First Mission *16

33.2K 3.5K 163
                                    

Setelah 5 hari kami para anak kelas satu menyelesaikan tes, akhirnya saat ini tiba. Violette dalam lima hari itu juga sudah mulai sedikit terbiasa dengan senjata api namun bela dirinya masih dasar. Dia tidak berhenti-berhentinya latihan, bahkan aku pernah mendapatinya ketiduran di gedung pelatihan sendiri jika aku tidak segera menyusulnya begitu tahu dia tidak kembali ke asrama sampai malam (waktu itu aku mengetuk pintu kamarnya selama hampir 15 menit).

Kami menggunakan kaus hitam berlengan panjang, rompi anti-peluru dengan lambang akademi di dada kiri, rompi ini juga dilengkapi hoodie. Celana hitam panjang yang ketat namun fleksibel, lengkap dengan belt di paha kanan untuk menyelipkan pistol dan pisau. Kami juga diberi masker pelindung yang tergantung di pinggang. Senjata yang kami pegang berbeda-beda bentuk walau semuanya berjenis senapan runduk dan shotgun. Katanya itu digunakan untuk jarak jauh dan biasanya hanya untuk melumpuhkan seseorang bukan membunuh.

Aku merasa ngeri begitu kami mulai diizinkan menggunakan senjata api asli. Sebenarnya hampir terasa sama saja dengan senjata api yang ada di gedung pelatihan, hanya saja begitu mengetahui fakta bahwa ini asli membuatku takut memegangnya. Aku memegang M16 Assault Rifle. Sebenarnya senjata ini sudah ketinggalan jaman.

"Kalian diberi kehormatan untuk menjaga konferensi para menteri Amerika dan luar negara bersama tim yang lebih profesional seperti NYPD, USSS dan S.W.A.T. Kemungkinan kalian celaka akan sangat kecil karena para tim penjaga pasti juga akan mengawasi kalian. Paham?"

"Paham!" jawab kami tegas.

"Aku merasa keren," bisik Violette sambil memasang cengiran.

"Kau memang sudah keren," balasku membuatnya tertawa datar.

"Ahahah, bisa saja kau," balasnya dengan ekspresi datar. Sementara aku hanya mengernyitkan dahi bingung lalu mengangkat bahuku tak acuh.

Memangnya ucapanku terdengar mengejek?

"Kita sudah mirip pasukan intelijen profesional Amerika," bisik Stella dengan kepalanya yang tetap menghadap kedepan. Dia menyeringai senang.

"Kita bahkan belum terjun langsung ke lapangan," balas Alice datar membuat Stella menggerutu dengan wajah cemberut.

Akhir-akhir ini Alice terlihat semakin pendiam. Aku tidak tahu kenapa, mungkin dia punya masalah? Entahlah, kuharap dia baik-baik saja.

Dari bawah sini, aku bisa melihat para kakak kelas yang duduk di tribun menyaksikan kami yang sedang berbaris dan mendengarkan instruksi. Mataku tidak sengaja menemukan Zi yang bergumam mengatakan 'semangat Vale!" sambil menaik turunkan alisnya dan matanya terus-terusan melirik kearah lain seolah memintaku untuk melihat kearah yang sama.

Apa? Rane?

Aku mengernyit bingung dan mengalihkan pandanganku, memilih untuk mendengarkan instruksi langsung dari Light didepan sana. Guru-guru dan staff sekolah lainnya memilih untuk menjadi penonton dibagian tribun bawah agar bisa melihat kami lebih dekat.

"Ada pertanyaan? tanya Light membuatku tersentak. Aku tidak mendengarkan tadi. Aih, lain kali kau harus fokus Vale!

Violette mengangkat tangannya tinggi-tinggi. Dia berada dibarisan tengah bersamaku.

"Apa benar-benar hanya kami yang dikirim kesana? Tidak ada staff sekolah atau setidaknya kakak kelas yang ikut?" tanya Violette. Orang-orang di Tribun tampak saling berpandangan seolah menanyakan hal yang sama pada orang disebelahnya.

Light memegang mic kecil yang terpasang dikerah seragamnya.

"Hanya kalian yang dikirim. Kalian baru akan dijemput oleh pihak sekolah jika konferensi itu telah selesai," jawab Light membuat suasana heboh terutama kakak kelas. Sepertinya mereka menganggap ini yang pertama bagi kami, seharusnya ada yang mengawasi kami.

Little AgentWhere stories live. Discover now