SEVEN

1.1K 216 53
                                    

Jalanan kota yang ramai.

Lampu lalu lintas yang tengah menyala merah.

Kaki melangkah melewati zebra cross.

Langit biru yang menumpahkan kristal es.

Syal hitam dieratkan, kedua tangan dimasukan kedalam kantong coat abu-abu.

Kepala Kuroo mendongak menatap papan bilboard pada salah satu gedung di hadapannya

Kaki berhenti di atas trotoar jalan, pemuda itu baru saja merasakan getaran yang berasal dari ponselnya.

Ponsel pada salah satu kantong coat pun dikeluarkan, sebuah panggilan masuk dari teman lama.

Diangkatnya panggilan internasional tersebut

"HEY Bro!" suara panik temannya menyapa indra pendengaran Kuroo.

"Ada apa?"

"Kau sudah lihat berita?"

"Belum, ada apa?"

"Lihatlah sekarang!"

Trek

Panggilan telepon dimatikan sepihak, Kuroo mengangkat alis kebingungan. Bokuto memang selalu tidak jelas, tetapi sepertinya kali ini ucapan pria itu terdengar serius.

Mengikuti saran Bokuto, akhirnya Kuroo membuka salah satu aplikasi berita lokal pada ponselnya.

Netra hazel menangkap sebuah artikel berita yang masuk deretan teratas.

"Kecelakaan pesawat?"

"Dari London ke Jepang?"

Artikel tersebut dibuka, dibaca sebentar. Entah kenapa perasaan Kuroo menjadi tidak enak.

Mata membulat saat membaca salah satu daftar korban yang belum di temukan.

Salah satu korban adalah orang yang amat sangat di kenal oleh Kuroo.

Saingan, teman, maupun objek ledekan saat masih SMA.

Tubuh pemuda itu seketika membatu, beragam perasaat terkejut menghantuinya.

Tanpa diminta pikirannya tiba-tiba berlabuh pada nasib seorang wanita.

(Full Name).

.

.

.

.

***

.

.

.

.

.

.

Suara benturan cangkir teh dengan permukaan meja mengisi keheningan

Tubuh Kuroo tidak hentinya menegang, pemuda itu sama sekali tidak bisa merasa rileks

Manik mata merah yang sama, namun lebih kali ini lebih tajam.

Pria tua dihadapannya menghela napas panjang, "Maaf aku merepotkanmu."

Kuroo menggeleng, "Tidak sama sekali, harusnya saya yang meminta maaf, menantu Anda kembali mengamuk karena saya."

"Tidak usah merasa bersalah, aku tau hal seperti itu memang sudah biasa terjadi," balas Masaomi Akashi.

"Terima kasih telah mau menjaga (Name)," Pria itu tersenyum kecil. Jarang sekali melihat Masaomi tersenyum.

Kuroo agak tertegun, dugaannya mengenai mertua (Name) sungguh diluar bayangan. Masaomi terlihat lebih ramah dan baik hati.

"Apa Kau berpikir aku telah membuang menantuku?" Tiba-tiba Masaomi melontarkan sebuah pertanyaan yang membuat Kuroo hampir tersedak teh.

Kuroo berdehem pelan, "Tidak juga, justru keputusan yang tepat sekali membuat (Name) tinggal dan beristirahat didesa," tuturnya.

"Semua orang selalu berpikir bahwa aku membuangnya karena terlalu malu memiliki seorang menantu yang gila," Kali ini Masaomi tersenyum miris.Tidak mudah baginya saat harus kehilangan Putra dan cucu disaat bersamaan, ditambah lagi dengan kondisi menantunya saat ini.

"Tidak perlu mendengarkan omongan orang lain," Kuroo memaksa untuk tersenyum, sulit menerima kenyataan mengenai kondisi (Name) saat ini.

Tidak hanya dia, semua orang sulit menerimanya.

Kuroo selalu berjanji, bahwa sebagai seorang dokter ia pasti akan berusaha keras menyembuhkan (Name).

"Hubungi aku jika Kau memerlukan sesuatu," Masaomi menyodorkan sebuah kartu nama--yang dengan sedang hati diterima oleh sang dokter.

"Terima kasih."

.

.

.

.

.

[To be Continued]

HOPE ❄️ || Kuroo TetsurouWhere stories live. Discover now