BAB 5

9.2K 804 22
                                    

Happy reading ^^

Nick dikejutkan dengan kehadiran tamu yang tak diundang dan tak diinginkannya di dalam flatnya. Wanita cantik dengan tubuh semampai dan rambut pirang keperakan bergelombang yang membingkai wajah ovalnya tersenyum semenarik mungkin. Tapi Nick, tidak berminat untuk membalas senyum wanita cantik di depannya itu. Paula Gardner.

"Aku sudah membuat sandwich dan teh hitam untuk menemani sore kita, Nick." katanya seraya kembali tersenyum lebar.

Untuk sesaat Nick kehilangan kosa katanya. Dia tampak sedikit bingung untuk menolak teh dan sandwich yang sudah disajikan Paula. Nick memilih melangkah memasuki kamarnya tanpa mengomentari perkataan Paula. Dia sudah muak dengan wanita keras kepala di depannya itu. Berapa kali pun dia menolak, Paula tetap bersikukuh menjalin hubungan dengannya. Berapa kali pun Nick kencan dengan wanita lain hingga menciptakan berbagai macam skandal, Paula tetap memilih bersama Nick.

Paula berdalih jika dia sangat mencintai Nick dan tidak ingin kehilangan Nick. Sebesar apa pun rasa sakit yang diterimanya dari Nick, dia akan tetap bertahan. Permasalahannya adalah Nick tidak mencintai Paula, bahkan semenjak pertama kali mereka berkencan. Dan entah bagaimana Anne bisa mempengaruhi Nick hingga Nick menerima Paula sebagai kekasihnya. Salah satu keputusan yang fatal dalam hidupnya adalah menerima Paula sebagai kekasihnya.

"Nick, kamu akan makan sandwich dan meminum tehnya, kan?" tanya Paula lembut. Nick menghentikan langkahnya sejenak dan mengangguk ragu lalu kembali melanjutkan langkahnya memasuki kamarnya.

"Sudah saatnya aku berbicara serius denganmu, Nick. Tentang hubungan kita." ucap Paula lembut setelah Nick memasuki kamarnya.

=====

Nick duduk di ruang makan dengan ekspresi datar dan cenderung kaku. Dia memakai piama berwarna ungu tua. Dahi Paula mengernyit heran melihat Nick mengenakan piama di sore hari. Dua bola mata biru cerahnya agak redup.

Nick meraih cangkir dan menyesap tehnya yang sudah dingin. Dia menghela napas dalam dan mulai membuka dua daun bibirnya, "Aku sudah tidak bisa bersamamu lagi." kata Nick. Paula menatap gusar.

"Nick," ucapnya dengan suara lirih, "Ini bukan kali pertama kamu mengatakan hal semacam itu. Dan lihat, sampai sekarang kita masih mampu mempertahankan hubungan kita." Nick geli melihat Paula memberi penekanan pada setiap patah kata.

"Aku tidak pernah mencintaimu, Paula. Apa yang kamu harapkan dari pria yang tidak pernah mencintaimu?" kata-kata Nick menciptakan warna merah padam pada wajah Paula. Paula sadar bahwa Nick memang tidak pernah mencintainya tapi mendengar langsung Nick berbicara begitu, sungguh menyakitkan!

"Aku selalu percaya pada harapan, Nick. Harapan itu akan menjelma nyata kalau kamu mau belajar mencintaiku." Kilatan emosi sesaat muncul di mata Nick sebelum padam dengan cepat.

"Aku tidak bisa belajar mencintai wanita mana pun." Tukas Nick dengan mata disipitkan.

Selama sepersekian detik Paula tidak bisa bergerak. Dia membatu akibat pernyataan Nick yang selalu mematahkan harapannya. Meski begitu, dia tetap meyakini bahwa Nick akan jatuh cinta padanya. Jatuh padanya sejatuh-jatuhnya bahkan melebihi kadar cintanya saat ini.

"Sampai kapan kamu menunggu hal yang sia-sia? Harapanmu itu tidak akan bisa menjadi kenyataan, bahkan sampai kamu minta pada Santa Claus agar aku mencintaimu sebagai kado natal, itu tidak akan berhasil." Nick bangkit dari kursi, disusul Paula dengan air mata manipulatifnya.

"Apa kamu mencintai wanita lain? Apa model-model sialan itu memikatmu? Apa keunggulannya sampai kamu memilih mereka dibanding aku, Nick?!" katanya dengan nada tinggi.

"Bukan mereka." Tandas Nick seraya meninggalkan ruang makan dan memasuki kamarnya dengan langkah cepat.

"Bukan mereka? Lalu siapa?!"

Nick menutup pintu keras.

Saat itu juga demi memenuhi rasa penasarannya atas perkataan Nick, Paula mencari kontak seseorang di ponselnya dan menekan tombol panggil.

"Halo Anne,"

=====

Paula berkata di depan pintu kamar Nick sebelum pergi. "Aku akan membuat para media berada di pihakku, Nick." Ancamnya.

Nick hanya tersenyum sinis menanggapi ancaman Paula. Dia tidak berkomentar apa pun. Biarlah semua orang di dunia ini berpihak pada Paula bahwa Nick pria bajingan yang hanya memanfaatkan Paula. Asal satu wanita yang selalu dirindukannya berada di pihaknya. Meskipun itu tidak mungkin.

Nick menatap piama ungu tua yang dikenakannya. "Sial! Kenapa aku pakai piama sih?" celotehnya yang tak mengerti kenapa dia memilih mengenakan piama di sore hari.

Dia melepas piamanya dan berjalan ke toilet. Berniat mencukur cambangnya yang mulai menumbuh.dengan hati-hati Nick mencukur tiga lembar bulu pirang tebal di sekitar jakunnya. Sekilas bola mata hitam yang ditemuinya di Hyde Park menerornya. Tangan Nick tergelincir dan darah menetas dari leher ke dadanya yang putih bersih.

Nick menatap wajahnya sendiri dengan sendu. Dia merasa sakit bukan akrena luka di lehernya tapi karena dia pernah melepaskan wanita yang bukan hanya cantik parasnya tetapi juga hatinya. Nick ingat betapa pedulinya wanita itu terhadap korban tsunami di Jepang, kekerasan pada anak di Afghanistan dan semua hal yang malah membuat Sabrina tampak lebih menarik. Oke, Sabrina masa lalunya dan kisahnya berhenti lima tahun lalu sejak dia menerima tawaran film. Entah bagaimana dia bisa kembali bertemu wanita itu di Hyde Park. Melihat kembali matanya. Bola mata hitam yang ketajamannya dapat menusuk ulu hati Nick.

=====

Nexttt???

My Monster In London Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang