You broke my soul into pieces and
every of them still loving you till this time
Dafa menyeret Dewa untuk bermain air bersama teman-teman lainnya yang sudah turun ke pantai bersama dengan orangtuanya masing-masing.
" Kamu nggak papa sendiri?" Tanya Dewa menoleh dengan susah payah. Nala yang tertawa melihat tingkah Dafa menggeleng.
" Udah sana main sama Dafa!" Kata Nala melipat pakaian Dafa.
" Bentar Fa!" Perintah Dewa karena Dafa yang sudah melucuti semua pakaiannya kecuali celana pendek terlihat sangat tidak sabar. Dewa kembali ke hadapan Nala, membuat Nala menaikkan alis.
" Kenapa nggak...DEWA!"
Dewa melepas kausnya tepat di depan Nala, tanpa aba-aba.
Nala langsung menutupi wajahnya ketika tahu maksud Dewa. Didengarnya laki-laki itu terkekeh.
" Aku cuma bawa kaus satu. Maaf." Celetuk Dewa mengusap pelan puncak kepala Nala. Ia menunggu beberapa saat sebelum memberanikan diri membuka mata dan melihat lewat sela-sela jari. Dilihatnya Dewa dan Dafa sudah menyentuh bibir pantai.
Nala melepas tangannya dan mendengus keras-keras. Ia menoleh ke arah kaus Dewa yang sudah terlipat rapi di sampingnya, kemudian kembali menatap dua orang di sana. Terlihat sekali Dafa yang bahagia. Anak itu tidak pernah berhenti tertawa bersama kakaknya. Dewa membiarkan Dafa berenang, namun mata tajamnya tidak pernah terlepas dari gerakan adiknya. Seakan selalu mengantisipasi situasi.
Dewa yang seperti itu terlihat sangat bisa diandalkan di mata Nala.
Nala memejamkan mata sesaat ketika pikiran gila itu menyusupi otaknya. Ia berupaya hanya fokus pada Dafa. Namun matanya terus saja berakhir dengan menelusuri Dewa yang terlihat sangat jelas di antara ratusan orang yang bermain air. Bagaimana ombak terpecah di kakinya, bagaimana rambutnya yang basah terkena air, bagaimana sosoknya mengundang setiap mata kaum hawa dan membunuh kepercayaan diri kaum adam, dan bagaimana-bagaimana lain yang mampu membuat Nala terpaku hanya padanya.
Di antara puluhan orang yang bermain di bibir pantai, mata Nala dengan mudahnya menangkap gerakan sekecil apapun dari Dewa. Ketika laki-laki itu tertawa melihat Dafa yang terbatuk-batuk meskipun dengan sigap langsung menyambanginya, ketika laki-laki itu menggelengkan kepala untuk mengusir air dari rambutnya, ketika tiba-tiba saja laki-laki itu menoleh dan menatap tepat ke arahnya lalu melambaikan tangan.
Ketika Nala menyadari bahwa dirinya membalas lambaian itu, saat itu perlahan senyum lebar yang entah sejak kapan ada di wajahnya mulai memudar.
Tidak boleh, batinnya seraya menunduk dan meraup pasir dengan gemetar.
Sejak pertama bertemu kembali, Nala menahan diri untuk mengamati Dewa lebih jauh. Dia harus mampu menarik garis tegas antara Dewa dan Nala, demi dirinya sendiri.
Apa? Nala juga tidak mengerti. Yang pasti, dia begitu ketakutan untuk menatap lama ke arah sepasang mata legam itu. Dia merasa, sesuatu di dalam sana bisa menghanyutkannya. Ada sesuatu di sana yang berpotensi membuatnya tersiksa. Dia tidak mau, itu tidak boleh.
" Kenapa? Ada apa? Sakit?"
Nala terpaku ketika tiba-tiba saja, Dewa sudah berada di depannya dan berjongkok hingga pandangan mereka sejajar.
Nala bungkam dan mengawasi bagaimana air menetes dari ujung rambutnya yang basah.
" Nala?" Panggil Dewa lagi membuat Nala tersadar. Nala menggeleng dan kembali menunduk.
" Panas." Kilah Nala.
Hening sesaat, kemudian ia mendengar Dewa tertawa geli. Nala mengerucutkan bibir saat disadarinya Dewa menegakkan badan dan berjalan menjauh.

YOU ARE READING
ENTWINED [COMPLETED]
Romance"Kamu melepaskanku dan aku melupakanmu. Itu wajar." Mana berhak Nala menyebutnya 'mantan'? Kata Jess, bertemu mantan adalah salah satu hal tersulit yang akan ditemui dalam hidup. Oh bukan! Mana berhak Nala menyebutnya mantan? Lebih tepatnya bekas-or...