Okeey, I'm back!!!
Sebenarnya ini harusnya dibagi dua part ya.. tapi karena beberapa alasan, akhirnya kujadikan satu part panjang.. semoga kalian betah bacanya yaa.. kalo perlu bacanya di potong2 juga gapapahh.. Just Enjoy <3Tik.. Tok.. Tik.. Tok..
Untuk ratusan kali, Shouto melirik ke arah jam yang menggantung manis di dinding kamar rawatnya. Benda bundar itu seolah mengatakan bahwa Shouto tidak lagi perlu mencoba untuk tidur. Satu lagi kenyataan yang menghantam lelaki itu, bahwa waktu telah menunjukkan pukul empat pagi. Yang artinya, ia sama sekali tidak mendapat kesempatan memejamkan mata selama hampir semalaman penuh. Sungguh mengerikan bagaimana semua bayangan kejadian tadi melintas berulang kali dalam kepalanya, membuatnya serasa akan pecah.
Gadis itu.. Yang dipenuhi oleh jutaan kegelapan.. Bagaimana?
Ah, Shouto tidak mengerti lagi apa yang sebenarnya ia pikirkan. Semua di hadapannya tampak nyata, juga membingungkan secara bersamaan. Samar, lelaki itu menemukan sebuah titik, dimana ia harus memikirkan hal apa yang akan atau pantas dilakukannya setelah ini. Ralat. Setelah melihat semua itu.Mundur atau memaksa maju. Mana pilihan yang lebih bijak?
Kepalanya mulai bekerja kembali. Memikirkan segala kemungkinan yang dapat terjadi antara kedua pilihan itu.
"Apa-apaan..?"
Shouto harus mengakui bahwa ini adalah kali pertama dirinya merasa kebingungan sampai seperti ini. Dan seperti yang dikatakan oleh jam dinding itu sebelumnya, ia takkan mendapat waktu tidur barang satu detik untuk malam ini. Malam yang terasa begitu panjang.Oh, ia bahkan merasa heran ketika melihat dua teman sekamarnya -Tenya dan Izuku- telah tertidur pulas seolah tidak memikul pikiran atau beban apapun. Lelaki itu menghela napas kasar, lalu beringsut duduk tanpa menimbulkan suara yang berarti. Ia mengulurkan sebelah tangan untuk menyibak tirai putih di sampingnya dengan satu gerakan pelan. Tak ingin membangunkan teman-temannya.
Ia baru saja memberikan izin bagi sinar bulan untuk menyusup dan menerangi ruang gelap itu dengan pencahayaan perak yang remang. Suasana terasa begitu hening. Bahkan perkotaan di luar jendela yang biasanya selalu dipenuhi kehidupan mendadak terlihat seperti kota mati. Di kejauhan, Shouto masih dapat melihat asap yang mengepul dan perlahan berbaur dengan udara. Meski telah lama dipadamkan, sepertinya kebakaran besar yang disebabkan oleh para Nomu pembuat kekacauan itu masih ingin menanamkan ingatan tentangnya dalam bendak masyarakat.
Ketika Shouto mengarahkan matanya pada langit, ia juga tidak menemukan kehidupan. Hanya ada awan-awan tebal yang menghalangi pandang dari wajah langit. Apakah karena malam didasari oleh kegelapan, atau awan-awan itu memang berwarna hitam? Keadaan seperti itu membuat bulan menjadi satu-satunya yang terlihat mencolok. Mengambil alih seluruh perhatian. Ah, tapi sepertinya itu juga tidak berlangsung lama.
Meski tidak merasakannya secara langsung, Shouto tahu bahwa angin di luar sana bertiup cukup keras hingga dapat menggeser awan-awan itu tanpa butuh waktu lama. Bukan membuat langit menjadi lebih cerah. Melainkan menutup semua sinar yang berasal dari sana, termasuk sang penguasa malam sekalipun. Perlahan, cahaya perak itu memudar lalu hilang sepenuhnya. Meninggalkan Shouto dengan satu lagi helaan napas berat. Sungguh, ternyata melihat pemandangan seperti itu sama sekali tidak membantunya.
"Kau masih bangun.."
Shouto tersentak, lalu memutar kepala cepat seolah suara yang berbicara itu merupakan sebuah cambukan baginya. Pandangan lelaki itu terkunci tepat pada pintu kamar yang entah sejak kapan telah terbuka lebar, bersama dengan seorang gadis berambut pirang yang menatap lurus ke arahnya.
"Aku ingin meminjam kamar mandi sebentar," lanjut Victorique seraya mengambil dua langkah maju. Setidaknya agar wajahnya dapat dilihat oleh Shouto.
"Apa kau keberatan?" ujarnya lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Behind Her Dark Soul ( Todoroki Shouto x OC )
FanfictionMungkin, menjadi 'berbeda' merupakan sebuah kepuasan tersendiri bagi Victorique Blanc. Oh, tidak. Gadis itu bahkan tidak memedulikannya. Baginya, hidup berhubungan dengan orang lain tidak lebih dari sebuah formalitas belaka. Karena 'terhubung' membu...