Belajar Terbuka

3.8K 550 39
                                    

Di kafe Khatulistiwa Bros yang dimiliki oleh kami Khatulistiwa bersaudara, aku bersibuk diri menjalankan tugas sebagai F&B Manager. Dari balik meja counter, aku memastikan barista menjalankan tugasnya dengan baik. Sebagaimana pula petugas kasir, dan cake & bakery staf.

Aku juga tak sungkan melakukan tugas mereka disaat mulai keteteran akibat banyaknya pengunjung. Terutama di jam makan siang seperti ini. Aku juga tak segan berlari ke dapur, membantu tugas chef di sana.

Kadang ada kalanya, aku ingin melakukan semuanya sendiri. Hal ini yang sering diingatkan saudara-saudaraku.

"Jangan jadi one man show-lah. Jangan sok perfectionist juga. Lo tuh leader di departemen F&B. Jadi leader itu berarti lo harus rela mendelegasikan sejumlah pekerjaan sama staf. Buat apa coba kita hired mereka kalau cuma makan gaji buta," kata Mas Asa, di setiap kesempatan salah satu kakak seayahku itu melihat kalau aku bersibuk diri mengerjakan tugas-tugas para staf.

Perkataan yang kurang lebih sama, kerap pula dilontarkan oleh saudaraku lainnya.

Suara lonceng pintu terdengar pertanda pintu masuk ke kafe dibuka dari luar. Sedetik kemudian tampak Jagad datang berpegangan tangan dengan Gemintang dengan wajah berseri.

"Hei, Bro... rame ya?" tanyanya santai setelah mendekati meja counter kafe.

Aku memutar bola mata dengan malas.

"Nih udah jam makan siang. Orang kantoran sekitaran sini lagi pada istirahat. Ya iyalah rame. Nah lo Bang, jam segini baru datang."

Gemintang tersipu malu mendengar sindiranku. Sementara Jagad terkekeh sambil melambaikan satu tangannya ke atas.

"Santai aja gue mah. Buku-buku sudah berderet rapi di raknya. Kalau ada yang beli, tinggal ambil terus bayar di meja kasir. Kalau pesanan online, gue bisa kerjain sekarang. Tinggal klik-klik, nunggu proses shipping. Kalau dah sampe, ntar gue kemas dan kirim via ekspedisi ke alamat customer. Simple," ucapnya santai.

Aku menggeleng meski tak mampu menemukan kata untuk melawan kalimatnya.

Mau bagaimana lagi? Perkataannya itu memang benar.

Suara lonceng.

Pintu kafe dibuka lagi dari luar. Kali ini, tampak Bang Badai masuk sambil menggendong Cinta. Kak Bulan terlihat mendampinginya.

Cinta. Meski sudah berusia hampir 5 tahun, masih sering terlihat digendong oleh kakak tertua kami. Kadang aku merasa Bang Badai terlampau memanjakannya. Tapi masuk akal sih....

Kakak seayahku itu baru mengetahui keberadaan Cinta saat keponakanku itu sudah berusia tiga tahunan. Itu pun, kondisi putrinya tidak baik. Mengidap penyakit leukemia. Bahkan sempat memburuk. Syukurnya hal itu bisa terlewati. Saat ini, keponakanku itu sedang menjalani masa remisi. Semoga saja, tidak pernah mengalami relaps.

"Bang," kataku sesaat setelah Bang Badai dan keluarganya mendekat.

Bang Badai menaikkan dagunya ke arahku sebagai isyarat kata, "Hei."

"Halo Cinta," sapaku sambil tersenyum.

"Halo Om Sam, halo Om Jagad, halo Tante Gemi," ucapnya sambil terus melingkarkan tangannya di leher Bang Badai.

"Halo sayang, lagi libur ya sekolahnya?" tanya Gemi.

Cinta mengangguk. "Um-huhh... lagi libur akunyaaa... sekolahkan kalau Sabtuuuu umm... Mingguuuu... li-burrrr... iya kan, Ma?" katanya polos sambil menolehkan wajah ke Kak Bulan.

"Iyaaa.... lagi off Gemi?" tanya Kak Bulan.

"Enggak sih. Aku kena shif malam, Kak," terang Gemintang.

Samudra #3 Unstoppable Love SeriesWhere stories live. Discover now