28 | Wonderland

1.2K 238 34
                                    

Harga tiket masuk untuk memasuki Magical Ice Kingdom sebesar 7.00 poundsterling atau sekitar 140.000 rupiah dan itu mahal sekali. Aku sempat menolak karena aku baru ingat uang sakuku masih dipegang Annika, akan tetapi Andrew bilang biar dia yang membayarnya.

Namun, 140.000 itu nominal yang terlalu besar hanya untuk satu wahana. Setidaknya itu menurut pandanganku. Mungkin ini juga diakibatkan oleh nilai tukar poundsterling ke rupiah yang sangat jauh.

Dalam antrean, aku memberitahu Andrew perihal itu semua dan ia malah bilang, "Kalau kau merasa tidak enak, kau bisa menggantinya setelah bertemu Annika." Dan ia sudah keburu membayarnya ke loket yang sudah berada di depan mata kami.

Apa boleh buat? Pada akhirnya kami memasuki Magical Ice Kingdom. Baru sekitar dua langkah dari pintu masuk yang megah bak istana es milik Elsa, aku langsung merasakan hawa dingin yang menusuk hingga tulang. "Berapa suhu di sini?" Aku berbisik pada lelaki yang membawaku ke kulkas raksasa ini.

"Minus delapan derajat celcius," jawab Andrew seolah ia sudah menyiapkan jawabannya dan telah hapal di luar kepala. Ia menggiringku memasuki istana es ini semakin dalam.

Minus delapan derajat? Aku hampir mati mendengarnya.

Sebuah patung kuda dan prajuritnya menyambut kami. Dalam keadaan menggigil, aku masih bisa mengungkapkan rasa kagumku meski hanya dalam sebuah gumaman seperti, "Wah!". Dan yang lebih keren lagi adalah mulutku yang mengeluarkan asap seperti di film-film.

Di tengah ruangan, terdapat sebuah patung es naga dengan ukuran tubuh lumayan besar. Naga itu seperti baru saja dikutuk sehingga membeku. Sayapnya mengepak di udara dengan eloknya di udara. Matanya menyala seolah naga itu benar-benar hidup dan siap menyerangmu kapan pun yang ia mau.

Dan seperti namanya, Magical Ice Kingdom, suasana di dalam sini memang seperti di sebuah kerajaan es. Banyak patung-patung kuda, prajurit kerajaan, bahkan ada juga dua kursi yang mirip seperti kursi seorang raja di sebuah kerajaan. Semuanya tentu saja terbuat dari es.

Untuk sesaat, aku mengingat tempat buah-buahan seperti semangka dan melon, yang terbuat dari es dan diukir sedemikian rupa saat menghadiri acara resepsi pernikahan di Indonesia. Es itu tak bertahan lama karena meleleh di tengah suhu panas di Indonesia, berbeda dengan yang ada di sini. Hyde Park pasti kebanjiran apabila es-es di Magical Ice Kingdom meleleh.

"Mau kuambilkan foto?" tawar Andrew saat aku memerhatikan dua gadis yang berfoto di kursi raja itu.

Tawaran yang kuakui cukup menggiurkan karena aku juga ingin merasakan duduk di atas kursi yang terbuat dari es. Tapi aku malu. Entah mengapa aku merasa sangat malu apabila difoto oleh orang yang tidak terlalu kukenal atau bukan teman dekatku.

Terlebih orang itu adalah Andrew.

"Kaubawa ponsel, kan? Atau menggunakan ponselku?"

Aku menggelengkan kepala sambil menggigit bibir. "Tidak perlu, terima kasih."

"Kau serius?"

Aku mengangguk mantap. Aku bukan tipikal orang yang hobi difoto, sih. Foto memang dapat mengulang kembali kenangan kita, tetapi memori ingatan di kepala seorang manusia jauh lebih baik dari memori kemera. Aku hanya memotret beberapa bagian dari Magical Ice Kingdom yang menurutku keren dan memiliki wow factor. Selebihnya, aku hanya melihat-lihat dan menyimpannya dalam ingatanku.

Kemudian, Andrew melanjutkan tur keliling istana es ini dan kami berdua tidak saling bicara. Mendadak ini semua terasa aneh bagiku. Beberapa waktu yang lalu pasca kematian Dave, sikap Andrew padaku benar-benar asing. Baik aku, maupun dia, tidak ada yang memulai percakapan atau bahkan tidak saling menyapa. Seperti tidak kenal satu sama lain.

Journal: The SeasonsWhere stories live. Discover now