33. Menyerah Saja

58.7K 6.4K 1K
                                    

Leya rasanya baru saja jatuh menghempas inti bumi. Apa ia tak salah dengar? Gangguan identitas disositif? Bukankah itu... kepribadian ganda? Gleen? Tidak, ini salah.

"Pak Rasyid, maaf. Apa saya barusan salah dengar?"

"Tidak. Ya, mungkin kamu tidak akan percaya dengan apa yang saya katakan. Itulah sebabnya saya berikan seluruh berkas mengenai Gleen padamu. Saya juga tidak percaya. Tolong periksa ya, kalau memang ada yang salah dari berkas itu, kamu bisa langsung mengonfirmasinya pada saya. Saya sengaja tidak memberikan tanggung jawab ini pada bawahan yang lain. Saya ingin kamu sendiri yang menyelidikinya. Saya percaya padamu. Semua berkas telah ada, yang kamu perlu lakukan hanya mencari kebenarannya saja."

Iya, berkas ini bisa saja dibuat-buat oleh psikiater Gleen. Leya yang akan membuktikan bahwa pernyataan dan diagnosa dari psikiater itu palsu.

"Baik, Pak. Saya akan mengeceknya hari ini juga."

"Oke, terimakasih Leya. Bagaimanapun hasilnya, kebenaran harus tetap diungkap. Jangan ada satupun fakta mengenai Gleen yang kamu tutupi ya. Walaupun itu fakta yang sangat buruk. Kamu tidak berpihak pada Gleen bukan? Berpihaklah pada apa yang memang menjadi kebenaran."

Leya terdiam sebentar. Di saat itu pula, laki-laki yang baru saja mereka bicarakan berdiri sejarak 2 meter dari Leya. Mata mereka saling bertemu. Gleen berhenti melangkah. Wajahnya... tak bisa diartikan. Antara bingung, syok, dan... entahlah... khawatir? Gleen berusaha tersenyum canggung, tapi Leya justru terpaku. Tak tersenyum sama sekali.

"Leya?"

"Iya, baik. Nanti saya laporkan semuanya." Leya langsung mematikan ponselnya searah. Dengan cepat, ia memasukkan ponsel itu ke sakunya. Ia bingung bagaimana harus menghadapi Gleen saat ini. Baru saja ia menyatakan bahwa dirinya jatuh cinta pada laki-laki itu, kemudian dalam waktu beberapa menit, fakta mengerikan seakan membuat kepercayaan Leya goyah. Tidak, Leya tak boleh goyah. Tapi, kenapa... jadi sulit begini?

Gleen kembali melangkah mendekati Leya, "ehm... Ya'..." Ia terlihat begitu canggung, "gue..."

"Gue pulang duluan ya Gleen. Lo tolong jagain Kak Dedel dulu. Ayah tadi pergi. Gak tahu sekarang dimana. Gue mandi bentar aja kok," potong Leya cepat.

"Gue anter?"

"Enggak. Lo di sini aja. Gue bisa sendiri." Leya langsung melangkah cepat melewati Gleen. Jelas, Gleen pasti tahu bahwa Leya menghindarinya.

"Ya'..." panggil Gleen.

Leya menoleh.

"Hati-hati."

Leya tersenyum kaku, kemudian mengangguk. Sulit mempercayai bahwa Gleen menderita penyakit psikis seperti itu. Tapi, sebagian lagi dari dirinya percaya. Leya takut menerima kebenaran. Sepertinya, ia memang benar-benar harus mencari tahu.

Gleen normal. Ia tak apa-apa. Kalimat itu terus Leya gumamkan sambil melangkah pergi.

~~~

Leya membongkar seluruh berkas yang ia sembunyikan di dalam kamar Gleen. Tepatnya dalam koper berisi baju dalam Leya. Ya, tentu saja agar tak ada yang berani membongkarnya.

Leya mulai membuka satu per satu berkas itu. Ia membaca perlahan kertas-kertas informasi mengenai kejiwaan Gleen. Psikiater Gleen mendiagnosa bahwa Gleen menderita gangguan psikis yaitu gangguan identitas disosiatif dimana terbentuk 2 sampai lebih kepribadian berbeda di dalam diri Gleen. Gleen tepatnya memiliki 4 kepribadian berbeda. 1 kepribadian primer atau kepribadian mendominasi, yaitu Gleen sendiri dan 3 kepribadian yang mengambil alih kepribadian primer pada waktu tertentu dengan memori dan tingkah laku, serta identitas yang benar-benar berbeda.

Once Upon a Time (Dahulu Kala)حيث تعيش القصص. اكتشف الآن