Gulali Ayam

80 1 0
                                    

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

            Puluhan kertas tersebar di meja nomor empat sebuah rumah makan Jepang. Yuki mengetuk-ngetukan ujung garpunya pada meja. Okonomiyaki yang biasanya menggiurkan kini terlihat biasa saja. Katsuobushi yang masih menggeliat berusaha mencari perhatian Yuki pun tidak berhasil.

"Kok enggak dimakan Ki?" Bayu menghentikan makannya.

"Lagi males aja, enggak tahu kenapa."

"Tugas kamu kan baru aja selesai, nanti tinggal aku yang presentasi waktu rapat. Mikirin apa lagi?"

"Enggak tahu."

"Mau ramen ini? Nyesel aku beli yang ini, pedesnya di tenggorokan." Bayu menyodorkan mangkuk besar berisi setengah porsi ramen.

Yuki menggeleng.

"Ya udah, kamu makan dong okonya, makin cebol lhoh nanti kalau enggak makan." Bayu mendorong piring Yuki.

"Aku makan, aku habisin, tapi abis ini aku pergi dulu ya? Please." Yuki menempelkan kedua telapak tangannya, memohon.

"Mau kemana?"

Mata Yuki berputar, entah harus menjawab apa.

"Rumah sakit?"

Yuki menggeleng keras.

"Kalau pun iya enggak apa-apa kok Ki, aku temenin ya?"

Yuki menggeleng. "Bukan, enggak usah. Ini urusan pribadi."

Bayu memandangi perempuan dihadapannya. Entah mengapa ia seperti merasa Yuki sedang membohonginya. Bayu mengangguk, pasrah.

***

Sepasang kaki membelah keramaian pengunjung rumah sakit. Hampir tiga minggu Yuki tidak datang ke rumah sakit, bayu terlalu baik untuk dibiarkan cemburu. Langkah Yuki tidak sekalipun melambat. Setiap sudut bangunan itu begitu dirindukannya, aroma kue di lobby, interior yang lebih mirip hotel, perawat dengan seragam yang berwarna-warni, dan tentunya salah satu pasien yang kini sudah tinggal di kamar reguler.

Langkah Yuki berhenti di depan sebuah pintu coklat dengan nomor yang sama dengan pesan Maya beberapa waktu lalu. Perlahan Yuki mendorong gagang pintu. Seorang pria sedang berdiri di samping ranjang memunggunginya. Yuki melangkah masuk satu-satu. Terapis itu menggerak-gerakan tangan seorang pasien.

"Mas Remi?"

Remi menarik kedua ujung bibirnya. "Hai Yuki." sapanya dengan suara super pelan.

Yuki tersenyum haru, kemudian memperhatikan cara pria yang ternyata adalah seorang fisioterapis itu menggerak-gerakan tangan Remi. "Ada perkembangan apa aja mas?" tanya Yuki pada si terapis.

Unconditional Love Is...Where stories live. Discover now