Lost (2)

84 12 35
                                    

Changkyun tak bisa berhenti khawatir. Di sofa tempatnya duduk sekarang sepasang kaki pemuda itu tak henti-hentinya bergerak gelisah. Bukan masalah Ranna yang tak bisa datang ke acaranya sore tadi melainkan gadis itu yang sampai pukul sepuluh malam ini belum juga memberi kabar padanya.

Ranna bilang ia tidak ingin di ganggu jadi Changkyun tak sekali pun mencoba menghubungi. Gadis itu sejak pagi sudah datang ke perpustakaan kota dengan alasan ada yang perlu dikerjakan untuk memberbaiki nilai ujian semester.

Memikirkan gadis itu yang kejam sekali padanya jelas saja membuat Changkyun mengambil napas berat. Niatnya ia ingin marah dan pura-pura merajuk supaya gadis itu mau menghampirinya duluan. Tapi sumpah mati, Changkyun tak dapat melakukannya.

Jarum panjang pada jam dinding di ruang tengah sudah mengarah pada angka empat sedangkan jarum pendeknya ada di angka sepuluh.

Kali ini Changkyun tidak peduli sekalinya Ranna mengangkat teleponnya sambil marah-marah. Ia hanya benar-benar ingin memastikan gadisnya baik-baik saja.

Ketika ibu jarinya baru saja mengusap layar untuk membuka kunci pengaman, sepasang mata Changkyun membesar lantaran ponselnya bergetar—tanda telepon masuk—dan menampilkan nama Ranna sebagai penelepon.

"Halo? Ranna kau di mana?!"

Di seberang sana, Ranna sedang duduk di halte bus sambil menggerak-gerakkan kakinya—kedinginan.

"Changkyun."

"Iya, ada apa?"

"Dompetku hilang."

Ketika suara Ranna yang kedengaran sangat parau menembus gendang telinganya, Changkyun kaget setengah mati.

"Kau di mana sekarang?"

Refleks, pemuda Im itu bergegas untuk menemui gadisnya. Ia menaiki anak tangga untuk sampai di kamar dan mengambil kunci mobil dengan telepon genggam yang masih menempel di daun telinganya.

"Aku mau naik bus tapi kartunya ada di dompet dan dompetku hilang, Changkyun."

"Katakan saja sekarang kau ada di mana, Ranna?"

"Aku di halte dekat perpustakaan sejak perpustakaan tutup jam enam tadi."

Changkyun menghentikan laju kakinya sambil membulatkan mata.

"Apa? Katakan sekali lagi."

"Aku di sini sejak perpustakaan tutup."

"KENAPA TIDAK MEMBERITAHUKU LEBIH AWAL?!"

"Kupikir kau dan teman-temanmu masih—"

"RANNA IT'S FUCKING SNOWING OUTSIDE AND IT'S MINUS ELEVEN DEGREES FOR THE LOVE OF GOD! WHY DID YOU—"

"Marah-marahnya nanti saja. Kau jemput aku dulu bisa tidak?"

"FINE."

Changkyun memutuskan sambungan telepon secara sepihak. Bibirnya sudah komat-kamit melafalkan sumpah serapah sekarang. Ditambah lagi kunci mobilnya yang entah ia letakkan entah di mana sampai-sampai tidak juga ia dapatkan.

(Un)titledTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang