X-tra part: The Last Edisi Bulan Madu (Jingga-Air)

8.2K 502 52
                                    

Seperti hembusan angin dingin, tatapan Air yang menyapu tubuhnya dari atas ke bawah kembali lagi ke atas membuat Jingga merinding. Mata coklat hampir hitam itu menatap lekat seakan takingin melewatkan satu inci pun penampilan wanita ini. Jingga sampai harus menelan ludah beberapa kali melicinkan tenggorokannya yang kering karena gugup.

“Sempurna!” seru Air saat Jingga ingin mengeluh taknyaman. “Kamu luar biasa malam ini, Yang.”

Senyuman puas terpatri pada wajah itu memaksa Jingga mau tidak mau ikut tersenyum. Dia merasa sangat istimewa karena Air menganggapnya istimewa. Padahal penampilan Air jauh lebih menarik di matanya. Kemeja merah marun dan setelan jas hitam yang suaminya ini pakai melekat pas tak bercela.

Sebelah tangan Air terangkat menuju rambut hitam Jingga yang dijalin manis membentuk gelungan sederhana. “Aku tidak pernah berpikir kalau jalinan sederhana begini bisa membuatmu terlihat anggun,” ujarnya sembari mempersempit jarak wajah mereka. Bibirnya ke telinga Jingga. “Kamu tahu? Tanganku gatal ingin mengacak-acaknya.”

Sontak Jingga bergerak mundur. Air langsung tertawa melihatnya. Tangannya berpindah pada pipi Jingga yang bersemu, sedang matanya meneliti kontur wajah wanita ini secara intens. Namun, beberapa saat kemudian malah menghembuskan napas kecewa.

“Mengapa kamu bisa berdandan secantik ini, sih? Membuatku tidak ingin kemana-mana.” Air mengeluh sembari tangannya bergerak di atas bibir Jingga yang berwarna merah hati.

Indra penglihatan Jingga yang berwarna coklat tua menatap ke dalam netra coklat kehitaman milik Air yang menunjukkan rasa frustasi. Di bawah bulu mata lentiknya, iris coklat berkilau itu memandang sayu dengan senyum menawan. Sebelah tangan itu menjauhkan jemari Air dari wajahnya dan sebelah yang lain balas mengusap wajah lelaki ini. “Kalau begitu, tidak perlu kemana-mana.”

Air menggeleng pelan. Kali ini dia yang bergerak mundur; memberi jarak. “Malam ini malam terakhir kita tour bulan madu. Pihak travel agent sudah menyiapkan makan malam khusus. Sayang kalau kita melewatkannya.” Ada jeda di sana saat tatapan mata Air jatuh pada apa yang dikenakan Jingga. “Terlebih gaun itu akan mubajir jika harus dilepas secepat ini.”

Jingga mengikuti arah tatapan Air. Sebuah gaun ceruti hitam panjang setumit yang atasnya dilapis dengan kerawang mawar berlengan 1/2. Di daerah pinggang dipasang sabuk hitam dari kulit selebar jari telunjuk dengan kepala sabuk terbuat dari logam berwarna emas.

Gaun itu melekat sempurna di tubuhnya. Membuat penampilan wanita ini begitu anggun dan berwibawa. Aura kecantikan langsung terpancar begitu saja.

Sebelah tangan Air meraih tangan Jingga. Sebelahnya lagi menuju bahu istrinya ini. lembut dikecupnya dahi itu. mengantarkan rasa hangat kasih sayang dan ketulusan, juga keinginan. “Aku akan sabar menunggu sampai kita selesai makan malam.”

Kalimat itu diikuti sebuah kerlingan nakal membuat Jingga tertawa pelan. Air menelan ludah melihat aura kecantikan istrinya berpendar dua kali lipat karena itu. Dia mendesis sebal. “Kita tidak boleh berlama-lama di sini. Ayo pergi!”

Jingga mengikuti langkah Air yang menggenggam tangannya erat. Cukup kesulitan karena dia memakai gaun. Melihat hal itu Air berusaha mensejajarkan langkah. Jemari Jingga dipindah ke lengannya agar mereka lebih nyaman berjalan beriringan.

Wanita ini tersenyum hangat sehangat hatinya saat ini. Air telah berbuat banyak untuknya. Berusaha memberikan kenangan indah dalam bulan madu mereka. Membuatnya merasakan ketulusan Air. Sehingga dia berjanji dalam hati akan berusaha menjadi istri terbaik dan satu-satunya dalam hidup lelaki ini.

***

Kanopi bambu beratapkan kain putih yang melilit menyambut mereka ketika sampai di tepi pantai. Dibawahnya telah tertata sebuah meja dan dua buah kursi dari jati. di atas meja ditata sebuah pot dengan bunga krisan berwarna ungu, juga dua buku menu. Diempat penjuru kanopi dipasang obor sebagai penerangan.

MEJIKU ON THE WATERWhere stories live. Discover now