Lima

2.9K 313 8
                                    


Bagi Melodi, sendiri selalu menyenangkan. Baginya, sendiri selalu membawa ketenangan. Sendiri berarti tanpa banyak orang di sekitanya. Sendiri berarti ia tidak perlu mendengarkan suara-suara sumbang orang lain. Sendiri berarti ia tidak perlu menghadapi orang-orang yang sibuk saling menjatuhkan—yang kadang, objek yang dijatuhkan adalah dirinya. Sendiri berarti ia bisa sibuk dengan dunianya. Sendiri adalah saat ia bisa menikmati waktunya untuk melakukan apa yang dia suka.

Salah satunya, bercengkrama dengan ide-ide di kepalanya.

Sejak beberapa hari lalu, sejak diberitahu bahwa akan diikutsertakan sebagai salah satu perwakilan sekolah dan juga sebagai peserta pameran seni, ide-ide sudah berlarian di kepala Melodi, menuntut untuk dikeluarkan. Sayangnya ia belum punya waktu untuk mengerjakannya—selain sibuk dengan satu-dua urusannya, masalah geng Raisa sempat menghilangkan mood-nya—salah satu hal yang justru paling dibutuhkan Melodi. Sekarang, setelah semuanya lebih tenang, Melodi memutuskan untuk mulai melukis.

Melodi melangkahkan kakinya ke ruang kesenian. Sekolah mereka punya dua ruang kesenian. Satu ruangan baru yang berada di lantai 4 gedung utama, yang sering digunakan untuk praktek kesenian. Sementara yang lainnya, satu ruangan yang lebih lama dan jarang digunakan, berada di dekat halaman belakang, satu bangunan dengan ruang ekstrakulikuler. Kesanalah Melodi pergi. Bukan hanya karena ruangan itu lebih sepi dibandingkan ruangan di gedung utama, tapi karena letak ruangan lama yang berada di lantai dua. Dari ruangan itu, Melodi bisa melihat bunga-bunga flamboyan yang berguguran.

Langkah kakinya terhenti di anak tangga teratas di lantai dua.

Tunggu. Ia mendengar suara samar-samar dari ruang kesenian lama.

Sudah banyak gosip tentang ruang kesenian lama. Beberapa murid yang sering menghabiskan waktunya di ruangan ekstrakulikuler, pernah mengatakan bahwa dari sana sering terdengar suara-suara aneh. Terkadang terdengar suara orang bersenandung, terkadang malah terdengar suara piano mengalun. Suara-suara itu hanya terdengar sesekali, tapi itu cukup untuk menciptakan sebuah peraturan tidak tertulis yang menyatakan bahwa tidak akan ada yang berdiam diri disana diatas jam empat sore.

Ini masih jam dua kan?

Melodi ingat ia tadi sempat melirik jam yang berada di koridor sekolah. Masih siang, tidak mungkin si Hantu Penunggu Ruang Kesenian—Melodi akan dengan senang hati menyingkatnya jadi Hantu PRK—sudah muncul disana kan? Hantu biasanya muncul malam hari kan? Atau, si Hantu PRK ini adalah hantu jaman now, yang kelayapannya tidak lagi di malam hari melainkan di siang hari?

Ah, sudahlah! Kenapa tiba-tiba ia menjadi paranoid begini? Toh selama ini ia tidak pernah percaya pada hantu. Kalaupun hantu itu ada, Melodi hanya perlu menanggapinya dengan dingin dan cuek seperti biasa, bahkan tanpa perlu memikirkan kemungkinan si hantu bakal sakit hati. Hantu tidak punya hati kan?

Maka Melodi memberanikan diri untuk membuka pintu ruang kesenian yang tidak terkunci.
Dan menemukan Gema Guntur sedang membelakanginya.

Tepatnya, Gema Guntur yang sedang bernyanyi sambil berjoget-joget. Kepala pemuda itu bergerak ke kiri dan ke kanan, tubuhnya mengikuti irama. Kedua tangannya bergerak bebas, kadang ke kiri, kadang ke kanan, tak jarang bergerak ke atas dan ke bawah. Melodi dapat melihat kabel headset terjulur dari saku pemuda itu, menandakan bahwa Gema sedang bernyanyi sambil mendengarkan musik dari gawainya.

Saat pemuda itu berbalik, Melodi tahu bahwa pemuda itu sejak tadi memejamkan matanya. Setelah itu, pemuda itu tidak memutar tubuhnya lagi, membuatnya sekarang benar-benar menghadap Melodi.

Seberapa hebat kau untuk kubanggakan
Cukup tangguhkah dirimu untuk slalu kuandalkan, ooo
Mampukah kau bertahan dengan hidupku yang malang
Sanggupkah kau meyakinkan di saat aku bimbang

PetrichorWhere stories live. Discover now