Chapter Two - Sacrifice

336 18 15
                                    


Dia bukan malaikat. Tapi iblis.

Itulah yang diketahui Chae Yeon setelah melewati tahun demi tahun di samping Ji Hoon. Kali ini pun begitu. Chae Yeon sudah tak terkejut lagi.

Entah sudah untuk keberapa kalinya, Ji Hoon mempermalukan Chae Yeon di tengah acara pesta. Chae Yeon masih ingat, pertama kali Ji Hoon mempermalukannya seperti ini, sekaligus pertama kalinya pria itu mabuk, bertahun-tahun lalu. Chae Yeon sudah terbiasa menghadapi ini.

Kali ini, dalam keadaan mabuk, Ji Hoon merangkul pinggang Chae Yeon sembari mengoarkan bahwa Chae Yeon adalah miliknya. Juga, bahwa Chae Yeon tidak akan pernah bisa pergi darinya. Chae Yeon tak membalas, pun tak membantah. Karena ia tahu, itulah kebenarannya.

"Sampai kapan pun, kau tak akan bisa pergi dariku, Song Chae Yeon," ucap Ji Hoon di telinganya.

Lagi, Chae Yeon tak menanggapinya.

"Apa kau mengabaikanku lagi?" Suara itu penuh peringatan.

"Kau mabuk. Ayo pulang." Chae Yeon mengatakannya dengan nada tenang.

Detik berikutnya, Ji Hoon tertawa keras. Semakin banyak orang yang kini menonton mereka. Di saat seperti ini, Chae Yeon harus menebalkan muka. Bahkan, di depan orang yang ia sukai.

Chae Yeon berusaha untuk tidak melihat ke arah salah satu seniornya, seorang aktor tampan bernama Kang Hae Jin. Ia sudah terbiasa dipermalukan di depan orang lain, tapi ini untuk pertama kalinya Hae Jin melihat ini. Apa yang pria itu pikirkan tentang Chae Yeon?

Selama ini, berkat Ji Hoon, semua orang selalu berpikir jika Chae Yeon adalah wanita bayaran Ji Hoon. Meski bisa dibilang, itulah kebenarannya. Namun, tetap saja, jika orang yang disukainya sampai berpikir seperti itu juga tentangnya, maka Chae Yeon ....

"Ya! (Hei!)" Seruan itu membuat perhatian semua orang teralih seketika.

Chae Yeon mengerutkan kening melihat sosok pria tampan berambut hitam, sahabat Ji Hoon, Kim Joon. Pria itu tampak sangat mabuk. Ia mengangkat gelas di tangannya tinggi-tinggi, lalu melepaskannya. Pekikan kaget terdengar di seluruh ruangan.

"Ya, Joon-ah!" Salah seorang aktor lain menghampiri Joon. "Kau hanya minum satu gelas dan sudah semabuk ini?"

Chae Yeon mengerutkan kening.

"Siapa bilang aku mabuk?" sanggah Joon. Namun, detik berikutnya, pria itu jatuh ke lantai, di atas pecahan gelasnya.

Kesiap kaget dan pekikan panik meningkahi pingsannya Joon. Beberapa orang segera menghampiri Joon dan memapahnya keluar dari ruang pesta. Sementara, di sebelah Chae Yeon, Ji Hoon menggerutu.

"Si bodoh itu. Kenapa dia minum sampai semabuk itu?"

Chae Yeon mendengus pelan. Ji Hoon sendiri saat ini sedang mabuk. Namun, berkat jatuhnya Joon tadi, Ji Hoon akhirnya meninggalkan pesta untuk menyusul Joon. Tentu saja, dengan tangannya masih melingkari pinggang Chae Yeon dan tubuhnya setengah bersandar pada Chae Yeon.

Terkadang, Chae Yeon pikir dirinya adalah tongkat berjalan Ji Hoon.

***

Ji Hoon terbangun dengan kepala yang terasa pusing. Sesaat, ia merasa langit-langit kamarnya berputar. Ia bahkan tak tahu bagaimana ia bisa berada di kamarnya. Hal terakhir yang diingatnya adalah pesta tadi. Dan pria itu.

"Kau sudah bangun?" Suara itu tak sedikit pun terdengar ramah.

Ji Hoon menoleh ke arah pintu dan Joon berdiri di sana dengan raut kesal.

"Tak bisakah kau menghadiri pesta tanpa membuat keributan?" tuntut Joon. "Dan kau selalu meninggalkan pesta lebih awal setelah membuat keributan."

Ji Hoon meringis. "Aku mabuk."

"Aku tidak buta," sinisnya.

Ji Hoon beranjak duduk, menarik tubuhnya hingga bersandar di kepala tempat tidur. Di pintu, Joon mendecak kesal sebelum keluar dari kamar Ji Hoon. Saat kembali, sahabatnya itu sudah membawa sebotol air untuknya.

Ketika Joon akhirnya berdiri di samping tempat tidurnya, Ji Hoon melihat beberapa plester tertempel di lengannya, sementara lengan kemeja putihnya dilipat ke atas. Ji Hoon pun teringat satu hal lagi dari pesta tadi. Joon jatuh pingsan setelah mabuk.

"Kau sendiri tadi mabuk sampai pingsan, apa kau lupa?" Ji Hoon menyipitkan mata.

"Tidak," balas Joon santai. "Makanya, aku mengobati lukaku." Joon menunduk ke arah lengannya. "Padahal dalam dua hari aku akan mulai syuting. Merepotkan sekali."

Ji Hoon mendengus meledek. "Siapa suruh kau mabuk di sana tadi?"

"Kau sendiri, kenapa kau tadi mabuk lagi? Selama beberapa bulan terakhir ini kau sudah tenang. Jadi, kenapa lagi kali ini? Chae Yeon menolakmu lagi? Kau selalu seperti ini setiap kali Chae Yeon menolakmu," sebut Joon.

Ji Hoon berdehem. "Dia selalu menolakku, jika kau lupa."

"Dia menolakmu bahkan ketika kau berusaha bersikap manis padanya. karena itu kan, kau marah padanya?" tuding Joon.

Ji Hoon mendecak pelan. "Kali ini bukan karena itu."

Joon mengangkat alis. "Lalu?"

"Kang Hae Jin," sebut Ji Hoon.

Joon tak bereaksi selama beberapa saat.

"Siapa yang mengundangnya ke pesta itu?" tuntut Ji Hoon. "Aku sudah memperingatkan dengan jelas, jangan mengundangku ke pesta di mana ada dia. Aku tidak akan membiarkan ini berlalu begitu saja."

Joon menghela napas berat. "Kenapa? Kau tidak ingin Chae Yeon bertemu dengannya?"

"Wanita itu menyukainya!" Ji Hoon mendapati nada suaranya meninggi. Oh, ia benar-benar kesal.

"Chae Yeon hanya mengaguminya. Semua orang tahu itu," tanggap Joon.

Ji Hoon mendengus kasar. "Kagum? Apa kau senaif itu? Atau, kau memang sebodoh itu?"

Joon mengumpat pelan. "Apa yang kau takutkan sebenarnya?" kesalnya. "Bahkan meskipun Chae Yeon mencintai pria itu, dia tidak akan bisa pergi darimu, kan?"

Ji Hoon mengernyit. Ia tak menyukai kalimat Joon barusan. Gagasan tentang Chae Yeon jatuh cinta, itu pun dengan pria lain, mengesalkannya.

"Tenanglah, Lee Ji Hoon. Semua orang tahu Chae Yeon milikmu. Tak ada orang yang cukup bodoh untuk membuatmu kesal," Joon menenangkannya. "Bahkan meskipun banyak orang yang ingin menyakiti Chae Yeon karena iri, tak ada yang cukup berani melakukannya. Karena dirimu."

"Tentu saja. Siapapun yang menyakiti Chae Yeon akan berhadapan denganku. Aku akan dengan senang hati menghancurkannya," tandas Ji Hoon.

Joon mendengus meledek. "Bukankah satu-satunya orang yang bisa menyakiti Chae Yeon hanya dirimu?"

Ji Hoon tersenyum getir. "Aku menyakitinya?" dengusnya. "Wanita itu bahkan menganggapku tak ada dalam hidupnya. Aku tak seberarti itu untuk menyakitinya."

Ji Hoon melempar tatap ke jendela kaca di sisi kamarnya.

"Aku mungkin bisa menyiksanya, mempermalukannya, melakukan apa pun padanya, tapi itu tak akan menyakitinya." Ji Hoon kembali menatap Joon. "Bagi Chae Yeon, aku hanyalah kesepakatan untuk menjamin kebahagiaan ibu dan adiknya. Dan dia adalah pengorbanan dalam kesepakatan itu."

Ji Hoon memalingkan wajah ketika Joon menatapnya iba. Ia meneguk air di botol minum yang diberikan Joon tadi sampai habis. Mendadak, perutnya terasa mual.

***    

Note:

Cerita ini adalah prekuel dari My Twin's Secret yang sudah terbit. Cuplikan My Twin's Secret bisa dibaca di wattpad ini, dan novel utuhnya bisa didapatkan di toko buku Gramedia terdekat, atau bisa pesan ke Author.

Thanks a lot for your love and support for these stories. :*

Love,

Cho Park-Ha

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Feb 02, 2018 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Trapped in the Devil's ArmWhere stories live. Discover now