Mata Jiwa

609 135 48
                                    

-®Don't Leave Me®-

Di tempat berbeda.

Clarisa Pov

Meninggalkan kampung kelahiran, aku merantau jauh Nun. Jauh dari tempat kau bernaung. Rindu yang sampailah serasa telah beranak-pinak ku tanggung sendirian.

Lama sudah melalang buana di kejauhan, sampai pula aku tiba kembali disini, di kos-san kita terdahulu, kini kembali ku tempati. Mengaduh sendirian menatapi langit-langit bilik, mengingat kita terdahulu. Nun, ingin rasanya aku kembali, namun tak mungkin kan, Nun? Jadilah tempat ini aku anggap itu engkau Nun... Dalam muka yang berbeda.

Kini aku ingin mengadu, apa saja yang telah kulalui di rantau sana, dan satu kata yang ku sadari dari rantau, bahwa hidup itu kejam, hidup tidaklah mudah, hidup perlu bersusah payah, apa kau tau Nun? Apa yang ku sadar selepas pergi merantau tanpa pesan? Aku telah tersadar, betapa banyak peluh kasar menetes dari sekujur tubuhmu, itu sebab cinta kau yang begitu besar terhadapku. Nun, ku rindukan engkau, setengah mati sungguh ku rindukan engkau.

Sungguh jikalah ku bercerita kepada orang lain tentang cintaku terhadapmu, pasti aku telah di kata berlebihan memuja engkau, berlebihan menafsirkan cinta. Sudahlah, yang menghinakan pun pasti tak tau menahulah tentang cinta.

Lihatlah Nun, masih ada terukir di dinding, kau ingat? Kita yang menuliskan berdua, ku tuliskan nama kau dan kau tuliskan namaku Nuningku & Clarisaku. Lihatlah Nun, apa kau tak rindukan ini? Aku rindu Nun, teramat rindukan engkau.

***

Betapa hendak aku pulang Nun. Namun aku malu padamu, Abak, Rendi terlebih pada Amak. Apa yang bisa ku terangkan kepada kalian semua di kampung? Apakah aku harus berucap, amak ini Clari... sekarang Clarisa, tak lagi serupa dulu, Clarisa sudahlah menjadi rusak dalam rantau sana, begitu? Aku tak kuasa lakukannya Nun.

Bolehkah kini, dalam renung ku mengadu padamu, Nun? Kaulah yang paling mengerti tentangku. Namun bila kuterangkan soal ini padamu, masih bisakah kau sanggup mengerti? Namun biarlah, biar kau tak mengerti, aku hanya ingin mengadu, dan berhayal kau dan aku di bilik yang sama dalam cinta yang serupa.

Nuningku, di hadapmu ku ingin menunduk memohon ampunan, juga terhadap Amak, sebab kalianlah yang paling terluka, bila tahu tentang hal ini;

Semula aku pergi, pergilah aku di kota besar Jakarta. Tak mempunyai bekal banyak. Dan bertemu dengan seorang yang ku fikir dialah figur berhati baik, semula memang begitu, ia teramat baik Nun, dan ku senang dalam kota besar itu ternyata masihlah ada seorang yang baik, maukan menampungku, seorang gadis dari kampung yang tidaklah ia kenal.

Dia bernama Sonia, Nun. Perawakannya sungguh cantik, sudahlah cantik, kianlah lengkap sebab hatinya pun sungguh baik. Namun... Segalanya berubah ketika aku dan Sonia telah berteman dua bulan lamanya, setelah Sonia mengenalkanku bagaimana cara hidup di kota besar, Sonia berucap, aku sangatlah kolot, maka dari itu Sonia mengajariku dengan telaten untuk menjadi gadis yang anggun. Tetapi, sungguh malang si gadis kampung ini Nun. Di dalam kebaikan Sonia, terdapat pula maksud terselubung. Hinggalah kesucian yang ku sanjung, pusakaku yang paling berharga telah ku jawat, janjiku hinggalah berkalang tanah hanya engkau yang berhak, kini sungguh telah lah pupus. Patah hinggalah seribu. Ampunkan aku Nun, seharusnya ku ngiang katamu sebelum percayakan sepenuhnya akan seorang baru ku kenal. "Jangan kau terap keyakinan kau terhadap seorang terlalu mudah, sebab lebih banyak kebaikan seorang yang bercadar." Begitu yang sering engkau ucap sewaktu dahulu, ketika kau khawatirkan  aku yang sering terkena muslihat teman sepermainan.

Tidak, tidak Nun. Tiadakan aku sanggup meneruskan pilu kesahku kepada engkau. Lihatlah, piluku jadikan aimataku jatuh. Biar ku usap, biar ku sapu sehingga kering kembali. Ku tau engkau sungguh tiadakan suka melihatnya bukan? Tidak Nun, aku tiadakan lagi menangis. Aku hendak tersenyum, tiadakan aku biar kau kecewa berlebih lagi terhadapku.

Don't Leave Me (gxg)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang