| TWO |

5.2K 516 14
                                    

Stiker di pegangan kopernya terlihat seperti sebuah simbol kerja keras Hinata. Dia menganggapnya begitu. Kode MXP yang dicetak dalam barisan huruf kapital itu hanya sehelai stiker berwarna dasar putih yang ditempel petugas bandara Malpensa, Milan. Tak ada yang istimewa. Namun bagi Hinata, inilah simbol yang mengingatkannya bahwa perjalanan dan petualangannya di Milan adalah nyata. Bukan sebagian dari mimpi kisah dongeng yang hanya bisa hidup di ruang imajinasinya. Empat tahun, dan akhirnya ia telah pulang. Yah, sebenarnya Hinata sudah tiba di Jepang sejak dua minggu yang lalu. Dan kini sibuk dengan kepindahannya ke sebuah apartemen di area Sakuragaoka, Kota Tama, Tokyo Barat. Tenten membantunya, sebagai balasan karena Hinata menghadiahkannya tas biru muda rancangan desainer ternama favorit Tenten. Dia penggemar berat tas, mengoleksinya dan memperlakukan tas-tas sebagai anak-anaknya yang sempurna.

"Kau ingat cowok yang mau dikenalkan Neji padamu?" Tenten membuka kardus berisi perlengkapan makan Hinata. Ia mengulurkan tali plastiknya untuk diikat agar lebih ringkas, memasukkannya dalam kantung sampah besar berwarna hitam yang telah menunggu di dekat kakinya. "Aku melihatnya kemarin." Tenten tersenyum nakal. "Dia jauh lebih tampan dari mantanmu. Siapa namanya...? Aku lupa."

"Hanya itu?" Hinata sedikit terkesima. Tenten biasanya tak terlalu peduli pada laki-laki. Dia punya pandangannya sendiri soal asmara.

"Well... aku dengar dia cukup terpelajar. Dan sudah bekerja. Katanya dia direkrut perusahaan arsitektur terkenal."

"Kautahu dari mana?"

"Lee yang bilang padaku."

Itu dia! Lee. Jawaban dan alasan dari kesabaran Tenten melajang. Dia menunggu Lee menyadari perasaannya. Memilih untuk tak berhubungan serius dengan laki-laki dan hanya sesekali pergi kencan jika memang tak punya hal lain yang dia kerjakan di akhir pekan.

"Lalu bagaimana kabar Lee?" pancing Hinata.

"Oh, dia... baik, kurasa." Tenten pura-pura tak peduli. Dan dengan segera mengganti topik pembicaraannya, "Di mana kardus-kardus lain yang perlu kutelanjangi?"

Lee pernah mendeklarasikan cintanya pada perempuan lain. Membuat Tenten sakit hati. Dia mungkin tak pernah benar-benar menunjukkannya. Tapi kadang-kadang suaranya terdengar kesepian saat mengobrol dengan Hinata di telepon.

Hinata memaklumi temannya, menunjuk ke arah kardus-kardus yang hanya tersisa beberapa. Satu di antaranya berisi buku-buku sketsa Hinata dan setumpuk album foto. Ponsel Hinata berdering nyaring di ruangan tengah apartemennya yang penuh sesak dengan barang-barang berceceran. Butuh waktu sampai ia menemukan benda putih itu di balik tumpukan kardus kosong. Temari menunggunya di ujung saluran lain.

"Halo, Nee-san."

"Kau sudah selesai? Aku sudah sampai. Baru keluar dari lift."

"Hampir selesai," jawab Hinata.

"Aku bawa donat dan kopi."

"Oh, terima kasih banyak, Nee-san."

Pintu diketuk dari luar. "Siapa?" Tenten berubah waspada. Ia berdiri untuk menghampiri pintu, menemukan seorang perempuan berambut pirang sebahu sesaat setelah pintu diayun terbuka.

"Halo." Wanita itu melirik ke dalam melalui bahu Tenten, ke ruangan tengah di mana Hinata berdiri dan melambai ke arahnya. Temari menutup telepon, menyapa Tenten dengan senyuman dari bibir merahnya yang indah. Sepasang matanya mengesankan pribadi yang kuat. Tenten menyingkir setelah Hinata menghampiri keduanya dan mempersilahkan Temari masuk.

Hinata memperkenalkan Temari sebagai temannya dari Milan. Mereka sama-sama belajar di bawah bimbingan Kurenai, berbagi flat yang sama, dan pernah bekerja untuk desainer busana yang juga sama. Selama Milan Fashion Week, keduanya bahkan tinggal di studio yang sama karena terlalu sibuk untuk pulang. Beberapa minggu setelah pagelaran berakhir, Hinata memutuskan untuk melepaskan diri dari sang desainer karena rancangan sepatunya mulai berbeda haluan. Dia juga sangat merindukan rumah. Merasa telah cukup dengan kehidupannya yang selalu saja sibuk selama empat tahun terakhir. Keputusannya membawa Hinata kembali ke Tokyo, merencanakan untuk membangun sendiri dunianya dan mulai menyulam masa depannya. Dia berkonsultasi soal bisnis pada Hizashi, pamannya. Laki-laki Hyuuga itu terbiasa dengan urusan pendaftaran merek dagang dan hak cipta di keluarga Hyuuga. Pengacara top yang bisa diandalkan soal tetek bengek yang tak akan dimengerti Hiashi, kakak kembarnya. Ayah Hinata merupakan pemangku bisnis utama keluarga. Usaha yang telah berjalan turun-temurun dan menjadi hak Hiashi semenjak lahir. Seharusnya usaha toko panganan tradisional wagashi itu diserahkan pada Hinata, tapi putri sulungnya punya cita-citanya sendiri. Bisnis keluarga Hyuuga yang berkembang pesat itu kemudian merambah dunia pakaian tradisonal dan kelas-kelas kaligrafi juga kerajinan tangan. Dan semenjak satu dekade yang lalu, Hiashi juga merambah bisnis penjualan sake. Karena itu juga ia tetap tinggal di Kyoto, tempat semua usaha dan bisnisnya berada. Alasan yang sama menjadi landasan Hinata untuk membeli apartemen berukuran sedang di Tokyo. Di sinilah ia akan membangun dunia miliknya sendiri.

Darling YouOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz