Tanah anarkhi-3

334 33 6
                                    

Dia masih membawaku berlari dengan cepat, menerobos malam yang sunyi, seolah alampun ikut mengecam tindakan para pemberontak itu.

Jantungku masih berpacu dengan kencang, tiap detaknya menyakitkan, seolah akan lepas dari tempatnya. Bahkan rasanya wajahku memanas berbanding terbalik dengan malam yang dingin.

Ya Allah, haruskah kurasakan rasa ini saat ini?

Diam, rasanya lidahku kelu untuk sekadar bertanya kemana dia akan membawaku. Tapi aku yakin dia akan membawaku ketempat aman. Iya, aku yakin itu, karena aku mempercayainya lebih dari aku mempercayai diriku sendiri.

Kupejamkan mataku, berdo'a supaya dia tak mendengar detak jantungku yang menggila seiring dengan langkahnya.

Keeratkan pelukanku dilehernya, saat larinya semakin kencang.

Suara tembakan kembali terdengar bersahutan sejak beberapa saat lalu.

Napasku memburu mendengar tembakan beruntun itu. Aku takut, sangat takut. Aku semakin memeluk lehernya erat, berharap dia tahu jika aku saat ini benar-benar ketakutan.

Setelah agak lama berlari dia menurunkan ku, dengan matanya yang nyalang mengamati sekeliling. Aku menatapnya dengan bingung dan tubuh yang gemetar

''Apa yang-?'' Baru saja aku membuka suaraku dengan sudah payah ingin bertanya, tapi dia lebih dulu memotongnya.

''Berikan padaku peta itu!'' Aku tahu yang dia maksud, makannya aku langsung memberikan tanpa banyak bertanya.

Apa para pemberontak itu menyerang desaku karena aku mempunyai peta markas mereka dan tempat yang akan mereka serang? Kenapa aku baru kepikiran sekarang? Untunglah waktu itu aku cerita pada orang didepanku ini.

''Halaman terakhir!'' Aku memberi tahunya letak peta saat dia baru menerima diaryku.

Aku menyelipkan peta itu di sampul belakang buku diary itu.

Dia hanya mengangguk, kemudian mengambil senter yang ukurannya hanya sebesar jari telunjuk ku saja. Dia mengarahkan senter itu kearah peta yang sudah dia buka, semua itu tak luput dari penglihatanku.

Setalah selesai, dia kembali memberikan peta dan diary itu padaku, yang ku terima dengan bingung.

''Bawa peta ini bersama mu!'' Perintahnya, seperti tahu apa yang aku fikirkan. Tapi, kenapa aku harus membawanya? Bukankah dia akan berlari bersama ku? Atau---

''Dengarkan aku Retta! Larilah kearah timur, kamu harus lari 1 km lagi agar dapat sampai di post jaga pertama!'' Dia kembali bersuara, tanpa membiarkanku membantah ucapannya.

Dan benar saja, dia kembali akan meninggalkan ku sendirian.

''Disana sudah ada tentara yang akan membawa mu ketempat aman!''

''Tapi-!''

''Tidak ada tapi, kau harus kesana sendiri, waktumu tidak banyak, maka larilah sekuat tenagamu!''

''Bagaimana kalau----kalau mereka menangkapku? Dan---bagaimana dengan-----dengan mu?'' Akhirnya aku bisa bertanya walau harus dengan susah payah.

''Dengarkan aku!'' Dia mengatakannya dengan tegas dengan tangan yang meremas kedua bahuku.

''Mereka tidak akan menangkapmu kalau kau terus berlari, berlarilah dan jangan melihat kebelakang mu!''

''Untuk ku? Aku akan membantu pasukan ku, aku tentara!''

''Bagi kami, lebih baik pulang nama dari pada gagal dimedan tugas!''






***




Revisi
Sukanagara, 4 Juni 2018

Kamu selalu saja memberi harapan. Membawaku melayang hingga langit ketujuh
Kemudian kamu hempaskan tanpa belas kasihan.

Nyatanya aku masih disini, sendiri.

Kamu memang paling jago soal membuatku patah hati.

Dewi

Our Time (Selesai)Where stories live. Discover now