WAKTU SENJA TAK LAGI JINGGA

405 11 7
                                    

" Waktu adalah rangkaian kata yang selalu digambarkan dengan indah. Desis angin sore, tetesan hujan dimalam hari dan segarnya sinar mentari dikala pagi, seakan terlukis lengkap didalamnya. Bagiku waktu adalah obat, metode penyembuhan paling mutakhir yang diciptakan oleh tuhan untuk menyembuhkan semua luka dimasa lalu. "

Pagi ini aku terbangun lebih cepat dari biasanya, mempersiapkan semuanya sebelum matahari menyinari seluruh pelosok desa, kemeja coklat bermotif kotak-kotak telah melekat sempurna di badanku, bulat sudah tekatku untuk pergi kepulau jawa hari ini. Namaku Naif, aku lahir di sebuah desa di kabupaten Seluma provinsi Bengkulu, itu yang tertulis di akte kelahiranku. Lahir di tahun 1997 membuat aku menyelesaikan pendidikan terakhirku (SMA) tepat ditahun ini. Sensasi berbeda dapat aku rasakan setelah aku lulus, tidak ada lagi buku-buku pelajaran, guru-guru yang menyebalkan, tugas dan PR yang membuatku muak, ini benar-benar suasana yang telah aku dambahkan sejak dulu. Dan pagi ini aku bertolak menuju bandara Fatmawati di ibukota provinsi, menaiki sepeda motor pabrikan jepang, yang melaju di dibawah kecepatan 60 km/jam melintasi jalanan yang penuh dengan lubang. Hendro yang mengantarku pagi ini terlihat terbisa dan sangat lincah menghindari lubang-lubang itu.

Pukul tujuh (15 menit sebelum pesawatku takeoff),

"aku langsung pulang ya ip" ucap hendro pamit.

"suwun yo ndro," aku balas menjabat tangan teman terbaikku sewaktu di SMA itu.

"Jangan lupa, kalau pulang nanti bawakan aku blangkon asli jogja."

Aku telah menduga kalimat itu, "iya kalau aku mampir kejogja."

Hendro sangat fanatik dengan suku nenek moyang kami, aku dan dia adalah salah satu dari ribuan keturunan asli jawa dipulau Sumatra, sejarah yang panjang sehingga kami terlahir dan besar disini, tanpa pernah tahu secara langsung bagaimana keadaan daerah tempat asal muasal dari bahasa dan adat istiadat yang kami gunakan sehari-hari, desa trans begitulah orang-orang pribumi menyebut desa kami.

Awan hitam mulai menyelimuti langit dikota ini tak lama setelah Hendro beranjak pergi meninggalkan lapangan parkir bandara, aku pun memutuskan untuk masuk dan check-in, ini kali pertama aku menaiki pesawat walaupun agak gugup, satu per-satu prosedur dan tahapan memasuki pesawat aku lewati dengan sempurna dan ketika pesawat telah terbang. Entah berada di ketinggiaan berapa FT aku saat ini, dari bangku kabin yang aku duduki dapat aku banyangkan hendro sedang mengendarai motornya melintasi jalanan yang berlubang di bawah pesawat ini.

***

" Banyak kata untuk menggambarkan waktu, waktu seperti roda yang berputar teramat cepat, tak peduli apa yang ada didepan atau dibelakangnya. Bukan karena waktu tak memiliki hati, hanya saja mungkin ada alasan lain yang lebih pantas untuk diprioritaskannya. "

Asap putih mengepul diatas tungku penggorengan warung lesehan dipinggiran kota Cilacap, aku duduk disana sembari memperhatikan kendaraan yang berlalu-lalang dijalan protokol yang mulai sepi seiring malam yang semakin larut. 10 menit yang lalu aku masih asik terpaku didalam kamarku, asik memainkan jari-jariku di atas tuts keyboard laptopku, merangkai kata demi kata dan menyusunnya menjadi sebuah kalimat yang memiliki nilai seni tinggi. Membuat puisi itulah hobiku akhir-akhir ini, entah kenapa setelah diputuskan oleh pacarku didesa sepekan yang lalu, aku merasa membuat puisi adalah hal yang paling tepat untuk mengambarkan perasaanku saat ini.

"Ip aku baru gajian," seseorang membuka pintu kamarku, wajahnya terlihat ceria.

"loh wes gajian toh im?" kataku ikut senang.

"kita ke angkringan yuk ip, kamu mau makan apa?" ajaknya, "aku yang teraktir."

"ndak usah im, kamu simpen aja duitmu."

WAKTU SENJA TAK LAGI JINGGAWhere stories live. Discover now