Bab 4

1.1K 55 1
                                    


Belahan Jiwa.

Salju membentang luas sepanjang jalanan Kota paris. Butir-butir putih berjatuhan dengan indahnya dari langit kelam. Sesekali menari bersama tiupan angin. Kerlap kerlip lampu hias menghiasi etalase toko-toko di sisi kiri dan jalan. Suasana natal memang memberi sesuatu yang berbeda dari hari-hari biasa. Seluruh toko sudah tutup sebelum larut malam, menyisakan klub-klub malam serta beberapa café yang beroperasi hingga subuh.

Perayaan natal begitu dinanti-nanti semakin dekat, beberapa toko masih memberi kesempatan bagi para pelangan untuk berbelanja kebutuhan dan pernak pernik natal. Pemilik toko ini tahu warga kota cukup sibuk beraktivitas seharian dan hanya sempat untuk membeli perlengkapan pohon natal pada malam hari.

Lalu lintas di jalan masih terbilang cukup ramai membuat seorang pria di dalam sebuah mobil Peugeot New RCZ , sedang menyetir sendirian. Sesekali mata hitamnya melirik ke sisi jalan mencari café de Flore, salah satu café tertua dan paling terkenal di Paris. Matanya langsung menangkap café yang terletak di sudut persimpangan jalan Boulevard Saint-Germain. Pria itu memutuskan menepi mobil white nya ke sisi jalan.


Ketika memasuki ke dalam café, suasana klasik begitu terasa. Interiornya bergaya art deco , dengan lampu bercahaya kuningdan kursi booth berwarna merah. Bagian luarnya bergaya klasik dan khas Perancisdengan jendela-jendela kaca besar berbingkai kayu dan tempat duduk outdoor di pinggir kota. Para pelayannya juga mengenakan seragam hitam putih dan apron putih yang mempertahankan kesan tradisional café ini. . Setelah memesan salah satu menu favorit di café ini yaitu croissant, sup dan chocolat chaud, pemilik rambut perak itu duduk di dekat jendela. Dengan tujuan dia bisa melihat orang-orang lalu lalang. Pria itu menghela napas panjang, acara kunjungan ke pabrik Peugeot sungguh membuatnya penat.


Ketika bola matanya melirik Rolex yang melingkar di pergelangan tangan kanannya, barulah dia menyadari waktu sudah menunjukan pukul satu dinihari. Pantas saja, pekerjaan yang melelahkan aku jadi lupa waktu, gumamnya. Sambil menyeruput chocolat chaud nya, matanya asik memandang salju turun dari langit kelam.

Bibirnya menyungging senyum ketika sepasang muda mudi membeli penganan manis berwarna pink. Ngomong-ngomong tentang pink, gadis berambut gulali itu sudah tiba belum ya? Harusnya sudah tiba. melirik ponsel pintarnya, belum ada balasan dari gadis ceri itu. Baru saja meletakkan ponsel di atas meja, tiba-tiba berbunyi. Segera jemari pria itu meraih ponselnya. Bibirnya tersenyum  dengan nama yang tertera  itu.

Allô Kakashi,” terdengar nada riang di seberang sana.

Bonsoir Sakura, kau sudah tiba di Paris?”

Ah, satu jam yang lalu, aku baru saja sampai di hotel Mercure Paris.”

Lagi-lagi Kakashi tersenyum tipis. “Oke,  besok sore aku jemput ya.”

Eeh? Memangnya kau tahu hotel itu?”

“Tahu donk. Sudah, kau istirahat saja dulu. Bye.”

Bye.”

***

Sakura benar-benar tak menyangka, Kakashi menjemputnya di hotel. Terlebih lagi, ternyata Kakashi menginap di hotel yang sama dengan Sakura. “Benar-benar surprise, eh?” Kakashi terkekeh. Sakura melirik pria di sebelahnya dengan ‘tatapan yang benar saja’. Sakura masih tidak percaya, bagaimana ini bisa terjadi. Otak cerdasnya masih mencerna, dari awal mereka bertemu, koper tertukar, ketemu lagi di sebuah café di Jerman dan, sekarang ini di hotel yang sama. Sakura yakin seyakin yakinnya, ia tidak pernah memberitahu kepada Kakashi tempat dia menginap. Apakah ini kebetulan? Benaknya.

Belahan JiwaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang