TIRI-DUA

5.8K 348 82
                                    


Percayalah.
Jodohmu sudah ada.
Tinggal bagaimana usahamu meraihnya.

Ricka segera berdiri begitu melihat situasi bus sedikit lengang karena penumpang yang turun di halte sebelumnya. Kondektur masih menyerukan Malioboro untuk memberitahu penumpang lain yang belum turun karena menunggu sepinya bus. Dengan alasan tidak mau berdesakan keluar bus.

Ricka membenahi tas dan ponsel yang sempat ia gunakan. Ia berdiri, seketika Dwi ikut berdiri.

"Permisi, Mas," kata Ricka.

Dwi yang masih asyik berpikir tentang keanehan Ricka segera menyingkir. Ia berdiri di samping jok penumpang di depannya. Ricka bergegas keluar begitu Dwi memberikannya jalan. Dwi yang masih berkutat dengan pikirannya, ia tidak menyadari jika Ricka sendiri sudah jalan berdesakan untuk keluar bus dengan penumpang lain yang ingin memasuki bus.

Dwi tersentak bangun dari lamunannya begitu ada seorang penumpang tidak sengaja menyenggol tangannya saat berjalan keluar dari bus melewatinya. Ia bergegas melangkah menuruni tangga bus dari depan. Untung bus belum berangkat. Ia melihat ke samping kiri, Ricka juga turun dari bus lewat pintu lain. Setengah berlari, ia menghampiri Ricka. Dengan napas sedikit ngos-ngosan, ia mengulurkan tangan untuk menyentuh bahu wanita itu.

Ricka tersentak kaget dan segera menoleh merespon sentuhan tak terduga itu. Matanya membeliak kaget.

"Eh… Mas Dwi. Turun di sini juga?" tanya Ricka.

"Iya. Kamu belum jawab pertanyaanku tadi sebelum turun dari bus."

"Lhoh… Mas Dwi turun cuma mau tanya itu?"

"Nggak kok. Aku kerja di sana." Dwi menunjuk ke sebuah gedung berwarna cokelat krem. Ricka mengikuti arah yang ditunjuk Dwi, lalu mengangguk paham.

Dwi dan Ricka berjalan berdampingan menuju tempat kerja mereka.
Ricka yang ingat dengan perkataan Dwi, ia segera bertanya, "Oh… Pertanyaan yang mana, Mas? Maaf aku nggak denger tadi."

"Kamu pagi-pagi melamun. Ada apa?" ulang Dwi.

"Eh… Emang tadi Aku ngalamun ya, Mas?"

"Iya. Waktu di bus tadi sempat ngalamun. Ngelamunin apa?" Dwi melihat ke arah Ricka. "Apa lagi ada masalah?" lanjutnya.

"Nggak ada apa-apa kok, Mas."

"Katanya, dibalik nggak ada apa-apanya perempuan itu pasti ada apa-apa."

"Hahaha… Mas bisa aja. Tahu dari mana?"

"Ya, ada. Faktanya gitu kan?"

"Nggak juga kok, Mas."

"Hm… Gitu, ya?"

"Iya, Mas. Sudah dulu ya, Mas. Udah sampai. Tinggal nyeberang."

"De Lounge cafe and resto?"

"Iya, Mas. Mas kerja di sini kan? Amart Design."

"Iya. Ya sudah. Selamat bekerja ya. Sampai ketemu lagi nanti."

Ricka tersenyum menanggapi ucapan Dwi. Ricka menyeberang jalan begitu jalanan sedikit lengang. Sebelum memasuki restaurant Ricka sempat melemparkan senyum pada Dwi. Dwi yang melihatnya balas tersenyum dan segera melangkah masuk ke kantornya.

Begitu Dwi memasuki kantornya. Terlihat lima orang sedang duduk di depan komputer. Mereka adalah timnya dalam bekerja. Semua yang ada di sana adalah penyandang cacat. Sunaryo atau kerap dipanggil Aryo bekerja sebagai web programmer, ia menderita kelumpuhan kaki akibat kecelakaan waktu kecil. Suharyadi ---Yadi--- seorang web designer dan tuna rungu. Namun mampu membaca gerak bibir dengan baik. Siska Alovia ---Siska atau Via--- seorang tester. Ia tuna wicara, untuk berbicara dengannya menggunakan ponsel via messenger. Ada pula Wendi Jayastro ---Jaya--- seorang web master dan pengidap kaki kecil sebelah. Yang terakhir Adiyono, ---Dion--- ia bertugas menjadi asisten untuk mereka berlima. Hanya Dion yang sempurna fisiknya diantara mereka semua.

Till I Reach It [Complete] - RevisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang