2 #Kamu?#

34 5 4
                                    

"Walaupun keramaian ada di sekelilingku, tapi kesepian masih menyelimutiku".

***

Hari ini malam terakhir liburan usai idul fitri. Jajanan sudah mulai dimasukkan kembali ke dalam lemari dan hanya meninggalkan beberapa toples saja.

Keluarga Wijaya saat ini tengah sibuk untuk menyiapkan benda - benda yang dibutuhkan untuk menonton film.

Mereka memutuskan untuk menonton dirumah ketimbang ke bioskop yang sangat ramai.

Suara anak kecil berlarian, ibu - ibu bergosip dan bapak - bapak yang ikut berbincang membuat Brian mendengus pelan.

Ia mendongak, tapi keadaan masih tetap sama. Ia memutuskan untuk kembali ke kamar, karena ia yakin ini akan sangat membosankan.

Baru saja Brian menginjakkan kakinya di tangga, suara adiknya Brigita memanggilnya. "Kakak gak ikut nonton?". Suara halusnya membuat Brian menoleh.

"Kakak mau kekamar dulu, mau ngambil hp". Brian membalas dengan lembut juga.

"Ohh. Ok tapi nanti nyusul kan?". Brian tak kuasa melihat mata adiknya yang berbinar - binar dan tersenyum manis padanya. Adik satu - satunya ini selalu punya cara agar ia menuruti perkataannya.

"Iya. Nanti kakak nyusul". Brian tersenyum sembari mengelus rambut lembut milik adiknya itu.

Ketika Brigita kembali ke ruang keluarga Brian pun berbalik menaiki tangga dan menuju kamarnya.

Sebenarnya tujuan ke dalam kamar bukan untuk mengambil hpnya melainkan ia ingin mengusir rasa bosan dan menjauh sejenak dari keramaian.

Brian selalu merasa pusing jika ia berada dalam lingkaran keramaian. Ia menyukai keadaan sunyi, tapi tidak gelap karena memang sejujurnya ia sangat takut dengan keadaan gelap.

Ceklek.. Suara knop pintu mengusir ketenangannya. Brian bangkit dari tidurnya dan mendapati adiknya sedang berdiri di ambang pintu.

"Kak Ian, ayo kebawah semua udah nunggu tuh". Brian mengernyit, ia mendengus pelan sambil memutar bola matanya.

Brian bangkit dari tempat tidurnya. Menghampiri Brigita dan merangkulnya untuk berjalan turun kebawah bersama.

***

Sepi. Sunyi.

Malam terakhir liburan Cerisma terasa sangat hampa. Sebenarnya bukan hari ini saja, hari sebelumnya pun juga sama.

Saat ini Cerisma sedang berada di taman belakang rumahnya. Memandang bulan yang jadi temannya sekarang.

Ia terus mengayunkan ayunan dengan tak bersemangat. Ia tak peduli seberapa dinginnya malam ini, sama seperti mereka yang tak memperdulikannya.

Siapa lagi kalau bukan keluarganya. Terutama kakaknya, ia di teriaki habis - habisan olehnya. "Kamu tuh maunya apa sih, kekayaan? Mama? Papa? Kamu tuh udah punya semuanya. Kamu tau gak kalau kamu selalu pulang malam gini aku yang dimarahin sama mama papa!".

Mengingatnya saja sudah membuatnya ingin membunuh kakaknya itu. Entah kenapa belakangan ini Fasha sangat membencinya. Masa cuma gara - gara dimarahin mama papa. Atau Fasha cemburu dengannya?.

Pertanyaan tentang kakaknya langsung memenuhi otaknya. Cerisma mendecak sebal sambil berusaha mengalihkan pikirannya tentang kakaknya itu.

Ia menunduk melihat kartu nama yang sejak tadi berada digenggamannya.

Brian Wijaya nama yang bagus.Cerisma tersenyum. Ah laki - laki itu, Cerisma ingin menghubungi lelaki itu untuk jadi teman ngobrolnya malam ini.

Tapi pasti dia lagi sibuk sama keluarganya. Cerisma mendengus dan menyimpannya kembali kedalam genggamannya.

Cowok itu membuat Cerisma merasakan nyes di perut dan jantungnya. Entah ada apa dengannya sampai melakukan kecerobohan didepannya.

Oh itu sangat memalukan. Cerisma tertawa - tawa sendiri sambil menggigit bibirnya.

"Kenapa lo ketawa - tawa sendiri?". Suara datar namun mampu membuat Cerisma menelan ludah itu langsung masuk ke indra pendengaran Cerisma.
Cerisma menoleh dan memang benar dugaannya itu Fasha kakaknya. Cerisma bangkit dari ayunan begitu menyadari Fasha berjalan mendekat kearahnya.

"Cihh.. ". Terdengar seperti orang jijik. "Malam - malam gini ketawa gak jelas ditempat sepi lagi". Fasha mengeryit sekaligus tersenyum pada kebodohan adiknya ini. "Emang beneran gila nih anak". Kalimat terakhir yang diucapkan Fasha tak terdengar di telinga Cerisma karena sangat pelan.

Cerisma tak dapat melakukan apapun selain menunduk dalam. Memang sebaiknya ia diam saja daripada membalasnya yang tentu akan dimenangkan oleh Fasha.

Fasha meninggalkan Cerisma dan menutup pintu belakang dengan sedikit hentakan yang mengagetkan Cerisma.

Cerisma baru menyadari sejak tadi ia menahan napas di hadapan kakaknya. Ia benci merasa lemah seperti ini.

***

Pagi ini sama seperti malam tadi, sunyi. Hanya ada suara burung dan kendaraan yang sesekali melewati perumahan tempat Cerisma tinggal.

Saat ini Cerisma berada di balkon rumahnya. Pemandangan saat ini adalah rumah yang berada tepat didepan rumahnya.

Rumah itu terlihat ramai sekali oleh anggota keluarganya. Ada beberapa anak kecil yang tengah berlarian di taman depan dan tertawa dengan riang.

Tapi tunggu, itu kan si.. Brian. Kenapa dia ada disitu.

Cerisma langsung bangkit berjalan kedepan, mungkin saja penglihatannya salah. Tapi itu memang benar - benar mirip dengan cowok kemarin.

Cerisma berlari menuruni tangga menuju pintu utama rumahnya. Ia berjalan perlahan begitu sampai di dekat gerbang. Ia masih memandangi cowok itu.

Ia menunduk menatap kartu nama yang sekarang digenggamannya, Cerisma berniat untuk menelpon Brian.

Begitu ia memencet tombol hijau ia mendekatkannya ditelinga terdengar nada sambung dari ponselnya. Ia mendongak dan mendapati Brian sedang menjawab panggilan.

Suara Brian seketika itu menelusup ke telinga Cerisma. Iya bener, ini nomornya Brian. Segera Cerisma mematikan ponselnya dan berlalu ke dalam rumah.

=====≠

Hai guys i'm back!!
Jangan lupa vomment guysss

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Dec 26, 2017 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Bright On The DarkWhere stories live. Discover now