Siti vs. Bunga

128 21 16
                                    

Duh, dasar ye tukang ojek zaman now. Mentang-mentang di aplikasinya bisa ngeliat nomor penumpangnya pasti langsung disimpen deh. Abis itu entar pura-pura salah sambung, ujung-ujungnya pengen kenalan. Apalagi cewek single kayak gue, kan rawan baper. Kalo gue langsung minta digiring ke KUA gimana? Plis deh, abang ojek online jangan simpen nomor aye ya bang.

"Woy neng, masih sehat? Kapan mau bayar ongkosnya nih. Saya mau ambil orderan lain." ucap abang ojek memecah lamunan gue.

"Loh, abang nggak mau nyimpen nomor aye? Terus ntar ngajakin chatting-an gituh."

"Ogah, bini saya udah tiga. Itu juga belom abis neng saya cemilin tiap malem."

Dengan lesu gue ngeluarin beberapa lembar uang dari dompet. Hilang sudah khayalan di-chat seorang lelaki meskipun doi seorang tukang ojek. Dengan langkah gontai gue berjalan menuju gerbang sekolah. Belum sampai masuk ke dalam gerbang gue terhenti sesaat, dikejauhan tampak gerak-gerik seorang anak perempuan yang tak asing buat gue. Melihatnya baru saja turun dari motor ninja membuat gue gondok abis. Derajat gue sebagai guru terjun bebas dihadapan anak murid sendiri. Ingin rasanya ngejar abang gojek tadi, terus nyuruh doi ganti motor supra X miliknya jadi motor Harley Davidson.

Gue bersembunyi di balik tembok gerbang. Saat anak perempuan itu lewat, gue langsung menegurnya. "Selamat pagi Bunga, abis dianter siapa ya kali ini. Kok dianternya nggak sampai depan gerbang?"

"Eh, apaan sih bu siti. Pengen know aja urusan orang." ucap Bunga datar dan langsung pergi masuk ke kelasnya.

Melihat tingkah Bunga, gue jadi kepo maksimal. Insting gue sebagai guru mengatakan ada sesuatu yang nggak bener ini. Muncul sebuah tangan memberikan kaca mata hitam ke arah gue. Meskipun agak kaget, gue segera memakainya dan mengelus-elus dagu seakan ada sebuah misi penting yang harus diselesaikan.

"Bu Siti, kalau emang suka sama kacamatanya simpen aja. Apa sih yang nggak buat bu Siti."

Sadar dengan kehadiran pak Sae yang tiba-tiba, membuat bulu kuduk gue berdiri. Ini sekolah butuh di-ruqyah kali ya. Setannya banyak amat. Dengan segera gue mengembalikan kacamata hitam itu dan segera berlari menuju kelas. Sesaat gue berhenti dan melihat ke belakang. Terlihat pak Sae sedang asyik menciumi kacamata yang tadi gue pake. Sesaat kemudian gue merasa diri ini sudah terkontaminasi dengan virus yang berbahaya. Gue kudu mandi junub.

***

Keesokan harinya pun begitu, tapi kali ini gue melihat Bunga dianter ke sekolah pakai mobil sedan. Harga diri gue pun terasa seperti diobral abis-abisan. Gue ini guru, pekerjaan yang sangat mulia. Sudah seharusnya gue didukung dengan fasilitas yang maksimal. Pulang-pergi dianter mobil dinas yang mewah, kalau lagi butuh temen cowo buat nonton udah tersedia, ya pokoknya semua keinginan gue harus dipenuhi lah. Seenggaknya lelaki sebagai pendamping mengarungi terjalnya kehidupan ini. Tsaah.

"Ya, ada apa ya Bu Siti."

Lagi-lagi, lelaki durjana itu merusak lamunan gue tentang indahnya kehidupan.

"Pak, Bunga itu memang sering dianter sama orang yang beda-beda ya?"

"Oh, iya ... bahkan dulu pernah ada yang marah-marah."

"Loh, marah kenapa pak?"

"Jadi dia marah karena tiba-tiba diputusin sepihak. Terus dia nyari Bunga di semua sekolah yang ada di sepanjang jalan ini. Bahkan sampe TK yang ada di ujung komplek disamperin. Tapi Bunga yang dia cari nggak ketemu. Adanya bunga yang itu tuh."

Gue pun langsung menoleh ke arah yang ditunjuk pak Sae. Di salah satu pojok taman tumbuh pohon bunga kamboja yang sedang berbunga.

"Bu Siti mau saya ambilin bunganya? Saya romantis kan, Bu orangnya." ucap pak Sae sambil tersenyum.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Feb 21, 2018 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Kids Zaman Now  Bab VII - Siti vs. BungaWhere stories live. Discover now