Chapter 19

1.2K 87 19
                                    

Chilnyeon Isang ( Tujuh Tahun Kemudian )

Suara langkah para dayang dan pengawal bergema di sekitar pelataran Kerajaan Goguryeo. Raut panik serta gelisah turut menyertai setiap langkah mereka. Berbalik, menyusuri setiap tapak jalan istana serta bertegur sapa apabila bertemu dengan dayang dan pengawal lain selalu mereka lakukan demi mengorek sebuah berita menggembirakan.

“Bagaimana, kau sudah menemukannya?” tanya si dayang dengan raut penuh harap.

Dayang lain yang dia temui mengerut sedih, menunduk sambil menggelengkan kepala pertanda buruk.

“Aish. Lantas, apa yang harus kita lakukan sekarang? Para pengawal pun tidak dapat menemukan keberadaan Jeoha?” ujarnya frustasi.

Dia menangkup wajah, mengantisipasi bayang-bayang buruk yang memenuhi rongga kepala. Bayangan akan kemarahan junjungannya sudah terlihat jelas di depan mata. Sang lawan bicara menatap rekan dayangnya dengan prihatin. Kondisinya tidak jauh berbeda, dia pun tengah dirundung perasaan takut yang begitu menggebu.

“Ada satu tempat yang belum kita telusuri,” katanya semangat, mengaburkan sejenak perasaan takut tersebut.

“Benarkah? Dimana?”

“Perpustakaan.”

Dayang berwajah bulat itu sontak terdiam mendengar perkataan temannya. Dia bertolak pinggang, mendesah gusar hendak mengumpat lirih.

“Yaih. Aku mohon serius lah sedikit. Sekarang kita tengah berada dalam kondisi genting, Jin-ah.”

“Ck. Apa yang kau katakan, hah?! Mengapa menuduhku seperti itu? Memangnya hanya kau saja yang ketakutan di sini.”

“Lantas, apa maksud dari perkataanmu itu? Kau bilang perpustakaan. Ayolah, Sunghyun Jeoha masih berumur 7 tahun, terlalu dini untuk berdiam diri di tempat membosankan itu. Beliau masih dalam masa kanak-kanak.”

“Sebenarnya yang mulai pikun di sini siapa, heh. Kau lupa jika Sunghyun Jeoha meniru perilaku Ibundanya, Sungmin Mama. Kerap kali aku melihat beliau menghabiskan waktu di sana sama persis dengan Sungmin Mama, yang terbiasa menghabiskan waktu senggangnya di perpustakaan,” jelasnya jengkel.

Sang lawan bicara mengusap tengkuk sambil tersenyum canggung, dia mulai menyadari kebodohannya.“Baiklah, sebaiknya kita bergegas ke perpustakaan,” titahnya acuh menghiraukan dengus mencemooh dari rekan dayangnya.

*Rose*

“Sungmin Mama.”

“Oh, Bibi Yoon.” Sungmin mengalihkan pandang sekilas dari rajutannya.

Angin berembus lembut menerbangkan helaian hitamnya, mengusap pelan wajah elok itu serta memabukkan indera penciumannya dengan berbagai aroma bunga yang semerbak di taman istana Goguryeo tersebut.

Bibi Yoon menatap Sungmin dalam diam, raut rentanya tergurat perasaan resah. “Anda tidak lelah, Mama. Hari mulai beranjak siang,” ucap Bibi Yoon cemas.

Sungmin tersenyum, dia mengalihkan pandang sambil menggeleng. “Aku menikmati kegiatanku saat ini, Bibi Yoon. Sama sekali tak merasa lelah.”

“Anda tidak merasa lapar?” Bibi Yoon masih berusaha mengalihkan fokus Sungmin dari kegiatannya.

Helaan napas terlontar, Sungmin meletakkan kain rajutannya ke pangkuan. Menopang dagu sembari menatap Bibi Yoon penuh minat.

“Kenapa, Bibi Yoon? Mengapa terlihat berat hati? Kau tidak suka melihatku merajut.”

Pertanyaan Sungmin kontan membuat wanita paruh baya itu tergeragap di tempat. Merasa tak enak hati manakala menyadari identitasnya di hadapan Sungmin. Menyadari dirinya siapa di sini? Lancang sekali berani melarang kesenangan junjungannya.

ROSEWhere stories live. Discover now