17. Puisi

131 59 11
                                    

Serentak, dua orang gadis itu muncul bersamaan di depan pagar yang terkunci. Gelisah jelas tergambar di wajah mereka kini. Namun, hanya pasrah yang bisa mereka terima.

"GAK HABIS PIKIR. DI HARI TERAKHIR KALIAN BERDUA MOS. TAPI MALAH TERLAMBAT." Teriak seorang senior di depan mereka.

"TETAP LAKUKAN SEPERTI INI SELAMA LIMA JAM." Titahnya yang meminta kedua orang itu duduk di hadapan tiang bendera sambil mengangkat kedua tangan ke atas.

Bukannya takut, justru saat senior itu pergi, mereka berdua tertawa. Yap, hukumannya tidak terlalu berat. Berbeda pikiran mereka sejak awal.

"Deara Lili Nabilah. Itu nama gue. Nama lo siapa?"

"Bianka Kinara Senja." Jawab gadis dengan kuncir kuda.

"Bia, lo mau kabur gak? Dari pada dihukum kayak gini jadi bahan tontonan aja." Ucap gadis rambut panjang itu yang menoleh ke sisi kananya.

Bia menggelengkan kepalanya, "gue gak mau nambah masalah lagi, De." Katanya menjelaskan. "Oh iya..." gadis itu mengeluarkan sesuatu dari kantung bajunya. "Ah..hancur." gumamnya saat mengeluarkan sebuah kertas dengan bentuk unik. Bia lantas memperbaiki dulu kertas itu sebelum diberikan pada Dea, "buat elo."

Dea menurunkan tangannya dan menerima origami berbentuk burung kertas.

"Di dalamnya ada tulisan gue. Tapi ntar aja elo buka."

"Gue suka, Bia."

Dea hanya tersenyum kecil saat memperhatikan seorang gadis yang ada di dekat jendela dengan pandangan mata fokus ke papan tulis.

Ia sudah memutuskannya untuk pindah sekolah. Semula, berawal dari kekesalannya yang membuat Dea menyesal. Kini, ia hanya bisa memandangi gadis itu dari bawah pohon pinggir lapangan. Karena Dea gak bisa mengatakan selamat tinggal.

Lalu saat ia menoleh ke sisi kiri dimana gedung panjang dengan deretan kelas, nampak sosok Bara yang juga fokus menatap papan tulis. Melihat Bara, ia tau perasaan yang ada di hatinya, Dea akan menenggelamkannya hingga rasa itu takkan lagi menyakiti siapapun.

Ia akan terus mendukung Bara untuk bersama Bia. Meskipun sekarang, perpisahan terjadi, ia yakin perasaan di hati mereka akan kembali mekar.

Jadilah temen gue selamanya.

Dea melihat lagi tulisan itu diburung kertas yang diberikan Bia padanya saat awal perkenalan. Ia mendekat kertas itu. ada sebuah kerinduan yang hinggap dihatinya.

Gue gak tau apa gue pantes jadi temen elo, Bianka. Tapi, gue bener-bener mau jadi temen elo selamanya. Jaga diri elo baik-baik, Bian.

***

Untuk kali ini, Lora sengaja meminta Bia untuk menunggu di basecamp mereka yaitu atap. Kondisi Bia yang baru sembuh tidak memungkinkan untuk memesan makanan di kantin yang penuh sesak. Apalagi karena ada sesuatu yang harus Bia tau.

Dibandingkan cerita di kantin mending di atap. Sunyi dan sepi. hanya semilir angin yang akan menemani mereka. juga kenangan.

Namun, baru saja Bia akan menuju atap yang berada di gedung depan lapangan, suara keriuhan datang dari para murid jurusan akuntansi yang nampak berlari ke depan.

Ia penasaran. Lora lantas berjalan cepat menuju koridor jurusannya untuk menuju bagian depan gedung akuntansi.

"Mading?" herannya melihat kerumunan orang-orang di depan mading.

Lora lantas teringat dengan seleksi olimpiade itu. Dengan cepat, ia menjadi bagian dari kerumunan itu hanya untuk melihat hasil ujian murid jurusan akuntansi.

FeelingWhere stories live. Discover now