima menggoda Kiran dengan menarik selimut membuat Kiran merasa dingin karena selimut telah menjauh dari tubuhnya. Kiran berbalik menghadap ke arah Bima. Bima membangunkan Kiran dengan menggelitiki telapak kaki Kiran.

Kiran mendecak tapi matanya masih terlalu berat untuk dibuka. Ia menarik kakinya dari genggaman Bima. Sambil melempar bantal berharap gangguan segera menghilang.

Merasa tidak nyaman, Kiran kembali merubah posisi tidurnya miring menghadap tembok. Sekali lagi, Bima menggelitiki kaki Kiran dan membuat Kiran bangun dari tidurnya. Ia duduk lalu menguap dengan dua tangannya diangkat tinggi tinggi. Kiran menggeliat mengencangkan persendiannya yang kaku.

"Siang, Honey," ucap Bima sambil mengelus kaki Kiran yang mulus.

Kedua mata Kiran mengerjap ngerjap lalu ia menatap Bima geram. Tubuh Bima terbalut kaos putih ketat menampakkan perut eightpack dan sepasang bisep menggembungnya yang kini dilipat di depan dadanya.

"APA YANG KAMU LAKUKAN DI KAMARKU DASAR OGER," teriak Kiran. Kesal karena hari liburnya jadi terganggu.

Bima tertawa senang melihat Kiran lengkap dengan teriakannya yang empat hari ini bisa menjadi obat stresnya.

"Aku rindu dengan teriakanmu, Honey," kata Bima dengan senyum merekah.

Kiran mendengus dengan kedua mata menyipit menatap Bima.

"Jangan panggil aku honey, dasar oger," ujar Kiran tidak terima. Padahal hari ini hari yang ditunggu-tunggu. Kapan lagi bisa tidur sepuasnya kalau bukan saat weekend seperti sekarang.

"Oger berwajah tampan dan berbadan seksi," ucap Bima melipat tangannya dibelakang kepala.

Kedua mata Kiran mengerjap ngerjap dan mulutnya setengah terbuka. Bima dengan tubuh besarnya memenuhi lapang pandang. Duh, Kiran berharap ini hanya mimpi dan dia akan menghilang saat ia mengubah posisi tidur. Tapi jelas-jelas ia sudah terjaga dan Bima benar-benar ada di kamarnya.

Duh, kenapa Ibu membiarkan nih orang masuk kamar sih. Apa Ibu nggak takut anaknya diapa-apain?

"Astaga. astaga, nih orang apa alien sih. Pede amat," seloroh Kiran.

Bima tersenyum bahagia memiliki wanita yang simple namun diyakini Bima akan menjadi pelengkap hidupnya.

"Kenapa senyum senyum sendiri. Jangan bilang kamu juga sinting ya,"kata Kiran geram.

Kali ini Bima tertawa terbahak bahak mendengar Kiran. Ia yakin hidupnya akan sempurna bersama Kiran yang kini menguasai dirinya.

***

Mata Kiran terus menatap intens pada Bima dengan wajah ditekuk. Kiran duduk bersebelahan dengan Bima di sofa panjang di dalam ruang keluarga.

"Sabar sabar," kata Kiran sambil mengelus dadanya sendiri.

"Perlu kubantu, Hon. Sini...," goda Bima membuat kedua mata Kiran terbelalak. Astaga, nih orang kadar mesumnya melebihi Bram yang selama ini sudah ia sangka sebagai orang termesum di dunia.

Kiran meraih remote TV di depannya dan memukul remote tepat di kepala Bima.

"Aish, darimana mas Bram ketemu oger macam ini. Oh ya, kalian kan satu spesies," desis Kiran.

"Jangan terlalu membenciku honey. Nanti jadi cinta," kata Bima dengan senyum mengembang.

"Sebaiknya aku beli chlorin buat ngeracunin makhluk ini," dengus Kiran.

Bima tertawa terbahak bahak membenarkan perkataan Bram yang pernah mengatakan Kiran punya katalog cara membunuh yang cukup lengkap.

"Honey, kamu lucu sekali," kata Bima.

Kiran telah geram dan kini benar benar melayangkan pukulan keras ke lengan Bima. Bima pura-pura kesakitan namun hal ini justru membuat Kiran kembali memukul lengan Bima.

"Astaga, bagaimana aku bisa dijodohkan sama makhluk oger macam ini sih," pekik Kiran

Kiran masih memukul lengan Bima hingga tangannya memerah. Bima meraih tangan Kiran dan membelainya penuh cinta.

"Daripada untuk memukul lebih baik tanganmu digenggam seperti ini," kata Bima.

Sebuah gelenyar tiba tiba terasa di seluruh tubuh Kiran. Rasa yang sangat nikmat membuat Kiran enggan melepas genggamannya. Kiran menutup mata menikmati genggaman yang berakhir dengan sebuah ciuman yang merupakan ciuman pertama yang pernah ia rasakan. Bima melepas ciumannya lalu ia meninggalkan Kiran dengan keterkejutannya.

***

Kiran berada di kamar merasa malu dengan apa yang dilakukan beberapa waktu yang lalu.

"Ini memalukan sekali," pekik Kiran.

Kiran mengacak acak rambutnya sendiri lalu melihat wajahnya dari pantulan cermin meja riasnya.

"Ini pasti karena pengaruh Bima. Huft," ujar Kiran sambil memicingkan mata.

Kiran berdiri kembali merasa malu karena menikmati kegiatan ciuman bersama tunangannya.

"Diakan tunanganku. Gak papa deh." Kiran tersenyum riang, dua tangannya di kepal menjadi satu di depan dadanya.

Bima masuk ke dalam kamar kiran. Ia memandang calon istrinya yang tampak cantik dengan balutan blouse putih dengan celana jins selutut.

"Kamu cantik sekali, Kiran," gumam Bima

Bima mendekati Kiran yang masih berdiri mematung di depan Bima.

"Aku memang cantik. Buktinya kamu langsung melamarku sesaat setelah melihatku," jawab Kiran.

Kiran menengadah melihat wajah Bima yang sangat tampan.

"Iya. Kiran sangat cantik bikin aku tambah cinta nih." Bima menyentil hidung mungil Kiran.

"Yeuch. Gombalanmu menjijikkan. Terus aku mau diajak kemana nih?" tanya Kiran.

Kiran kembali duduk di depan meja riasnya untuk menutupi wajah cantiknya dengan bedak dan lipgloss.Bima duduk di tepi ranjang menikmati tiap gerakan yang dilakukan Kiran dan melihat wajah Kiran dari pantulan kaca.

"Kamu mau kemana, Hon?" tanya Bima.

Kiran mengernyitkan dahi, menggerakkan kepalanya pelan ke kanan dan ke kiri serta menggigit bibir bawahnya ciri khas Kiran berpikir dan saat idenya muncul Kiran tersenyum.

"Ke kebun bibit," jawab Kiran dengan senyum merekah.

Bima mengangkat sebelah alisnya, baru kemarin Kiran menunjukkan dirinya yang seperti seorang matrealistis menghabiskan beberapa juta uangnya tak lebih dari tiga jam dan sekarang muncul kesederhanaannya dengan memilih tempat yang biasanya dikunjungi keluarga yang memiliki anak anak kecil.

Kiran menatap wajah Bima dari pantulan cermin, ia mengerucutkan bibir berpikir Bima tidak mau diajak ke tempat bermain.

"Kalo gak ya gak papa, shopping lagi aku rela kok." Ekspresi kecewa Kiran berubah menjadi senyum mengembang.

Bima tersenyum ia memalingkan muka lalu kembali menatap wajah Kiran, ia gemas dengan tingkah lucu Kiran yang sangat ekspresif.

"Buat kamu pasti aku turutin kok." Kiran tersenyum senang mendengar Bima setuju dengan pilihannya.

Kiran membuka lemari lalu meraih tas selempang rajutan berwarna biru lalu memindahkan isi tas ransel batik ke dalam tas selempangnya.

"Kamu suka produk Indonesia ya, Hon?" tanya Bima yang sekilas melihat isi lemari yang dibuka Kiran berupa tas dan sepatu buatan dalam negeri.

Kiran berdiri di depan Bima yang masih duduk diatas ranjang

"Iya dong, saya cinta ploduk ploduk Indonesia," kata Kiran mengikuti gaya bicara sebuah iklan.

HE IS MY HUSBANDWhere stories live. Discover now