9

26.6K 3.3K 231
                                    

Sasa melangkah dengan cepat melewati lorong rumah sakit menuju salah satu ruangan di paviliun. Dia nggak menyangka ayahnya bakal kolaps. Memang sih usia pria itu sudah sepuh. Seumuran dengan negara Indonesia. Wajar kalau banyak penyakit yang menghampiri. Apalagi ayahnya itu tidak bisa lepas dari cerutu walaupun sudah tahu bahaya rokok. Meskipun Sasa jengkel pada ayahnya, tetap saja dia menyayangi lelaki tua itu.

Sasa berhenti di depan paviliun nomor 305. Dia mengetuk pintu dan dipersilahkan masuk. Ayahnya terbaring di ats ranjang dengan infus yang terpasang di lengan kirinya. Kakaknya, Prof Sarwono duduk ditepi ranjang. Pria itu hanya mengangguk ketika melihat kemunculan Sasa.

Sasa memandangi bedside monitor yang terpasang di samping ranjang. Syukurlah vital sign-nya normal. Sepertinya masa kritisnya sudah lewat ya.

"Sasa," panggil Prof Sumarto lemah sembari terbatuk-batuk.

"Ya, Ayah," senyum Sasa canggung. Ini adalah pertemuan mereka secara langsung setelah dia kabur dari rumah sepuluh tahun yang lalu. Rasanya sedikit canggung tentu saja.

"Akhirnya, Ayah bisa melihat wajahmu sebelum ayah mati."

Rasa bersalah merayapi hati Sasa. Sepertinya selama ini dia sudah terlalu sombong. Kalau ayahnya tidak sakit begini apakah dia akan pulang ke rumah? Sasa malah bertepuk tangan karena merasa hebat karena bisa bertahan hidup setelah dia keluar dari keluarga Prawirohardjo.

"Ayah. Ayah jangan bicara begitu. Ayah pasti segera sehat," kata Prof Sarwono sembari membenarkan letak selimut.

"Semua yang hidup pasti akan mati, Won. Hanya waktunya saja yang kita tidak tahu kapan," ucap Prof Sumarto. Pria itu memandangi putri bungsunya dengan mata yang berkaca-kaca.

"Sa, Ayah ingin melihat kamu menikah. Apa kamu sudah punya calon?"

Sasa mengerutkan kening. Menikah? Sasa sudah kehilangan minat untuk menikah sejak mantan pacarnya berselingkuh bahkan menghamili wanita lain. Mendengar keluh kesah dari Tiara  tentang suami dan anaknya juga bikin jengkel. Pernikahan itu hanya menambah masalah. Dia baik-baik saja walaupun belum menikah. Ini kebahagiaan yang sejati. Bebas melalukan apa saja yang dia suka. Berteman dengan siapa saja. I'm single and very happy deh pokoknya. Kenapa si ayah ini tiba-tiba jadi bahas soal pernikahan? Sasa jelas curiga dong.

Sasa melirik lagi tanda-tanda vital ayahnya. Dia melihat mata ayah dan kakaknya yang bergetak-gerak melirik ke arah kanan. Sial! Ini drama kan! Dia dikibuli. Mereka ini nggak tahu apa kalau Sasa ini polisi? Di SIPSS dulu dia ajari cara menginterogasi tersangka dan menilai kebohongan sampai dia muak. Bisa-bisa dua orang ini meremehkan dia! Namun Sasa hanya tersenyum saja. Mari ikuti saja permainannya.

"Sayangnya belum," ucap Sasa.

"Apa kamu tidak ada keinginan untuk menikah, Nduk. Tugas Ayah ini sebagai orang tua belum selesai kalah kamu belum menikah," lirih Prof Sumarto.

"Hm ... gimana ya? Kalau ada calon yang baik, mungkin aku tertarik," jawab Sasa.

"Oh, sebentar lagi Ayah akan mengenalmu pada calon terbaik," ucap Prof Sumarto penuh semangat. Sementara Prof Sarwono dari tadi hanya menunduk saja dan menghindari tatapan Sasa.

Sasa nggak habis pikir deh. Kalau ayahnya yang aneh itu sih masuk akal aja main sinetron begini. Tapi masak sih kakaknya yang rasional ini ikutan juga. Padahal jelas-jelas orang itu nggak pandai berbohong. Ah, drama yang murahan sekali.

"Siapa?" tanya Sasa sok penasaran. Orang gila mana sih yang mau dijodohkan sama cewek pecinta belatung kayak dia? Kasihan juga orang itu.

Terdengar ketukan dari pintu. "Oh, sepertinya itu dia," kata Prof Sumarto antusias. Sepertinya jadi agak lupa sama akting orang sakitnya.

Prof Sarwono menggumamkan kata masuk. Pintu pun terbuka dan sesosok pria berjas hitam dengan keringat bercucuran dan napas terengah muncul dari sana. Netra Sasa melebar melihat pria itu. Itu kan lelaki yang baru saja ditemuinya beberapa jam yang lalu. Edwin Candra.

***

Dari kemarin mau update tapi mager hahahah. Ya udin ilang satu lagi nyawaku. Wkwkwk. Semoga aku bertahan sampai 21 hari ke depan.

Btw, share sedikit tentang vital sign atau tanda-tanda vital ya. Ini adalah parameter untuk menilai kondisi pasien secara umum. Ada 4 indikator yang dinilai yaitu:

1. Tekanan darah. Normalnya untuk tekanan sistole adalah 100-140 mmHg. Untuk diastole adalah 60-90. Sistole adalah tekanan darah saat darah dipompa dari jantung ke seluruh tubuh, sebaliknya diastole adalah tekanan darah ketika darah masuk dari seluruh tubuh ke jantung.

2. Respiratory rate. Atau rata-rata pernapasan saat menarik dan menghembuskannya dalam 1 menit. Normalnya 12-20  kali permenit. Lebih dari 20 kali itu tanda bahwa pasien sesak. Kalah kurang dari 12 tanda bahwa dia apnea (tidak bernapas).

3. Suhu tubuh. Normalnya 36.5-37.5 derajat Celsius.

4. Denyut nadi. Normalnya 60-80 untuk orang dewasa.

Bedside monitor adalah monitor yang biasa dipasang di pasien ruang ICU selain 4 indikator di atas biasanya ada ada tambahan

5. EKG (elektro kardio graf) itu loh yang bentuknya kayak sandi rumput. Biasanya klo di film-film berubah jadi garis lurus kalau pasiennya mati.

6. SPO2 atau saturasi oksigen yang dihitung dalam persen. Ini adalah indikator kadar oksigen dalam darah. Normalnya 95-100%.

Begini bentuknya.

Oh ya SIPSS adalah singkatan dari sekolah inspektur polisi sumber sarjana. Sasa ini dokter tapi dia juga polisi gaes. Dia kuliah dokter dulu sampai lulus forensik lalu masuk kepolisian. Lama pendidikannya 6 bulan.

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
CEO Versus Dokter (Republish) Where stories live. Discover now