🐚 3. Namaku Jeon

676 169 133
                                    

__________________
"Jika kau menjadikan dirimu sebagai ombak, maka akan kujadikan diriku sebagai jangkar."
______________

Lalu-lalang keramaian, mengisi waktu istirahat. Memberikan mereka kebebasan untuk bertindak sesuka hati. Namun, sebuah keheningan tercipta di antara dua orang lelaki. Mereka sejak tadi tidak berhenti beradu pandang, walaupun jarak mereka di pisahkan oleh sebuah meja.
Sebuah helaan napas kasar, merasa jengah dengan suasana bodoh itu. "Apa kau tidak berniat bertanya padaku? Kau hanya menghabiskan waktu istirahatku." Jeon melirik ke arloji yang melingkar di pergelangan tangannya.

Sehun menyandarkan bahu pada sandaran kursi. "Bodoh, tanpa perlu bertanya, kau harusnya tahu alasan aku mengajakmu ke sini."

Lelaki yang diberikan sebutan bodoh, terkekeh pelan. "Hei, ayolah, jangan terlalu serius."

"Aku tidak sudi menghabiskan waktuku hanya untuk bercanda denganmu."

Tidak peduli dengan sarkas tersebut, Jeon tetap tertawa. "Kau lupa dengan perjanjian kita?"

Lelaki itu hanya diam, baginya itu hanya mengulur waktu saja.

Sepertinya Sehun benar-benar tidak bisa diajak bercanda. Melihat lelaki es di hadapannya, Jeon mengubah ekspresi cukup serius. "Kau lupa? Kalau aku akan mengawasimu selama kontrak perjanjian kita masih berlaku. Itu alasan aku di sini."

Sehun hanya berdecih. "Jadi, aku harus tinggal di mana sekarang? Kau tidak lupa, 'kan, dengan perjanjian kita, kalau kau akan memberikan aku tempat tinggal?"

Jeon seketika tersenyum kaku, sembari menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Untuk sementara kau tinggal bersama ... istrimu."

Sebuah pukulan keras mengenai meja yang ada di hadapan mereka. Itu adalah perbuatan Sehun. Ia menatap lelaki yang ada di depannya dengan sangat tajam. "Malaikat berengsek! Kenapa kau tidak dimasukkan saja ke neraka?"

"Kalau di neraka bukan malaikat namanya, tetapi iblis. Sudahlah, kau jangan bersikap berlebihan seperti itu. Kau pikir menyiapkan itu semua untuk manusia pelarian sepertimu, mudah? Aku ini hanya malaikat, bukan Tuhan."

Sehun benar-benar tak habis pikir dengan kemampuan apa yang dimiliki lelaki itu.

"Tenang, kau hanya perlu bertahan dalam beberapa waktu sebelum aku mendapatkan tempat tinggal yang cocok untukmu. Aku juga akan membicarakan hal ini bersama Jia." Jeon bangkit dari duduknya.

"Dasar malaikat maut tak berguna."

Jeon memicingkan mata. "Berhenti memanggilku dengan sebutan itu. Aku tak sama seperti mereka. Kalau aku mereka, aku pasti sudah mencabut nyawamu detik ini juga." Dia mengambil langkah untuk meninggalkan tempat itu, menuju misi selanjutnya. Membiarkan Sehun yang hanya bisa diam.

***

Di ujung jalan, terlihat seorang perempuan berlari dengan senyum merekah. Melawan arah angin yang menghempaskan rambutnya.

"Sehun ternyata kau sudah di sini. Padahal di sekolah aku mencarimu kemana-mana. Kau tahu dari mana tempat tinggalku?" Jia sudah mendapatkan informasi dari Jeon, perihal lelaki itu yang akan tinggal bersamanya.

Sehun hanya diam. Menunggu perempuan itu membukakan pintu. Ketika pintu terbuka, Jia membungkukkan badan. "Selamat datang di kediaman Jia Jisoo." Biar saja dia terlihat bodoh, karena hanya ini saja yang bisa ia lakukan untuk mengekspresikan rasa senangnya.

LULLABY Where stories live. Discover now