Challenge and Accepted

100 14 3
                                    

Ferdian POV 

Gadis itu menarik

itulah yang 'fakta kecil' yang kudapat dari kejadian semalam. Dia dengan datar....atau dengan cueknya membela adikku dan melawanku. Meski pun dia tidak mengeluarkan kemampuan maksimalnya namun refleks nya juga luar biasa. 

Aku heran mengapa dia menyembunyikan kemampuannya itu, mungkin saja kalau dia tidak menyembunyikan atau bisa dibilang sungguh-sungguh dia sudah masuk ke kelas A. 

"Woy Ferdian," kata seorang pria berambut cokelat sambil membawa berkas untuk ditanda tangani. "Oh? Abern." gumamku datar. "Gue denger kejadian semalam," katanya membuka pembicaraan. "Athena sama Lo berantem?" 

"Technically bukan berantem juga sih," jawabku santai. "So... Lo mau ketemu sama dia? Tinggal lewatin koridor kelas 1 terus nemu deh kelas 1-D abis itu panggil namanya "Athena." seperti biasa. Gimana advice gue Bern?"

"Nggak bisa! Gue masih belum siap! Kalau sampai----" perkataan Abern terpotong olehku. "Abern, di sini yang cuma tahu 'rahasia kecil'  Lo itu Gue. Atau jangan-jangan, Lo mau gue menjamin Athena?" tebakku lagi. 

"Gue udah berutang banyak sama Lo Fer..." gumamnya lirih. "Sans, di masa lalu Lo juga udah banyak membantu gue. Gimana kalau ini gue anggap sebagai balas budi gue ke Lo?" Abern terkejut mendengar perkataanku. 

"Up to you deh," katanya. "Athena itu susah dibujuk lho, yang bisa ngebujuk mungkin Lo doang. Meski pun kemungkinannya 25%." 

"Dan gue bisa membawa kemungkinan 75% nya itu. trust me." Aku menyeringai. "Athena susah dibujuk kan? Gue punya 1001 rencana."  


Normal POV

"Athena!" Seru Azalea sambil berlari mengejarku. Aku menghentikan jalanku dan menoleh kearahnya.

"Ya?"

"Tungguin Gue!" Tambahnya. "Lo bilang harusnya kalau mau jalbar sama Gue." Kataku.

"Sorry, lupa," ujarnya.

'Itu bukan alasan tau,' batinku. "By the way makasih yang kemarin," katanya. "Ya sama-sama." Balasku sambil melahap roti coklat yang aku beli dari kantin. "Sumpah Na, gimana caranya Lo bisa ngehindarin semua serangan dari kakak Gue?" Tanya Lea (panggilan singkat dari Azalea)

"Itu refleks," jawabku. "Gerakan secara refleks, pakai naluri."

"Impossible," gumam Lea. "Nggak mungkin itu gerakan refleks, Gue yakin Lo pernah ikut semacam aliran martial arts kan?" Tanyanya. Aku menggeleng. "Nggak pernah."

Azalea menghela nafas, "Hhhh Gue terima jawaban Lo untuk saat ini."

"Lo mirip banget sama Kakak Lo." Ujarku. "Hah? Mirip apanya? Secara intelligent kita beda banget. Kakak gue pinter, kelas A pula. Sedangkan Gue?"

"Bukan itu," kataku. "Cara Lo berdua jawab mirip."

Lea terdiam, "Tumben Lo ngomul Lea," kataku. Kulihat wajah Lea memerah, "E-emangnya kenapa?" Tanyanya terbata-bata.

"Gue tau Lo kesepian," ujarku. "Kalau Lo kesepian Lo tinggal gabung aja ngobrol sama yang lain."

"Gimana kalau Lo Na? Lo juga terrible dalam berkomunikasi kan?"

"Gue sih bisa ngatasin itu, yang paling penting Lo nya sekarang." Kataku. Lea diam kemudian menenguk susu cokelatnya.

"Gue lebih suka sendirian daripada gabung sama yang lain, udah gue bilang itu wasting time."

DIGNITY Where stories live. Discover now