Enam - Nikah?

216 38 0
                                    

Esoknya, Alin tak masuk sekolah. Rendra sudah menduga hal itu akan terjadi dan tak begitu peduli. Beda halnya dengan Baron, dalam beberapa hari belakangan pemuda berwajah garang itu akan menyapa ia dengan ramah jika tak sengaja bertemu. Membuat teman-teman berandalnya melongo keheranan. Iwa dan mereka kembali berteman, meski pemuda jangkung itu tetap menjaga jarak.

Pulang sekolah, Iwa mengajak Rendra menonton pertandingan sepakbola antar kampung di lapangan dekat rumah mereka. Sebelumnya, Rendra sengaja membeli beberapa cemilan untuk menemani mereka menonton. Pertandingan dimulai pukul tiga, dan bertepatan dengan waktu pulang sekolah. Beberapa siswa berseragam sekolah juga nampak berbondong-bondong untuk menyaksikan pertandingan itu.

Rendra menikmati pertandingan, tak beda jauh dengan Iwa.

"Kamu bisa sepak bola?" Tanya Rendra. Matanya tetap mengawasi pergerakan bola bundar itu.

"Bisa! Aku udah ditawarin masuk tim kampung kalau udah lulus. Anak sekolahan kan dilarang ikut." Jawab Iwa antusias.

Pikiran Rendra meliar. Membayangkan Iwa dengan kaus yang melekat erat karena keringat membuat jantungnya berdebar kencang. Rendra menepuk pipinya agar pikiran anehnya hilang. Gila kamu Ren!

Sebuah tangan masuk ke dalam bungkus camilan yang dipegang Rendra. Pemuda itu refleks menoleh dan terhenyak saat mendapati siapa pelakunya. Baron, berdiri berdekatan dengannya. Rendra bergeser menjauh dan hal itu disadari Iwa yang berdiri disebelahnya, menyandar pada pagar pembatas.

"Bagi yah! Kamu kan baik." Baron menaikturunkan alis membuat Rendra ketakutan. Ia menyerahkan bungkus makanan itu pada Baron.

"Buat kamu aja semua, aku udah kenyang." Sahutnya. Baron menerimanya dengan senang hati. Pemuda itu meletakan sepeda miliknya di belakang mereka berdiri dan ikut menikmati pertandingan dengan tenang.

"Jangan gangguin Rendra, Ron. Kamu jauh-jauh sana nontonnya." Ucap Iwa.

Baron menggerutu namun menuruti perintah Iwa. "Hei, kamu panggil aku aa dong." Ucapnya mencolek bahu Rendra. "Aku kan lebih tua."

"Ga mau." Rendra menepis lengan Baron pelan, takut tersinggung. "Aku panggil aa ke orang yang aku hormati aja."

"Euh, ga adil kamu mah. Ayo dong panggil aku aa. Sekali ajah!" Rayunya.

"Kenapa sih maksa banget?" Gerutu Rendra. Baron menyenggol bahunya lumayan kencang membuat badan kecil Rendra agak terdorong. Iwa melirik mereka penasaran namun ketika riuh terdengar sorakan penonton, ia kembali memfokuskan pandangan pada pertandingan.

"Oke fine! aa. Puas kamu?"

Baron terbahak. Ia merangkul bahu Rendra dengan sebelah tangan. Rendra meronta, namun nihil. Tenaga Baron amatlah besar.

"Tuh! Lihat aja sepak bolanya!" Baron menikmati makanan yang dipegang oleh tangan kirinya. Dari belakang, mereka nampak seolah teman baik. Rendra mendengus dan mencolek bahu Iwa.

"Wa! Tolongin aku!" Dia menunjuk lengan berotot Baron yang melingkar di lehernya. Iwa menggelengkan kepala sambil terkekeh.

"Tandanya dia udah nerima kamu jadi temennya."

"Aku gamau jadi temennya! Ogah!!"

"Sstttt. Udah mau gol tuh." Baron masih asik menonton seakan tak terjadi apa-apa.

"Bodo amat!!!"

.....

Tak ada angin tak ada hujan, Baron tiba-tiba masuk ke kelas Rendra saat pulang sekolah. Ia mendekati bangku Rendra dengan tergesa-gesa. Terlihat jika beberapa teman sekelas menatap mereka penasaran.

MY SOUL (Sho-Ai) ✓Donde viven las historias. Descúbrelo ahora