19.

9.6K 538 0
                                    


Rembulan bersinar tatkala sang mentari kembali ke peraduannya, bersembunyi dan digantikan oleh gelapnya malam. Suara bunyi hewan malam bersautan, memenuhi indra pendengaran Oxy. Menjadi teman di keheningan malam yang mencekam. Dia sendiri tentu saja, setelah dengan seenak hati pria brengsek berstatus suaminya itu mencium paksa dirinya dan pergi entah kemana. Dan sialnya dia tergoda. Pria itu terlalu memabukan dan terlalu menggoda untuk di tolak.

Cangkir dalam genggamannya hanya terlihat ampas kopi, dia telah menghabiskan isinya setengah jam lalu. Dan membiarkan cangkir bertengger mengganggu di tangannya.
Entah lah, semenjak dirinya tinggal di apartemen ini, dia lebih sering menghabiskan malam hari atau jam-jam malas dengan berdiri di balkon kamar atau di pinggir jendela kaca kamar sehingga dia bisa melihat pemandangan kota yang ramai dan berpolusi itu.

drrt drrt drrt...

getaran suara ponsel membuatnya menoleh, mencari cari benda persegi dengan matanya. Hingga dilihatnya benda itu di atas ranjang putih, tergeletak minta di pegang karena getarannya. Diraihnya dengan segera ponsel berlogo buah apel tergigit itu. Tanpa membaca id caller nya dia langsung menjawab.

"Apa?"

Suara di seberang terkekeh, seolah kata 'apa' adalah kata paling lucu yabg pernah terucap dari bibirnya.
Oxy mendengus kemudian matanya menajam.

"Bisakah kau langsung berbicara tuan Fredeix. Kau membuang waktuku sialan!"

Well memang siapa lagi yang menelfon, hanya ada satu kontak di hp nya. Dan kalian bisa menebak siapa itu.

"Bersiap-siaplah bodyguardku akan mengantarkanmu pulang."

Suara Fire terdengar datar, ada rasa tak terima muncul dari ucapannya.
Tapi kening Oxy berkerut, otaknya terlalu lambat merespon.

"Pulang?"

Hening. Lalu deheman Fire terdengar sepersekian detik setelahnya.

"Ya. Ke rumah orang tua angkatmu, dan hanya berkunjung."

"Tunggu... itu bukan pulang sialan!!"

Fire lagi-lagi terkekeh, dan Oxy memelototkan matanya harap-harap pria brengsek itu bisa melihat bagaimana kesalnya ia.

"Memang bukan pulang, hanya berkunjung karena mungkin orang tua angkatmu itu khawatir."

Tiba-tiba sebuah ide terlintas di benaknya.

"Bagaimana kalau aku melaporkan semua yang terjadi pada mereka."

"Well, silahkan saja. Tapi mungkin aku akan pulang terlebih dahulu kemudian aku akan memasukimu dengan so hard dan membuatmu hamil. Dan tada.... orang tuamu akan kecewa, kau hamil dan menikah tapi kau tidak memberitahu mereka. Lalu aku akan mengatakan bahwa kau yang meminta padaku untuk merahasiakan ini dari mereka. Boomm... selesai. Bagaimana? Heum?"

Oxy menggeram, pria brengsek ini benar-benar membuat kesabarannya menipis sampai di level terendah.

"Kau gila!!"

Ya memang pria yang bertelepon dengannya ini positif gila dan memang harus segera mendapat penanganan khusus dari yang berwajib.

"Ikuti perintahku love, atau aku akan melakukan hal yang selama ini tak pernah kau bayangkan."

Oxy menelan ludah dengan susah payah, suara Fire yang sexy dan menggoda itu terlalu menakutkan jika sedang mengancam.

tut tut tut...

Sambungan terputus.

∆∆∆

Oxy menarik-narik dress-nya gugup. Di hadapannya pintu berukiran jati berdiri dengan kokoh, mengejeknya keras-keras ketika dia tak sanggup bahkan hanya untuk mengetuk.
Lima menit sudah dia berdiri tanpa berniat 'memukul' pintu dihadapannya. Ini bahkan lebih sulit dari kembali kemarin ,saat dirinya baru datang dari Amerika.
Beberapa waktu lalu dia diantar oleh bodyguard Fire menuju rumah ini, dan sekarang entah kemana para bodyguard sialan itu. Bos dan bodyguard yang sama-sama sialan.

Akhirnya dengan nekat,

tok tok tok

tiga kali, Oxy mengetuk pintu itu tiga kali. Dan dengan tangan gemetar dan lengket karena berkeringat.
Tak lama pintu bergerak, berderit terbuka dan menampakan wajah yang sama saat dia baru kembali dari US.

"Oxy?!?!"

"Bibi Renata."

Syukurlah dia bisa bersuara, dia pikir dia akan bisu saat bertemu orangtua angkatnya. Dan setelah ini apa?.

∆∆∆

Hangat seperti biasa, tidak ada yang aneh. Makan malam yang biasa, hanya mungkin tanpa Tera yang katanya sedang melakukan perjalanan ke luar negeri demi bisnis. Persetan dengan Tera. Masalahnya sekarang adalah bagaimana kedua orang tua angkatnya bersikap biasa saja saat mengetahui dia pindah ke apartemen perusahaan.
Dan bukannya dia belum pamit atau meminta ijin?
Dan saat ditanya, pamannya menjawab dengan santai bahwa itu malah hal yang bagus dan pamannya tak khawatir karena merasa dirinya sudah dewasa. Sedikit lega memang, tapi agak terasa janggal.

"Jadi apakah apartemennya bagus?" bibinya bertanya.

"Bagus. Aku menyukainya.",

Oxy hanya menjawab seadanya, takut jika dia menjawab terlalu banyak dia akan tersedak karena tak mampu menahan bagaimana lagi dia berbohong.

"Syukurlah, kami mendengar dari Tera tentang kau yang di pindah ke apartemen perusahaan. Awalnya kami terkejut tapi Tera bilang itu biasa jika mendadak." pamannya berkata bijak. Mungkin jika Oxy dalam keadaan santai dia akan menyeletuk berkata bahwa pamannya sudah pantas menjadi tetua dalam masyarakat. Tapi dirinya terlalu pusing karena kebohongan yang ada.

"Emm.. memang itu mendadak dan akhir-akhir ini aku sangat sibuk sampai tak mampu menghubungi kalian. Maaf."

"Tak apa, kami maklum.Dan aku yakin kamu pasti ada pekerjaan kan sehingga kamu gelisah sedari tadi?"

Oxy mendongak dari piringnya, menatap pamannya atau ayah angkatnya. Kebiasaan memanggilnya paman sedari kecil susah di hilangkan memang. Lidahnya sudah terlaku kaku untuk mengucap kata ayah, ibu, dan orang tua.

"Emm sebenarnya ya. Aku ada pekerjaan."

"Selesaikan makanmu dulu dan setelah itu kau bisa menyelesaikan pekerjaanmu."

Senyuman pria tua itu membuatnya tersenyum miris. Dia berbohong.

∆∆∆

"Jadi? siapa dia?"

Suara bariton terdengar menggema sampai sudut-sudut ruangan yang serasa mencekam. Suaranya yang tajam dan menusuk mampu membuat nyali siapa saja menciut.
Pria berjas hitam dengan pakaian serba necis dan mahal menyilangkan kakinya di atas meja kaca di depannya.

Sedangkan pria lain tengah berdiri berhadapan sambil menunduk, menghormati lawan bicaranya.

"Dari informasi yang saya terima, perempuan itu sering bersama tuan Fire."

Si pria necis mengerutkan kening, kemudian melipat tangannya di perut.

"Cari informasi lebih, siapa tahu perempuan itu berguna bagi kita."

"Baik tuan."

Si bawahan membungkuk rendah lalu berlalu. Sementara si pria necis masih tinggal dalam ruangan. Terdiam dan berfikir.

"Akan kubuat kehancuranmu sesegera mungkin Fire."

Pria itu menyeringai keji dan kemudian meraih gelas berisi cairan bening di dekatnya.
Sambil tersenyum misterius pria itu meminum minumannya.

∆∆∆

oxygenicaddict.
Sorry for typo

Let Me In (OPEN PO)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang