SR Part2

346 17 8
                                    

Part 2.

"Aku memaksa untuk memberitahu." Sehun mengangkat tangan kanannya dan ketika mendekat ke wajah Hyoyeon , tangan itu ditepis dengan cepat oleh tangan Hyoyeon
.
"Jangan macam-macam." Dengan suara dalam dan mata memancarkan kemarahan, Hyoyeon  mengancam Sehun.

Pria itu menyeringgai, meremehkan sikap defensif Hyoyeon yang terlihat menggelikan baginya. Lalu dengan gerakan pasti ia menarik kedua tangan Hyoyeon ke atas kepalanya dan menahan pergelangan tangannya pada pintu dengan satu tangan, sedangkan tangan Sehun yang lain kini menyentuh pipi Hyoyon. Karena pertimbangan dari lemahnya aspek dalam hal kekuatan, Hyoyeon tak melakukan perlawanan yang hanya akan berarti sia-sia dan justru kemungkinan sebaliknya yang terjadi adalah dirinya yang cedera.

Oh Sehun tersenyum melihat wanita dihadapannya. Bagaikan mangsa yang telah ditaklukkan sang serigala pemburu, terdiam dan terpaku meski matanya menatap penuh amarah. Masih dengan senyuman yang terukir, perlahan namun pasti ibu jari Sehun menghapus lipstik di bibir bawah Hyoyeon dari sudut hingga sudut, kemudian tanpa ragu memberi kecupan tipis yang singkat di bibir bawah wanita yang kini meresponnya dengan keterpakuan. Apa yang dilakukan Sehun , telah menciptakan sebuah kesalahan yang lain—jantung Hyoyeon , hati Hyoyeon, telah mengikutinya begitu saja.

"Kenapa kau melakukan ini?" Hyoyeon bertanya dengan nada menuntut dalam perasaan yang berubah menjadi tekanan sebab ia menyadari kesalahan yang terjadi.

"Untuk bersenang-senang." Jawab Sehun datar seraya melepaskan tangan Hyoyeon kemudian melangkah mundur dan berdiri di tengah ruangan.

Yang terjadi kemudian hanya keheningan. Hyoyeon menatap diantara kekalutan pikirannya karena sikap Oh Sehun.

"Sepertinya sudah tidak ada yang ingin kau ketahui." Sehun berkata justru ketika melihat Hyoyeon membuka mulut hendak bicara, sehingga membuat wanita itu terdiam dan mengurungkan niatnya. "Kalau begitu, pintu keluarnya ada di belakangmu, Mrs Park."
                                  ::::

Bunga bertato ingin mengintip isi dari kotak Pandora.

Hari-hari berlalu seperti biasa. Hyoyeon tak pernah lagi melihat atau tak sengaja bertatap muka dengan Oh Sehun sejak hari itu. Ia bahkan tak yakin jika pria itu masih berada di rumah keluarga Park, letak kamarnya yang berbeda rumah juga menjadi kendala untuk mengetahuinya. Ia selalu mengingat semua kejadian yang berhubungan dengan Oh Sehun , namun yang selalu diingatnya bukanlah perlakuan ekstrem seperti kecupan polos yang dilakukan pria itu, melainkan keberadaannya, Hyoyeon mulai menyadari bahwa jauh di lubuk hatinya ada sisi dimana ia menyukai hawa keberadaan Sehun yang secara diam-diam memperhatikan dirinya. Kini mata Hyoyeon yang mencari-cari, dengan sengaja berjalan di jalan setapak taman belakang yang memisahkan kedua rumah, dan dalam suatu kesempatan ia hampir menginjakkan kaki menuju tempat Sehun.

Ia sudah gila—suatu kali Hyoyeon memaki dirinya. Dan berkali-kali ia mengatakan pada diri sendiri bahwa apa yang dipikirkannya akhir-akhir ini adalah benar-benar kesalahan. Hyoyeon sudah berpikir keras, berharap ia menemukan solusi untuk masalahnya sendiri, tapi tidak, ia tak mendapatkan apapun. Karena itu ia kesal. Kesal karena ia membuat Chanyeol khawatir ketika menangkapnya berpikir dengan serius. Kesal karena ia mulai bersikap seperti wanita murahan. Hyoyeon menghela napas,
"Kau menghela napas lagi." Tegur Chanyeol. "dan melamun lagi." Ia menarik dasi yang sudah melingkar di lehernya dari tangan Hyoyeon karena wanita itu terpaku dengan hanya memegangi ujung dasinya.

"Maaf. Biarkan aku," Ia menarik kembali dasi Chanyeol dan membuat simpul.
"Katakan apa yang mengganggu pikiranmu." Chanyeol meregangkan lehernya agar mempermudah Hyoyeon .

"Tidak ada." Jawabnya bernada yakin. KemudianHyoyeon  melirik Chanyeol dari sudut matanya sebelum merapikan letak dasi yang sudah tersimpul."Sebenarnya..."
"Ya?"
"Kenapa kita tidak pernah berbicara dengannya?" Ia bertanya dengan ragu, tatapannya lurus pada dasi i hitam Chanyeol dan tak berani menatapnya secara langsung."Dengannya?"
Kening Chanyeol berkerut.
Hyoyeon mengambil jas yang sudah disiapkan di atas ranjang dan membantu Chanyeol memakainya. Ia berusaha bersikap biasa dan berhati-hati, jika tergelincir pasti akan jatuh, karena pembicaraan yang ia angkat adalah sesuatu yang paling dihindari di dalam rumah itu.Ia berdeham setelah beberapa detik yang cukup lama membuat Chanyeol menunggu jawabannya. "Oh Sehun. Apa memang seharusnya kita seperti in—""Hyoyeon .""Ya?" Refleks Hyoyeon mendonggak menatap Chanyeol, dan meski sudah memperkirakan ekspresi memperingati yang akan suaminya perlihatkan, Hyoyeon masih merasakan perasaan mencekam setelah benar-benar melihatnya."Apa yang ingin kau ketahui?" Chanyeol memang menanyakannya, tetapi tatapan matanya berkata untuk jangan berani-berani melangkahi garis batas."Jangan bertanya apa yang ingin ku ketahui jika kau menatapku dengan mata seperti itu." Hyoyeon memunggungi Chanyeol dan merapikanselimut di atas ranjang. Sebenarnya ia tak perlu melakukan itu karena tak ada selimut kusut yang harus dirapikan, sebaliknya hyoyeon hanya berusaha menghindar dari mata Chanyeol yang membuat ia takut . Hyoyeon bukan wanita yang bisa dengan mudah didominasi atau terintimidasi oleh tekanan seseorang, tetapi akan berbeda jika yang dihadapinya adalah Park Chanyeol. Bagi Hyoyeon ia tak pernah berpikir ingin menyaksikan kemarahan maupun kekesalan suaminya lagi, bukan karena dirinya akan terluka, bukan pula karena Chanyeol sendiri yang akan cedera, tetapi karena pria itu tanpa ragu akan melampiaskan kekesalan dan kemarahannya pada orang lain. Beberapa kejadian sudah terjadi di masa lalu, dan dua kali terjadi di depan mata Hyoyeon. Waktu pertama kali ia datang ke rumah keluarga Park, Chanyeol membuat seorang pengawal mengalami beberapa patah tulang hanya karena dianggap tidak hormat pada istrinya ketika tak menyambut Hyoyeon dengan membungkukkan tubuh. Dan terjadi kembali ketika suatu hari pria itu melampiaskan kemarahannya dan membuat seorang pelayan mengalami beberapa cedera karena kesalahan yang tak disengaja.Chanyeol memiliki kebaikan, kelembutan, dan keramahan. Tetapi disisi lain ia tak dapat mengendalikan sisi gelap—jati diri yang menakutkan dalam dirinya. Beralasan ketika orang-orang yang mengetahui kepribadian Park Chanyeol mengatakan bahwa saya telah mempertaruhkan hidupnya di dalam keluarga Park. Namun ia percaya bahwa cinta Chanyeol akan melindunginya, meski ituberarti tak melindungi orang lain.

"Kau marah?" Chanyeol menghampiri dan berdiri di belakangnya sembari meletakkan tangan di pinggang Hyoyeon .
Hyoyeon tertegun sesaat, kemudian berbalik menatap Chanyeol.
"Tidak biasanya kau bersikap seperti ini." Hal yang tak biasa, itulah yang dirasakan Hyoyeon ketika kemarahan yang baru saja hampir tersulut bisa redam begitu saja.
"Aku tidak akan membiasakannya." Bantah Chanyeol, ia membelai garis tulang pipi Hyoyeon .
"Hanya kali ini saja, dan hanya satu pertanyaan saja mengenai dia,aku akan menjawabnya. Kau ingin tahu kenapa kita tidak bicara dengannya?"
Hyoyeon tak menjawab.
"Bukan itu?" Satu alis Chanyeol terangkat.
Hyoyeon menghela napas sembari menggenggam tangan Chanyeol di pipinya. Meskipun pria itu memberijalan, Hyoyeon masih tak yakin untuk melewatinya. Disamping itu ia mulai merasa bersalah, karena dari apa yang ia lihat, ekspresi Chanyeol mengatakan bahwa dia benar-benar tidak menyukai pembicaraan itu.
"Lupakan saja." Hyoyeon berusaha tersenyum menenangkan.
"Hyo." Chanyeol menatap Hyoyeon tajam. "Katakan." Perintahnya.
"Tidak ada yang ingin kuketahui, sungguh."
"Sebaiknya jangan berpikir tentang berbohong padaku. Kau pikir aku tidak bisa membaca pikiranmu?" Chanyeol bersikeras dengan mata tajam tak terbantahkan.
"Chanyeol, kumohon hentikan. Aku minta maaf sudah menanyakan hal seperti ini." Hyoyeon mengutuk diri sendiri, memaki dan menyesal dalam hati. Ia seperti terjebak dalam lingkaran setan dan tak menemukan jalan keluar untuk terlepas dari topik itu.
Chanyeol meletakkan jarinya di dagunya dan mendorongnya keatas, memaksa mataku untuk menatapnya lebih dalam. "Hyoyeon, ketika aku memintamu untuk bertanya maka bertanyalah." Ia tersenyum, senyuman yang terlihat tulus di mata Hyoyeon. "Itu bukan demi dirimu sayang, tapi demi aku, aku tidak akan bisa tenang bekerja jika aku pergi begitusaja saat ini.
"Jika itu masalahnya maka ia tak perlu terlalu khawatir, yang perlu khawatirkan adalah memilih pertanyaan dimana semua akan baik-baik saja ketika ia mengutarakannya. Karena tentu bukan pilihan yang bijak jika ia memaksa untuk menanyakan kembali pertanyaan yang sesaat lalu sudah dilontarkan.
"Dimana Ibunya?" Pertanyaan yang menurutnya paling tak beresiko yang muncul di kepala dalam sekejap. Hyoyeon bertanya tanpa menyebutkannama pria yang ia maksud.
"Meninggal." Jawab Chanyeol lugas.
"Oh." Hyoyeon tertegun. Ia hanya asal bertanya mengenai keberadaan Ibu Sehun yang tidak ada diantara keluarga Park maupun tidak bersama dengan kedatangan Oh Sehun.
Namun untuk kesekian kali ia menyesal, gurat kekesalan kini terlihat lagi di wajah suaminya.
"Baiklah, itu satu pertanyaannya." Ucap Hyoyeon segera mengakhiri.
Chanyeol hanya mengangguk, kemudian meninggalkan Hyoyeon tanpa sepatah kata, bahkan tidak ada ciuman selamat jalan yang selalu ia berikan pada istrinya setiap ia akan pergi.
Membiarkannya benar-benar merasakan perasaan bersalah.
                        ::::
Bunga mawar layu, itulah yang diinginkan.
Tanpa ada kegiatan berarti yang bisa dilakukan, hanya merawat bunga-bungamiliknya satu-satunya yang bisa menghibur rasa bosan yang hampir setiap hari dirasakan. Ia tak bisa mengeluh, karena dari sekian syarat menyakitkan yang harus dikorbankan untuk menjadi anggota keluarga Park, salah satunya adalah melepaskan kebebasannya. Tiga tahun lalu hyoyeon tak mengerti apa arti kebebasan, tetapi sekarang ia sudah lebih dari memahami. Meski begitu sudah percuma. Ia juga sudah memutuskan bahwa tak ada yang harusdisesalkan untuk pilihannya. Yang harus ia lakukan saat ini hanya membuktikan pada semua orang bahwaia bahagia. Walaupun ia sendiri masih bertanya-tanya tentang standar kebahagiaan itu seperti apa."Nyonya, ada yang bisa saya lakukan?" Seorang pelayan wanita bertanya dengan ragu ketika melihat Hyoyeon berada di taman belakang dan bergelut dengan tanah yang kemudian dimasukkan ke dalam pot bunga.
"Ya, tolong ikatkan rambutku." Pintanya saat rambut yang tergerai terasa mengganggu wajahnya karena hembusan angin. Hyoyeon berdiri dan mengisyaratkan pelayan wanita itu untuk mengambil ikat rambut di dalam saku roknya.
"Em...maksud saya, anda tidak harus melakukannya sendiri, nyonya." Ragu-ragu pelayan itu berkata selagi mengambil ikat rambut yang dimaksud Hyoyeon."Ah." Hyoyeon tertegun menatap tangannya yang kotor dengan tanah meski ia menggunakan sarung tangan. Tetapi yang membuatnya tertegun bukanlah tangannya yang kotor, melainkan teguran bahwa ia bahkan tak boleh melakukan hal kecil seperti itu."Bukankah tidak ada yang melihat?" Hyoyeon tersenyum berusaha menenangkan pelayan yang terlihat khawatir, khawatir karena yang akan menjadi sasaran kemarahan dari nyonya besar rumah itu adalah dirinya jika mengetahui dia membiarkan Hyoyeon melakukan pekerjaankotor—pekerjaan yang menurut keluarga itu akan merendahkan martabat keluarga."Kau bisa membantu mengikat rambutku lalu pergi mengerjakan pekerjaanmu yang lain, dengan begitu tak akan ada yang memarahimu." Ucap Hyoyeon memberi solusi.
"Tapi—"
"Kau ingin aku melakukan semua pekerjaanmu?" Ancam Hyoyeon.
"Ti-tidak."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 23, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Hyoyeon Sexy RoseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang