BSC>17

12.1K 2K 91
                                    

Prilly menarik napasnya dalam-dalam, memejamkan matanya lalu menghembuskannya perlahan. Legakah?

Ali berlalu meninggalkan jejak debaran yang tak berhenti hingga Prilly harus menarik dan menghembuskan napasnya berulangkali.

"Ya mamaaa... hampir sajaa..." Prilly mengeluh resah, "kalau dia kakak bagaimana mungkin debaran dijantungku seperti ini?"

Prilly menutup sebagian wajahnya dengan telapak tangannya. Tak habis pikir. Kenapa bisa ada degup lain setiap kali beradu tatap dengan bos angkuh itu? Apalagi saat tubuh kian tak berjarak. Pertanda apakah? Warningkah? Agar tak boleh dekat, Karna mereka sedarah? Lagi-lagi Prilly menarik napas dan nenghembuskannya.

Prilly masih yakin yang memiliki kalung yang sama adalah saudara yang ia cari selama ini. Kebetulan sekali kalau ditemukan tanpa alasan. Pasti Kakek Amar sengaja mengecoh mereka agar tak bisa mengungkap kejahatannya. Dari awal, Prilly sudah curiga pada kakek Amar. Yang ia simpulkan dari cerita ibunya, ada pengadu domba diantara keluarganya dan Abu Daud, lalu semua kisah mengarah pada kakek Amar. Dan terbukti, kalung mirip dengan kalungnya sekarang berada ditangan Ali. Itulah sebabnya Prilly masih percaya kalung itu berada ditangan yang seharusnya memilikinya.

"Aduhh mamaaa, kepalaku jadi pusingg...!"

Prilly kembali mengeluh. Merasa tak mengerti kenapa rasanya ada yang beda saat menatapnya? Kalau Ali adalah kakaknya harusnya perasaannya bagaimana? Kenapa teringat tatapan mata dalam jarak yang begitu dekat dadanya demikian berdebar?

Prilly mengangkat punggungnya dari Sofa. Saat Ali melepaskan tubuhnya, pria tersebut berlalu tanpa kata dan hanya meninggalkan debaran. Menapakkan kaki kelantai, kakinya semakin terasa dingin. Terlihat diujung kakinya washlap yang tadi terlepas saat Ali menarik tangan dan menekan punggungnya. Prilly menunduk mengambil washlap itu saat telpon genggamnya yang berada diatas meja bergetar dan berbunyi.

Ddrrrttt.... Ddrrrttt.... Ddrrrttt....

Samuel calling

"Sam?"

Prilly memandang layar ponselnya lalu menggeser layarnya yang tertera nama Sam sebagai penelpon dengan jari untuk menerimanya.

"Ya Sam?"

"Gimana makan malamnya, aman?"

"Am... aman kok aman... " Prilly berkata setelah tadinya agak ragu menjawab.

Makan malam bisa dikatakan lancar, sedikit kejutan karna Ali menunjukkan kebolehan yang tak disangkanya.  Sebenarnya tidak bisa dikatakan aman. Karna mereka dihadang pria tak dikenal dan tak tahu apa tujuannya menyerangnya dan Ali. Untung saja, ilmu bela diri yang dikuasai dan seakan memiliki insting yang kuat dapat menyelamatkan mereka. Sebagai gadis yang berjuang sendirian ia merasa perlu memiliki ilmu bela diri untuk menjaga dirinya. Ia tak bisa bergantung pada siapa-siapa kecuali pada dirinya sendiri. Itulah sebabnya Prilly tak takut pada apapun dan siapapun. Yang ia pikirkan pesan ibunya, mencari saudaranya yang dibawa paksa entah siapa dan dengan alasan apa dia dibawa. Yang ia tahu ibunya pernah bilang, "temukan dimana saudaramu, yang membawanya pasti tahu sejarah hidupnya!"

"Syukurlah kalau aman, perasaanku nggak enak aja..."

"Kok bisa nggak enak Sam? Aku nggak papa kok bisa jaga diri aku... "

"Aku tahu kamu bisa jaga diri kamu sendiri, nggak berharap dia bisa jaga kamu!"

"Dia? Ali?"

"Siapa lagi?"

"Memangnya dia kenapa?"

"Pria nggak gentle begitu mana mungkin bisa jaga cewek apalagi anak buah yang tiap hari dibentak-bentak sama dia!"

Bukan Salah CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang