Dear tumbler..

228 20 3
                                    

Punya tinggi badan hanya 152 cm itu tidak pernah menjadi masalah untukku , well most of the times sih, tapi kadang bisa menjadi hal yang membuat frustasi disaat aku ingin menggapai sesuatu di tempat yang tinggi. Seperti sekarang ini. Pandangan mataku tertuju pada sebuah tumbler minuman yang berada pada rak paling atas lemari etalase ini. Untuk disaat seperti ini meraih sebuah tumbler minuman pun terasa bagaikan mendaki puncak gunung Everest. Kucoba menjinjitkan kakiku semaksimal mungkin namun masih juga terlalu jauh bagiku. Pfftttt..aku bertolak pinggang dan mendenguskan napasku meniup poniku yang menghalangi pandanganku. Oke..kita coba sekali lagi ya, mungkin kalau aku melompat aku bisa meraih tumbler itu..ayo melody kamu pasti bisa,now jump!! HUP!!

*******

Suara gaduh memenuhi coffee shop yang sedang sepi ini, melihat kejadian itu aku tersenyum kemudian menaikkan kacamataku keatas kepalaku.

"oke guys, dia ngejatohin tumbler-tumbler di rak itu.. I win" aku menengadahkan telapak tanganku diatas meja .

Vinny, saktia, yona, dan sisil kemudian menggerutu sambil masing-masing menaruh satu lembar uang 50 ribu diatas tanganku.

"ah ga seru nih, kenapa sih dia mesti lompat gitu?" yona bersungut sambil menyeruput minumannya.

"yes I mean guys..kan dia bisa minta tolong sama mas-mas coffee shop sini atau mungkin minta tolong sama kita buat ambilin tumblernya" saktia meletakkan telapak tangannya dikeningnya dan berdecak.

"haduuuhhhh..ilang dah 50 ribu ogut" sisil merebahkan kepalanya diatas meja.

Vinny hanya menggangguk dengan wajah sedih.

Aku terkekeh melihat teman-temanku. Selama 15 menit kebelakang aku dan teman-temanku bagai melihat sebuah tontonan yang menarik. Seorang gadis dengan postur tubuh kecil dengan susah payah berusaha meraih sebuah tumbler yang letaknya di rak paling atas lemari etalase. Dan kami pun membuat taruhan apa yang kan gadis itu lakukan untuk mendapatkan tumblernya. Disaat teman-temanku bertaruh bahwa gadis itu akan meminta bantuan atau mungkin akan pergi meninggalkan tumblernya, aku bertaruh gadis itu akan tetap berusaha dan akhirnya mengacaukannya. Benar saja, gadis itu melompat kemudian menghantam lemari etalase dan menjatuhkan tumbler-tumbler pada lemari itu.

"thanks guys..lumayan buat nambah-nambah jajan gw" aku memasukkan uang hasil kemenangan taruhan kedalam dompet.

Pandanganku kemudian tertuju pada gadis itu. Aku mendudukkan kembali kacamataku diatas hidungku agar bisa melihat lebih jelas. dari tempatku duduk aku bisa melihat gadis itu sibuk membantu karyawan coffee shop membereskan tumbler-tumbler yang jatuh sambil berkali-kali mengucapkan permintaan maaf. Wajahnya begitu merah karena malu atas perbuatannya. Entah kenapa aku merasa iba. Kuhela napasku dan berdiri dari tempat dudukku.

"oy lidya, mau kemana lo?" tanya vinny

"just push my luck" jawabku meninggalkan teman-temanku.


*********************

"duh maaf ya mas..saya ga sengaja..beneran deh mas..duh maaf banget ya mas.."

Aku mengambil tumbler-tumbler yang berjatuhan dilantai dan menyerahkan kepada karyawan coffee shop yang karena ulahku harus repot menata kembali semua tumbler diatas rak.

"iya ngga apa-apa mba..lain kali minta tolong sama petugas kita ya mba kalau perlu bantuan"

Dari senyumnya yang dipaksakan, aku tau karyawan ini di dalam hatinya pasti sedang asik mengumpatku.

Ini sungguh memalukan, ingin rasanya aku segera lari keluar dari tempat ini dan membuat note untuk diriku sendiri untuk tidak kembali lagi kesini.

Saat aku berjongkok untuk mengambil salah satu tumbler yang tergeletak tanpa daya di bawah salah satu meja, saat itulah aku mendengar suara itu.

"kenapa sih ga minta tolong aja?"

Aku menoleh dan si pemilik suara sudah ada tepat disebelahku. Dia berjongkok kemudian merayapkan tubuhnya ke bawah meja dan mengambil tumbler yang akan kuambil tadi. Setelah berhasil mengambil tumbler segera ia kembali berjongkok dan membetulkan posisi kacamatanya.

Wajahku terasa panas. Kupikir sudah cukup aku mendapat teguran dari karyawan coffee shop ini atas perbuatannku . Dan sekarang ada orang lain yang entah apakah dia pengunjung atau karyawan lain lagi atau apalah dia yang menegurku soal tumbler ini.

"ya oke gw salah, harusnya gw ga nekat lompat buat ambil tumblernya, harusnya gw langsung minta tolong orang lain..gw tau gw udah bikin kacau dan gw udah minta maaf, jadi lo ga perlu ikutan buat negur gw"

Aku tidak tau kenapa aku merasa begitu kesal. Hanya saja dengan segala kejadian tadi, aku tidak ingin lagi ada yang memberikan komentar, terutama jika komentar itu berasal dari orang yang sama sekali tidak kukenal. Mendengar kicauanku gadis berkacamata itu hanya mengangkat kedua alisnya kemudian tertawa kecil. Dia mengangkat kacamatanya keatas kepalanya kemudian meletakkan tumbler yang tadi diambilnya di depanku.

"kalau lo pikir gw mau repot-repot kasih lo ceramah soal kebodohan lo tadi, lebih baik lo buang pikiran itu. Itu urusan lo sama coffee shop ini. Tapi gw liat lo kerepotan buat ambil satu tumbler ini dibawah meja dengan tangan lo yang udah pegang 4 tumbler..jadi yah..gw Cuma pengen bantuin lo aja"

Gadis itu kemudian berdiri dan kembali memakai kacamatanya. Akupun ikut berdiri. Ucapannya membuatku merasa tidak enak karena sudah menumpahkan kekesalanku padanya tanpa alasan padahal dia hanya ingin menolongku.

Ia kini menatapku dengan tatapan seolah menungguku untuk mengatakan sesuatu menanggapi ucapannya tadi. Namun aku tidak tau harus berkata apa. ketika aku hanya diam, iya hanya tersenyum sambil menggelengkan kepalanya.

"oke.."

Satu kata terakhir keluar dari mulut gadis itu dan ia pun berlalu pergi melewatiku. Kutolehkan kepalaku kebelakang dan melihat ia kembali duduk bersama teman-temannya. Aku kembali menatap kedepan dan menghela napasku yang terasa berat.

Setelah selesai merapihkan semua hasil karya perbuatanku, aku kembali meminta maaf kepada karyawan coffee shop yang sudah kurepotkan sejak tadi.

"iya ngga apa-apa mba..tapi nih mba..maaf nih sebelumnya..kayaknya ada satu orang lagi yang perlu mba minta maaf"

Aku mengernyitkan keningku.

"hah?siapa mas"

Dengan matanya mas-mas karyawan ini memberi isyarat orang yang ia maksud. Kuikuti arah pandangan matanya dan tentu saja pandangannya tertuju pada gadis kacamata itu. Ia sedang asik mengobrol dengan teman-temannya, namun seperti tersadar bahwa aku sedang melihat kearahnya, kedua mata kami pun beradu pandang.

Oh shit..

Nothing Like You and IWhere stories live. Discover now