# Success 1

182 3 0
                                    

"Ayah liat deh. Ini RS Aurora kan?" tanya ibu kepada ayah sambil memperlihatkan sebuah surat kabar.

Begitu melihat dan membacanya ayah begitu kaget. Artikel yang dimuat di dalam surat kabar itu jelas penuh dengan hinaan. Utamanya kepada kakek. Di dalamnya juga membawa-bawa nama dokter Abi.

Ayah kemudian meneleponku, kakek dan juga dokter Abi secara bergantian. Ayah dan ibu sangat tidak percaya dengan apa yang ada di dalam surat kabar itu. Terlebih lagi artikel itu dimuat di halaman pertama dan foto RS Aurora begitu besar terpampang. Jika seperti itu tentu akan banyak orang yang akan membacanya. Sangat menarik perhatian. Judulnya pun penuh dengan hinaan. Tidak ada satu kalimat pun yang bernada positif.

Sebelum ayah dan ibu melihatnya, sebenarnya dokter Abi dan kakek sudah tahu semuanya. Hanya saja saat ditelepon oleh ayah mereka berpura-pura tidak tahu dengan apa yang ada di dalam surat kabar tersebut.

Dan orang yang paling terakhir mengetahui itu semua adalah aku. Meskipun orang yang paling pertama dihubungi oleh ayah adalah diriku sendiri, namun dengan sangat-sangat kebetulan Hpku lobet total. Tidak bisa diaktifkan. Dan chargernya tidak ikut di dalam tasku.

Semua orang di rumah sakit bahkan tidak konsentrasi bekerja karena artikel itu. Hanya aku yang bertingkah seperti biasa.

Dan karena hampir seluruh pasien tahu tentang artikel itu mereka meminta agar dipulangkan saja, sekalipun masih butuh perawatan intensif. Dan parahnya mereka juga menghina RS Aurora karena terpengaruh dengan berita di surat kabar hari ini.

Melihat itu, aku mulai merasa ada yang aneh. Tidak mungkin mereka seperti ini tanpa ada alasannya. Semua yang dikatakannya pun aku tidak mengerti.

Aku mencoba menanyakan hal ini kepada suster dan dokter, namun tidak ada yang berani memberitahukannya langsung kepadaku.

Saat masih mencari informasi, aku tiba-tiba teringat oleh dokter Tatra. Hari ini aku harus menemaninya berjalan untuk melatih kembali otot-otot yang seminggu lebih hanya terbaring di atas tempat tidur. Juga dengan lengannya yang harus sudah dilatih.

Saat berada di taman, tiba-tiba langkah dokter Tatra terhenti. Akibatnya langkahku juga terhenti. Dan ternyata yang menjadi alasan dokter Tatra terhenti itu karena dokter Abi. Begitu melihat dokter Abi, aku langsung melepaskan tanganku yang memeluk lengan dokter Tatra.

Aku menunduk, berdoa semoga dokter Abi tidak marah kepadaku karena memeluk lengan dokter Tatra. Setelah itu dokter Abi melangkah mendekatiku.

"Khem. Maaf yah" ujar dokter Abi kepada dokter Tatra.

Setelah mengucapkan itu, Mas Abi kemudian menarikku pergi meninggalkan dokter Tatra. Mas Abi membawaku hingga ke tempat parkir. Dan menyuruhku masuk ke dalam mobilnya.

Begitu berada di dalam, Mas Abi menyodorkan surat kabar kepadaku. Menyuruhku membaca artikel tentang RS Aurora di halaman pertama.

Setelah melihat dan membacanya, tanpa sadar air mataku menetes. Sedih, kecewa, marah, bercampur aduk. Entah harus bagaimana lagi, aku tidak tahu harus bagaimana sekarang.

Aku tidak bisa mengendalikan diri. Aku tidak bisa terus menangis di hadapan Mas Abi. Aku tidak suka menampakkan kerapuhanku. Aku turun dari mobil dan berlari meninggalkannya.

Aku berusaha menenangkan diri. Sendiri. Sendiri adalah hal yang paling tepat sekarang. Aku duduk di kursi taman yang sering menjadi tempatku dari dulu. Taman yang tidak jauh dari rumah sakit. Sambil melempar batu-batu kecil aku terus berpikir tentang apa yang baru saja kubaca.

WHOWhere stories live. Discover now