Bagian 20. Ketupat Tahu Pak Slamet

5.8K 684 56
                                    



Edward Chandra, menertawaiku habis-habisan karena kejadian semalam. Ya, tadi pagi aku memang menceritakan semuanya pada Edward. Dan dia masih saja menggodaku tentang perkara itu. Kami berenam, ditambah tiga pemandu, tengah berada di atas perahu, menuju spot bagus untuk snorkeling. Seperti biasa, Edward sudah shirtless, dia memang doyan pamer badan karena memang bagus. Kevin, walaupun berstatus kembarannya Edward, namun tubuhnya tidak sebagus Edward. Cenderung kurus, malah. Satu bukti lagi bahwa, walaupun kamu memiliki gen bertulang bagus, percuma jika tidak ditunjang olahraga yang memadai. Perlengkapan snorkeling ada di bagian belakang perahu, dipinjamkan gratis oleh Siladen Resort and Spa. "Anes minta nomor lo." Ujar Edward dengan sisa tawanya yang masih terdengar. "Boleh gue kasih nggak?" Aku masih malu sendiri jika mengingat kejadian semalam. Aku dan Anes semalam bicara ngalur-ngidul hingga dini hari, dan Anes keluar dari kamarku saat aku masih tertidur. Anes tidak hanya menjadi pendengar yang baik, dia juga mengembalikan setengah dari uang yang sudah aku berikan padanya. Rasanya, aku tidak memiliki muka lagi untuk bertemu dengan Anes.

"Jangan, Ed. Malu gue."

Lagi, Edward tertawa. Kabar baiknya, lusa, aku akan pulang ke Temanggung. Tadi pagi aku membujuk Edward agar gantian dia yang liburan di tanah Jawa. Dan dia setuju. Walaupun Mamaku merayu Edward untuk memikirkan kembali keputusannya, apalagi di Temanggung tidak ada pantai, katanya. Tapi, kalau Edward sudah mengambil keputusan, cuman Tuhan yang boleh menggagalkan. Lagipula Mama juga aneh, mana ada pantai di pegunungan? "Padahal, Anes naksir elo parah, Bro!"

"Gue udah sold out!" Jawabku bercanda.

Edward mencibirku, namun tertawa kembali setelahnya. Aku sudah membulatkan tekad untuk bercerita apa adanya saja nanti pada Edward setelah kita tiba di Temanggung. Kami dipandu 3 orang, salah satunya Kak Lingga, yang akan memanduku dan Edward. Dan aku baru tahu kalau kami harus menyewa pemandu. Aku kira, snorkeling mah, ayo aja snorkeling sendiri. Tanpa pemandu, hanya tinggal ditunjuk spot yang bagus.

Awan di atas kami membentuk gulungan-gulungan cantik, berarak tenang ke arah barat. Sementara air laut tampak tenang. Aku memasang kaki katakku, lalu kacamata pelindung mata, dan terakhir menggigit snorkel. Itu lho, selang yang membantu untuk pernafasan saat snorkeling. Aku melepas kaosku, bergabung bersama Edward yang sudah lebih dahulu nyemplung ke air laut. Kak Lingga sudah mengantongi underwater pocket camera, milik Edward, keluaran dari Olympus. Tentu saja untuk menangkap gambarku dan Edward. Masak sudah snorkeling jauh-jauh ke Pulau Sulawesi tidak ada bukti autentiknya? Untuk di-upload dan menyenangkan mata 21K followers intagramku juga.

Aku tidak bisa mengatakan bahwa aku puas dengan terumbu karang di Bunaken. Tidak jelek, bagus malah. Namun tidak sesuai dengan image yang digembar-gemborkan. Atau mungkin ekspektasiku terlalu tinggi? Namun aku tetap bahagia kok. "Kalau mau yang lebih bagus, di sebelah timur, De!" Kata Kak Lingga.

"Oh, kita masih mau pindah tempat, Ed?" Edward mengangguk.

"Pastilah, spot untuk snorkeling masih banyak, Sen." Aku dan Edward segera kembali naik ke atas perahu, hanya kami berdua yang melakukan snorkeling. Mama dan Ma'ade Sahira memang dari tadi tidak ikut turun. Sedangkan Arjuna ingin bergabung bersama kami, namun tidak bisa lepas dari gelendotan manjanya Kevin. Perahu kami bergerak ke arah timur. Dan di sini. W.O.W. Terumbu karang di sini dewa banget, airnya jernih hingga aku bisa melihat dasarnya. Dari pengalaman snorkelingku yang tidak banyak, —di Gili Terawangan dan sekitar Pulau Krakatu— tempat ini bisa disebut paling indah. Aku membawa satu keping biskuit saat terjun ke air, lalu meremukkannya sehingga ikan-ikan berenang di sekitarku. Timing yang pas untuk difoto, karena aku dikelilingi banyak ikan.

Aku memang kurang menyukai traveling, bisa dihitung dengan jari kok waktuku berlibur jauh dari rumah. Namun, saat aku melakukannya, aku akan memanfaatkan momen ini dengan sebaik-baiknya. Aku tidak mengerti dengan Mama yang malah bergosip dengan Ma'ade Sahira di atas perahu. Untuk apa jauh-jauh ke Bunaken jika hanya ingin bergosip?

Erlangga di Bawah Kaki Sumbing (TamaT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang