Tiara berjalan lesu tanpa tentu arah karena ia meninggalkan kantor kepolisian pusat. Raut wajahnya sama kusutnya dengan pakaian-pakaiannya yang belum disetrika- walau ia selalu menyerahkan urusan pakaian pada pihak laundry langganannya.
Teringat kembali peristiwa di depan ruang bedah milik Nathan. Ia menutup matanya- kesal dan mengacak-acak rambutnya.
"Arrrgh, mengapa ini terjadi?"
Hening. Tidak ada jawaban apapun dari siapapun.
"Seharusnya ini tidak terjadi. Seharusnya Nathan tidak mencintaiku. Seharusnya Nathan tidak memiliki perasaan apapun padaku. Seharusnya Jones tidak kembali rujuk dengan mantan istrinya sehingga aku bisa mencintai dan bersama Jones selamanya. Seharusnya aku-"
Hening. Tidak ada jawaban bahkan tentangan dari siapapun, karena tempat di mana ia berada sepi, tidak ada seorangpun kecuali ia sendiri.
"Aku terlalu egois..." gumanya dalam hati.
Air mata menetes dari kedua matanya. Ia duduk di sebuah bangku taman yang tidak jauh dari kantor dan ditatapnya ikan-ikan di kolam. Ya, tempat duduk itu dekat dengan kolam. Ia tersenyum miris pada ikan-ikan itu.
Di tempat lain, Jones sampai di ruangan Tiara dan mampir ke sana. Di bukanya pintu namun sang empu penghuni ruangan tidak ada.
"Kemana dia?"
Jones mengambil smartphone miliknya dan mencari sebuah kontak nomor. Setelah ketemu, ia klik ikon telepon warna hijau dan ia arahkan ke telinga kanannya, menelepon.
Tiara merasakan smartphonenya bergetar. Ia ambil smartphonenya dan ia cek siapa peneleponnya. Begitu tahu siapa yang menelepon, ia masukkan kembali smartphonenya bahkan ia bisukan profil teleponnya.
Tiara bersandar pada tempat duduk itu dan ditatapnya langit yang berwarna biru.
"Apa ini? Dia tidak mengangkat teleponku?"
Dan sejenak Jones berpikir.
"Apa baterai smartphonenya habis lalu mati? Sengaja dimatikan? Atau profil teleponnya digetarkan bahkan bisu?"
Dan Jones menggeleng. Namun, ia mendadak terpana. Kedua matanya membelalak bahkan tampak seperti akan lepas.
"Atau jangan-jangan, dia sedang dalam bahaya?"
Tetapi Jones segera menepuk kedua pipinya cukup keras.
"Berhenti berpikiran yang aneh-aneh, Jones."
Jones menjauh dari ruangan dan mulai mencari teman-temannya.
.
Tiara berdiri dan berjalan meninggalkan bangku itu. Ia telah memutuskan bahwa dirinya tidak boleh diam saja. Diam terpuruk dan menangisi keadaan tidak ada dalam kamusnya.
Tiara pun berpikir, mencari solusi untuk menyelesaikan masalah ini. Awalnya memang sulit karena ia tidak kunjung menemukannya. Tetapi, setelaj ia berpikir cukup lama, akhirnya ia menemukan solusinya.
Ia pikirkan solusi tersebut baik-baik. Bagaimana dampak positifnya, negatifnya, bagaimana caranya, dan lain sebagainya dan ini memerluka waktu yang cukup lama.
Akhirnya, setelah melalui banyak pertimbangan, Tiara telah membuat suatu keputusan besar. Ya, ia pikir keputusannya sudah final dan tidak akan diubah-ubah lagi. Yang artinya ia sudah memikirkan ini matang-matang.
"Aku harus melakukannya. Ini demi kebaikan kami bertiga." ucap Tiara mantap.
Sementara itu...
"Hey, Ramirez, apa kau melihat Tiara?" tanya Jones. Ia sendiri sedang berada di ruang jaga Ramirez yaitu dekat dengan tempat parkir.
"Tidak. Ada apa?"
"Dia tidak ada di ruangannya,"
"Tadi dia bersamaku, Grace, dan Alex. Tetapi, setelah itu dia entah kemana."
"Hhh,"
"Ada apa Jones? Kau tampak cemas?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Can You Love Me, Senior?
FanfictionAku tidak pernah menyangka bahwa sebagai seorang Mayor di sebuah Kepolisian, aku menyukai seniorku sendiri bahkan lebih dari sekadar mencintai. Apa yang harus kulakukan? Criminal Case © Pretty Simple