Surat fiksi

6.6K 160 2
                                    

Kepada seseorang yang fotonya pernah ada disetiap tempat spesial yang aku siapkan.

Well,
Mungkin ini adalah surat fiksi keseribu kali aku tulis, namun tak Akan pernah kau baca. Tak apa, ia memang tercipta seperti itu, atau lebih tepatnya seperti kisah kita kemarin, mungkin? Hahahhahaha, maaf, maaf, aku tak bermaksud membuatmu tersinggung lagi.

Oke, baiklah. Surat ini aku tulis bukan tanpa alasan juga, melainkan ada beberapa hal yang menggerakkan tanganku untuk kembali menuliskan namamu lagi disini. Ah tidak, aku tidak mungkin menuliskan namamu disini.
Kau, namamu terlalu indah, sekaligus terlalu menyakitkan untuk ditulis disini.

Kali ini aku ingin menceritakan apa maksud dari setiap kata "Aku Tak Apa" yang kau dapatkan, ketika kau bertanya kepadaku setiap aku terdiam. Aku bukan bermaksud menjadi seseorang yang egois dan kekanak-kanakan karena memilih untuk tidak berbicara tentang perasaan yang aku rasa, hanya saja aku tau jika aku bicara, itu mungkin akan mengganggu kebahagiaanmu hari ini.

Tak enak rasanya aku merusak kebahagiaanmu yang telah dibangun susah payah oleh seseorang (namun tetap saja, ia tak sehebat aku). Kareba dulu tanpa kau tau, aku juga benci ketika kau disampingku, namun kau tetap membicarakan orang lain.

Ah, aku jadi kembali membicarakan masa lalu. Maaf.. Maaf..

Dari sekian banya kerikil, dari sekian banyak anak tangga, dari sekian banyak persimpangan, dari sekian banyaknya hal-hal dimasa lalu, pada akhirnya aku sampai kepadamu kemarin. Aku kira aku akan berhenti cukup lama, namun ternyata tidak. Aku kira kau lebih dari sekedar tempat peristirahatan, namun ternyata kau adalah persimpangan yang lainnya.

Namun, aku akan jujur. Dari sekian banyak masa lalu yang telah aku lalui, entah mengapa kau yang paling melekat. Rasa-rasanya setiap aku menemui orang baru dan menunjukkannya kepada temanku, mereka akan berkata bahwa orang baru itu mirip dirimu.

Entah itu matanya, hidungnya, bibirnya, badannya, atau bahkan gelak tawanya. Awalnya aku merasa ini hanya kebetulan, hingga pada akhirnya tiga temanku mengatakan bahwa setiap persimpangan yang aku lalui, semuanya selalu mirip dirimu.

Astaga! Jadi, selama ini dialam bawah sadarku, aku mencari penggantimu, namun sebenarnya aku mencari kau dalam diri orang lain? Sungguh memalukan. Aku tak pernah merasa sebegitu bodohnya seperti ini. Kau adalah orang pertama yang mampu membuatku seperti ini.

Tapi tenang saja, akupun pada awalnya tak percaya. Mungkin ini hanyalah khayalanku saja. Namun, semakin aku mencoba untuk mengelak dari rasa yang aku buat sendiri ini, tanpa sadar aku semakin mencari kau.

Iya, kau.

Aku pandai menasehati orang lain. Mencaci-maki setiap mereka yang bodoh karena bertahan setelah ditinggal pergi. Namun, sekarang aku adalah mereka. Aku mencaci-maki diriku sendiri. Ah! Rasa-rasanya aku semakin membenci diriku sendiri jika menceritakan semua hal ini lagi. Maka, maukah mulai sekarang kau mengerti apabila aku menjawab "Aku Tak Apa" ketika kau tanya bagaimana kabarku?

Karena, selain aku yang selalu tanpa sadar mencarimu disetiap orang yang aku temu, kau juga tau bahwa kabarku pernah jauh lebih baik; dan itu adalah ketika aku masih bersamamu.

Akupun sama sepertimu, tak ingin kita jauh, tak ingin kita seperti orang asing lagi. Tapi jujur saja, aku benci menjadi orang pintar yang sudah terlanjur memenuhi otakku dengan banyaknya pengetahuan bahwa sekarang kau tak lagi mencintaiku— dan yang lebih brengseknya lagi, disini aku masih.

Aku rindu menjadi orang bodoh. Yang berani mencintaimu secara luar biasa ketika kita pergi berkencan untuk kedua atau ketiga kalinya. Aku rindu menjadi orang bodoh yang mendengarkanmu menangis setelah dilukai orang lain. Aku rindu menjadi orang bodoh yang berpura-pura tak apa ketika telingaku dijejali tawamu menceritakan orang lain.

Aku rindu menjadi bodoh! Aku rindu kam.. Ah maaf salah, aku rindu menjadi bodoh!

Selain itu, disetiap kalimat "Aku Tak Apa" yang aku ucapkan kepadamu, disana juga tersimpan sebuah rahasia lain. Rahasia perihal hari-hariku yang tentunya sudah tanpamu. Baik buruknya aku ingin banyak bercerita seperti dulu, kau mendengarkan, sesekali tertawa karena aku menyelipkan kata-kata hinaan kecil perihal orang yang aku temui hari itu

Namun, aku memilih untuk tidak bercerita lagi. Bukan karna apa-apa, namun aku tak ingin mengganggu apa yang sedang kau bangun sekarang bersama orang lain itu. Aku sebenarnya bisa saja menjadi orang brengsek yang datang, masuk ke kehidupan kalian, membuatmu kembali jatuh cinta kepadaku, lalu kemudian aku pergi begitu saja. Ah, itu perkara mudah untukku. Bahkan hanya lewat tulisan saja aku mampu.

Tapi, kau tau aku. Aku yang sebenar-benarnya aku, pasti tidak akan melakukan itu.

Maka nanti disetiap kalimat "Aku Tak Apa" yang aku ucapkan, aku harap kau mulai mengerti bahwa ada banyak pengorbanan yang aku simpan didalamnya. Pengorbanan perihal aku, engkau, kita, masa lalu, dan masa depan.

Terimakasih.

Akhirnya, surat ini aku tutup tepat ketika lagu "Michael Buble - You Don't Know Me" yang sedang mengalun di Ipod-ku ini menyentuh detik-detik akhir.

Terimakasih sudah pernah datang.
Terimakasih sudah pernah membuatku jatuh cinta.
Aku pernah bahagia bertemu kau, dan aku tak pernah menyesal.

Kita adalah sebuah kebetulan yang entah bagaimana caranya bisa menjadi bahagia. Sesuatu yang tak pernah disangka-sangka sebelumnya, namun bisa bertahan begitu lama.

Aku tak bermaksud memenangkan kau kembali. Aku sudah cukup. Saatnya aku mulai kembali berlari setelah beristirahat panjang.

Kelak apabila kau tak sengaja berkunjung dan membaca surat yang diam-diam aku tulis untukmu ini, lalu kau merasa bahwa aku belum benar-benar bisa melupakanmu, well..

Seperti lagu yang aku dengarkan tadi,

Sorry,

You Don't Know Me

Quetos <3Where stories live. Discover now