7👑Aksi Heroik

2K 164 13
                                    

"Lo tahu keberadaan gue dari siapa?" pertanyaan itu bak angin yang selalu di hiraukan laki-laki berahang keras yang tengah fokus pada jalanan malam.

Beberapa kali Ratu bertanya pertanyaan yang sama, tetapi hasilnya nihil karena laki-laki itu tetap pada pendiriannya. Membisu, entah untuk apa.

Ratu merdecak sebal, setelah dipaksa pulang oleh laki-laki ini Ratu jadi manusia yang lebih emosional. Ratu menarik napas
snya dalam-dalam lalu menghembuskan napasnya lewat mulut. Berhadapan dengan laki-laki keras kepala seperti ini tidak harus memakai kesabaran.

"Gue nanya. Gimana lo bisa nemuin gue?lo ngintilin gue?mau lo apa?" bentak Ratu dengan penuh penekanan.

Laki-laki yang tengah mengendalikan kemudi itu menatap Ratu lurus sebelum bibirnya berkata "Dari lokasi di handphone lo"

Setelah mendengar jawaban seperti itu Ratu ber ohh ria. Seolah tidak puas dengan jawabannya Ratu bertaya kembali untuk memuaskan hasrat keponya.

"Ada alasan kenapa lo paksa gue pulang?"

"Andra" jawab laki-laki itu.

Ratu mengedarkan pandanganya ke jendela mobil. Tiba-tiba ingatanya dipenuhi kejadian tentang surat--yang diakui laki-laki ini sebagai pengirimnya.

"Yang ngirim surat itu beneran lo?" tanya Ratu sedikit canggung. Pasalnya dia sangat canggung atau lebih tepatnya malu jika ternyata bukan laki-laki itu yang mengiriminya surat tapi tadi dia mengaku----

"Iya" laki-laki itu mengangguk pasti tanpa menatap Ratu.

"Kenapa?"

"Bukannya itu yang lo suka?"

Pertanyaan laki laki itu sontak membuka kisah masa lalu Ratu. Ratu berusaha mengalihkan pikirnya tentang masa lalu itu dengan memejamkan matanya.

Laki-laki itu melirik Ratu yang sudah terlelap dalam tidurnya. Wajahnya cantik tanpa polesan make up. Ratu cantik natural itulah yang baru laki-laki sadari.

Mobil yang dikendarai laki-laki dihentikannya secara sengaja. Dengan gerakan cepat dia membuka jaket hitam yang sedari dipakainya. setelah melepaskan jaketnya laki-laki itu membalutkan jaketnya ke tubuh ramping Ratu yang pasti akan kedinginan jika menaiki mobil tanpa jaket apalagi karena baju Ratu yang lumayan pendek.

Tangan kanan laki-laki itu terulur pada puncak rambut Ratu. Kemudian diusapnya perlahan. "Maafin Raja" ungkapan bernada penyesalan itu terucap di sebuah bibir yang didekatkan pada telinga kanan milik Ratu.

*

Gavin mengendarai motornya dengan kecepatan rata-rata. Malam ini Gavin memutuskan untuk menginap dikossan temannya.

Malam ini tidak hujan.
Tidak hening dan tidak semenyenangkan malam-malam biasanya.

Gavin menghentikan motornya dipinggir jalanan, di dekat taman yang cukup ramai ketika melihat seorang gadis berpakaian serba pendek tengah duduk di bangku taman sendirian.

Bukan masalah jika Gavin tidak mengenal gadis itu, tapi masalahnya Gavin mengenali gadis itu.

"Jeni ngapain lo disini?" Gavin duduk di sampingnya.

Jeni terseyum bahagia ketika melihat Gavin duduk di sampingnya. Perlahan Jeni menyandarkan kepalanya ke pundak Gavin.

"Gue itu cinta banget sama Gavin, tapi Gavinnya itu sombong" Jeni menatap Gavin tajam, dengan gerakan tangan yang mencoba memeluk tubuh Gavin dan sayangnya Gavin berusaha keras untuk menjauhkan tubuhnya dari Jeni.

Sebenarnya sebelum Jeni mengatakan ini, Gavin telah tahu bagaimana perasaan Jeni. Gavin sudah hafal sekali kelakuan Jeni, termasuk yang seperti ini.

Jeni semakin mendekat. Sementara Gavin semakin berusaha menjauhi Jeni dengan gerakan apapun. Namun sialnya, Jeni lebih berkuasa. Kini kedua tanggan jeni melingkar di pinggang Gavin.

Gavin berusaha menjauhkan tangan jenis ketika sada, jika saat ini jenis tengah tidak berada dalam kesadarnya atau jenis sedang mabuk.

"Lo minum?" tanya Gavin dengan nada pelan. Senakal-nakalnya Gavin. Dia tidak pernah seperti itu.

"Kok lo mirip Gavin sih? lo ganteng tapi gantengan Gavin hehehe" Jeni mendekatkan bibirnya ke wajah Gavin, namun Gavin lebih dulu membungkam bibir Jeni dengan sebelah tanganya.

"Jen pulang ya" bisik Gavin.

"Nggak" Jeni melepaskan tangan Gavin yang sedaritadi membungkam bibirnya.

Jeni menenggelamkan wajahnya pada kedua telapak tanganya, Jeni menangis tersedu-sedu.

"Gue nggak mau pulang sebelum Gavin jadi pacar gue. Gavin harus jadi milik gue. Dia harus mau lakuin apapun demi gue tanpa ada ancaman-ancaman murahan. Gue cinta Gavin dan Gavin juga harus cinta Gue" Jeni membentak Gavin, seolah dia berbicara dengan orang lain bukan dengan Gavin.

"Sekarang kita kerumah Gavin yuk" ajak Gavin, dia serasa tengah membodohi dirinya sediri. Dia berperilaku seolah olah dirinya bukan Gavin yang jeni maksudkan.

Jeni mengangguk senang.

*

"Setelah itu gue pesenin dia taxi"

Gavin menyeruput kopinya, setelah bercerita panjang lebar pada laki-laki itu. Laki-laki yang sedari tadi tertawa renyah mendengar kisah Gavin yang bertemu Jeni di taman pinggir jalan.

"Kasihan juga ya itu anak"

Gavin menganggukkan kepalanya. Tangan kanan Gavin mengambil sedikit helaian lembar kapas dan meneteskan obat merah pada kapas lalu di sentuhnya pada bagian wajah yang dianggapnya terluka.

"Gue dipukulin anak anak" ucap Gavin setelah meyimpan berbagai obat yang tadi dipakai untuk mengobati wajanya.

Mata candra yang sedikit sipit itu terbuka lebar lebar. Dia mengerti jika yang dimaksud gavin dengan 'anak anak' itu adalah anggota perkumulannya.

"Karena?"

"Gue di suruh mukulin Raka. Tapi gue nggak mau karena gue tahu Raka itu kakaknya Ratu. Jadinya wajah gue deh yang kayak gini" jawab Gavin jujur.

"Kenapa kakaknya Ratu harus dipukulin?" tanya Candra sedikit kepo, mungkin banyak karena dia akan bertanya lagi nanti.

"Alana"

"Ohh" Candra beroh ria, dia mengerti ketika Gavin menyebut nama 'Alana' sebelum Candra mengeluarkan diri dari perkumpulan itu Candra sudah tahu permasahan yang menyangkut Alana.

"Lo nggak mau kayak gue? Keluar dari perkumpulan itu"

Ratu Kepo (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang