..empat..

36.6K 5.6K 375
                                    

Kemi: "Kalau lo ngelihat seonggok manusia gemetaran meringkuk di sudut, itu bukan gue... tapi pot bunga keterpa angin puting beliung!"


Sejak kejadian itu gue benar-benar cari aman. Kerjaan gue tiap hari hanya meringkuk di balik kubikel. Berusaha invisible. Sebisa mungkin gue enggak menarik perhatian, baik si Bandot Tua atau Yang Dipertuan Raja. Pokoknya, gue benar-benar nyaris gila gara-gara sering mojok di pantry. Enggak enak banget rasanya deg-degan melulu saban masuk kerja.

Seminggu ini gue berhasil.

Enggak bisa dibilang bersih, sekali kapan itu gue papasan sama dia pas di depan lift. Mana lagi jalan sama bokapnya lagi. Untungnya Saga segera teriak menyuruh gue bergegas buat mengejar janji temu sama klien. King hanya sempat mengangkat alisnya saat gue ngacir merdeka.

Di mobil, rasanya gue mau nyipok-nyipok Saga saking leganya.

Tapi, mau sampai kapan gue bersikap kayak patung atau pot bunga di sudut?

Hari ini gue ke-gap sama King pas gue mau masuk lift. Dia ada di dalam kotak aluminium itu. Sendirian.

"Masuk?" tanyanya. Tangannya menahan tombol.

Memangnya gue punya pilihan?

Gue akui, dada gue berdebar saat kami bersisian. Bukan dalam makna bagus. Gue nyaris semaput karena takut dia bahas soal kemarin itu. Tiba-tiba, dorongan pengin ke toilet muncul demikian gedenya. Aduh... gue mau pipis ini!

King berdeham.

Jangan... jangan ngomong apa-apa! Please!

Semenit... dua menit, gue mulai menarik napas sepelan... mungkin.

Dan mata gue rasanya perih banget gara-gara memandangi angka lantai demi lantai di lift. Berkedip aja gue enggak berani. Bernafas aja gue takut sawan. Tinggal tiga lantai lagi, please... please, anggap aja gue ini kamera CCTV! Enggak ada makhluknya.

Tapi... mungkin lebih baik kalau dia maki-maki gue di sini. Biar enggak banyak yang mendengar. Tapi, kalau boleh berharap lebih... bikin dia amnesia aja gimana? Kejedug pintu lift, terus berdarah aja gitu. Dan gue pura-pura nolongin. Terus dia berterima kasih banget. Gue naik jabatan lah ending-nya. Ngayal babu aja teroos, Kem!

King berdeham lagi.

Pengen batuk? Apa kode biar gue ngomong duluan?

Enggak! Jangan bicara, Kem. Apa pun yang keluar dari mulut lo, biasanya lebih beracun saat lo panik. Inhale... exhale.... Gue bener-bener merapal doa yang gue hapal. Bodo amat kalau itu doa buat makan.

Ting!

Gue menahan napas. Pengen mendahului tapi rasanya kaki gue beneran lemas. Menunggu King keluar kok kayak bekicot lumpuh kena stroke enggak bisa jalan gitu!

Tiga tahun kemudian... akhirnya King melangkah keluar dari lift. Gue benar-benar mengembuskan napas lega.

"Kemilau?"

Anjir! Jantung gue copot elah!

Gue mengangkat kepala sedikit. "I-iya?" Bergegas gue maju untuk keluar. Namun, King memblokir pintunya.

"Ada baiknya kamu bolak-balik lift dulu lima belas kali. Baru masuk ruangan."

"Ke-kenapa?"

"Saya takut kamu pipis di celana saking tegangnya. Sana... cari napas dulu."

Lalu dia mundur. Pintu lift hampir menutup kembali. "Enggak!" sembur gue.

"Saya enggak mau melawan orang yang mengkeret ketakutan," ujarnya menunjuk pelipis gue. Dan gue bisa merasakan keringat segede biji jagung meluncur turun.

Maksudnya apa?

[ Magnitudo]

"Muka lo beneran bersinar, Mon?"

Gue mendongak ketika mendengar suara Saga. Kenapa lagi nih orang? Jangan bilang dia naik jabatan. Dengki lo enggak pergi-pergi, Kem!

Mau enggak mau gue bersyukur. Pas gue masuk ruangan, jantung dan napas gue sudah lebih normal. Enggak kayak limabelas menit yang lalu. Gue kayak korban santet Voodoo.

"Permintaan training gue ke Surabaya diasese Pak Arven."

Beh... training doang, gue pikir apaan. Dan gue heran, cuma Mona manusia di kantor ini yang begitu demen sama pelatihan. Padahal bisa dibilang dia sudah menguasai segala macam tetek bengek soal kerjaan ini di luar kepala. Entahlah gue yang enggak normal atau memang dia yang kerajinan. Gue enggak habis pikir sama isi otaknya. Penuh target kerjaan dan upaya-upaya untuk meningkatkan. Nah... yang bagian terakhir itu kata-kata favorit Mona. Upaya-upaya untuk meningkatkan.

Apaan!

Gila aja gue kalau isi benaknya kayak si Mona. Enggak menikmati hidup sama sekali.

Makanya, jabatan lo masih ngesot, Kem!

Biarin! Syukur enggak tamat juga riwayat gue.

Ngomong-ngomong, gue kepikiran banget kenapa sampai sekarang Pak Arven belum menyidang gue? Apa si King enggak menyampaikan 'petuah sakti' gue tempo hari.

"Gue punya dua kabar lagi," lanjut Mona.

"Baik apa buruk?"

Mona memegang dagunya. Pasti gadis ini menimbang-nimbang kabar itu dengan kesesuaian rencananya. Asal tahu saja, berita baik versi Mona itu bisa jadi neraka buat lo. Biasanya kerjaan tambahan atau dalam istilah gue: eksploitasi dari Pak Arven.

"Satu baik. Satu buruk."

"Yang buruk dulu," sambar gue.

"Hm... weekend ini, kita semua ke Bali. Gathering atau apalah itu," jawabnya. "Penghargaan dari Pak Arven buat kinerja kita."

"Terus bagian mananya dari itu yang buruk, Monarza?" tanya gue keki abis.

Gadis itu berdecak. "Ya... ngapain sih buang-buang waktu acara begituan. Katanya untuk mengakrabkan diri, meningkatakan motivasi bersaing secara sehat endebra endebre. Padahal kan, yang paling efektif buat motivasi itu naikin kompetensi."

Sumpah... gue yakin banget kalau suatu saat Mona jadi pimpinan paling tinggi, gadis ini pasti dibenci! Naikin kompetensi konde nenek lo!

Halah... sebenarnya gue juga enggak demen-demen banget acara begituan. Hal paling positif dan bikin gue agak semangat adalah: paling enggak gue bisa bernapas sejenak dari ketegangan kantor dan gratis. Gue benar-benar butuh udara buat melupakan sakit kepala gue yang berakar dari mangkraknya jabatan, terus cerocosan 'kurang ajar', sampai bikin gue merasa perlu ngumpet aja kalau ketemu duo beranak itu.

"Terus, berita baiknya apaan?" Gue hampir lupa kalau Saga enggak menanyakan.

"Lo pasti seneng nih, Lan," kata Mona. "Tim kita ketambahan satu orang. Arga, anaknya Pak Arven bakal gabung sama kita."

"Apaaa?" jerit gue.

Note:

hujan deras... semoga bisa masuk nih update-an.

Anu... saya mau nakal ah, semakin banyak komen, semakin cepat update-nya. ngahahaha... *siapa elu, Mah?

Ps. Yang enggak setuju cast kemarin, coba cariin. Pulsa 20k buat yang bisa bikin aing oke sama pilihannya. Dua-duanya, yak! 

MAGNITUDO (Stagnasi #2) - CompletedWhere stories live. Discover now