Suffer the Consequences!

3.6K 249 105
                                    

...

Naruto masih diam mematung setelah apa yang terjadi barusan. Bingung bagaimana dia harus bersikap setelah melihat kejadian itu.
Dirinya memutuskan untuk kembali ke kantor. Mungkin segelas kopi dapat sedikit menenangkannya.

Setelah ini apa? Inikah yang sedang kau hadapi Hinata?

Naruto segera berbalik dan mendapati seseorang yang diam tak bergeming tak jauh dibelakangnya. Wanita itu di sana, menatap ke depan dengan airmata yang mengalir di kedua pipinya.

Hinata ...

...

Hinata menggenggam cangkir teh hangat yang masih mengepulkan asap. Berusaha meredam kegundahan hatinya. Sudah lebih dari lima belas menit wanita itu berada di ruangan kantor Naruto, tapi tak ada satu katapun yang terucap. Sepertinya tak ada diantara mereka yang ingin terlebih dahulu memecahkan kesunyian.

Setelah mendapati Hinata yang sedang menangis di area parkir hotel, Naruto dengan entah keberanian darimana menarik Hinata kedalam rengkuhannya dan tanpa banyak bicara membawa wanita itu ke ruangannya.

Naruto hanya merasa perlu melakukan itu. Dirinya tak mungkin berlalu begitu saja dan mengabaikan keberadaan wanita yang sedang menangis. Apalagi wanita itu adalah Hinata. Sosok yang pernah bertahta di hatinya.

Suasana terasa sangat canggung setelahnya. Hinata yang telah berhasil meredakan emosinya mulai merasa risih dengan tatapan pria di hadapannya. Apa lagi mengingat dirinya yang diam saja ketika Naruto memeluknya tadi, benar-benar membuatnya malu. Sementara Naruto, pria itupun tak mengerti harus mulai dari mana.

"Kau sudah baikan?" Naruto berinisiatif untuk memecahkan kesunyian yang mulai terasa suram.

"Hai."  Hinata menjawab singkat.

"Kau ... kau melihat, hmm, Uchiha san tadi?" Naruto merasa agak canggung menanyakan hal itu pada Hinata, tapi pria itu merasa perlu memastikannya pada wanita di hadapannya ini.

Bagaimanapun Naruto tak bisa begitu saja mengabaikan masalah sang wanita yang terjadi di depan matanya sendiri.

Hinata mendongakan kepalanya sebentar, menatap ke arah pria di hadapannya dan kembali menunduk dalam.

Kenapa harus Naruto yang melihat keterpurukanku....

Naruto menunggu, namun tak sepatah kata pun yang terucap dari bibir Hinata.

"Hinata, mungkin aku terlalu lancang dan bukan maksud ku untuk mencampuri urusan rumah tangga mu. Tapi tadi aku sengaja membuntuti suami mu setelah tak sengaja mendengarkan percakapan Uchiha san dengan seseorang dalam telepon. Mereka ... hmm, membahas sesuatu tentang ... kehamilan ...."

Naruto tak melanjutkan ucapannya. Memandang ekspresi Hinata, mencari tahu apa yang di pikirkan wanita itu.

Tubuhnya terlihat sedikit menegang. Cengkeramannya pada cangkir teh itu menguat. Terlihat sekali bahwa dia menahan perasaannya. Namun, tak ada sepatah kata pun yang keluar dari lisannya.

Bolehkah Naruto meneruskan kalimatnya? Dia tak ingin Hinata di bohongi oleh Itachi, yang mana Naruto yakin sedang dilakukan suaminya saat ini.

Ada bagian di dirinya yang tak rela jika wanita di hadapannya ini di khianati sedemikian rupa. Namun, pria itu masih menimbang, patutkah dirinya masuk terlalu jauh dalam kehidupan wanita itu?

Naruto tentu tak kan lupa, bagaimana dia dulu pun melakukan hal yang sama. Melakukan sebuah pengkhianatan pada Hinata.

Namun tentu keduanya berbeda. Naruto tak mengkhianatinya dengan seorang wanita. Dia hanya tak bisa menepati janjinya untuk selalu bersama Hinata.

Love, Lust and BetrayalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang