One (1)

65 15 22
                                    


Matahari mulai menurunkan diri sehingga cahayanya jadi lebih redup, hal itu nampak indah jika di perhatikan, tapi tidak dengan pemandangan di SMA 3, terlihat beberapa murid mulai berhamburan keluar sekolah. Layaknya binatang yang dikurung berbulan-bulan, mereka keluar dengan tak sabaran. Khususnya anak baru yang dikerjai habis oleh para seniornya. Mereka pun langsung menuju jalan raya untuk mencari kendaraan umum yang mengantar ke arah rumah mereka masing-masing. Tak ada yang membawa kendaraan pribadi karena memang untuk acara ospek seperti ini, anak baru tak diperbolehkan membawa kendaraan sendiri, harus dengan kendaraan umum, "Gue pengen pindah jurusan deh" ucap tiba-tiba seorang perempuan dengan rambut yang sedikit berwarna kecoklatan yang dibiarkan terurai serta poni rata didepan jidatnya serta membawa tas pink dan berseragamkan putih-biru.

"Lah kenapa emang?" Tanya seorang perempuan disebelahnya yang memiliki postur hampir sama tinggi serta rambut dikuncir kuda dan memiliki kulit yang sangat putih dibanding anak perempuan lainnya, mereka sedang berjalan bersama di jembatan layang menuju halte busway, "Gue ga suka jurusan IPA sa, ga sesuai cita-cita gue. Lo tau sendiri kan apa cita-cita gue." Jawabnya sambil menatap langit yang kini sudah berwarna jingga

"Yaudah pindah aja lah, mumpung masih ospek ini."

"Emang masih bisa?"

"Bisa, kemaren gue sempet nanya ke TU katanya masih bisa sampe hari terakhir ospek."

"Yah, besok dong?" tanyanya yang dijawab dengan anggukan dari teman disebelahnya, "Gue aja belom ngomong sama bokap dan nyokap gue, mana sempet sa." lanjut perempuan itu dengan nada bicara yang lesu. "Yaudah lah, lu tinggal ngomong pas pulang."

"Saran gua sih mending lo cepet-cepet obrolin, soalnya percuma kalo lo nanti ngejalanin apa yang ga lo suka. Pasti lo ngejalaninnya jadi terpaksa, dan hasilnya malah jadi sia sia, ra," sambil menepuk pundak temannya itu. "Gile lo sa, bisa bijak juga lu."

"Tapi gimana mau cepet nih, busnya aja ga dateng-dateng nih. Mana besok pagi lagi," lanjutnyanya sambil sedari tadi melihat ke arah jam tangannya. Memang Sudah cukup lama mereka menunggu dihalte tersebut sampai-sampai senja sudah menampakan dirinya, namun bus yang mereka tunggu tak kunjung datang.

---

"Ma, pa. Ara mau pindah jurusan boleh gak?" tanyanya memecah suasana keheningan di meja makan. Dimana mereka sedang berfokus menghabiskan makanan mereka masing-masing, "Loh, kenapa kamu tiba-tiba mau pindah jurusan? Lagian emang masih bisa pindah?" Ucap perempuan paruh baya diiringi dengan menyuapkan makanan ke dalam mulutnya

"Yaa, Ara ga suka Jurusan IPA ma, Ara lebih suka jurusan Bahasa. Lagian masih bisa pindah kok, batasnya sampai besok."

"Aurora," suara pelan datang dari seorang pria yang terlihat lebih muda dari umur seharusnya, "Papa sih terserah kamu mau jurusan apa aja, tapi papa mau ngasih tau kalau jurusan IPA tuh sekarang paling dibutuhkan diberbagai perusahaan, jadi persentase kamu dapet kerja lebih tinggi."

"Yah ilah pa, kan percuma kalo kita ngejalanin sesuatu dengan terpaksa, hasilnya jadi malah ga maksimal. Lagian ara kan gamau kerja dikantoran gitu."

"Lah, trus kamu mau kerja jadi apaan de?" tanya Akbar, anak tertua dari keluarga mereka, "Hm.. ya kalo ga sutradara, ya penulis," jawab Aurora dengan sedikit ragu, "Ya elah, kayak bisa aja kamu." Aurora pun hanya menatap sinis abangnya itu dan diiringi dengan tawa dari Akbar karena melihat sikap adiknya, "Jadinya gimana ma, pa? ara boleh pindah jurusan gak?" lanjutnya.

"Ya sudah, papa sama mama terserah kamu aja. Kalau menurut kamu itu yang terbaik, yaudah papa setuju. Yang penting kamu harus sungguh-sungguh ngejalaninnya," Jawab pria paruh baya atau yang biasa mereka sekeluarga panggil 'papa'

Aurora pun bersorak gembira "yeaaay, makasih ma, pa."

---

'kriiing' bunyi panjang bel sekolah menandakan kegiatan ospek telah selesai. Para senior pun berjabat tangan dengan juniornya serta meminta maaf atas semua bentakan-bentakan yang mereka lontarkan. Mereka beralasan hal tersebut untuk sebuah didikan mental, padahal sih kebanyakan mereka melakukan itu atas dasar balas dendam karena tahun sebelumnya mereka yang jadi 'korban'.

"Akhirnya kelar juga nih acara ga jelas," ucap Aurora, "Iya gila, ampe bete gue ngikutinnya," balas Lisa, yang merupakan teman Aurora sejak kecil.

"Eh, ayo sa, temenin gue ke TU," ajak Aurora. "Ngapain? Lo jadi pindah jurusan?"

"Kaga, mau pacarin kepala TU-nya." mendengarkan perkataan itu membuat Lisa kaget dan menoleh ke arah Aurora,"Ya iyalah mau pindah jurusan Lisaaaaa."

Lisa pun terkekeh pelan, "Ye kocak, yaudah ayo ke TU."

Mereka pun berjalan beriringan menuju ruang tata usaha disekolahnya, "Eh iya sa, lo gapapa nih gue tinggal? pisah jurusan?"

"Ya elah ra, santai aja kali. Masih satu sekolah ini."

"Ya, siapa tau lo galau terus jadi nangis berhari-hari gitu gara-gara kita beda jurusan," ucap Aurora sambil tertawa kecil. "Najis," ujar Lisa sambil menjulurkan lidahnya keluar mempraktekan seolah-olah ingin muntah, "Gua masih normal kali." Aurora pun terkekeh mendengar perkataan itu.

Sesampainya di TU Aurora pun mulai mengurus segala keperluannya untuk pindah ke jurusan yang ia suka. Cukup ribet memang, karena ia pun mengurusnya sangat mepet. Kertas demi kertas ia tulis, setidaknya ada 5 kertas yang wajib dia isi untuk mengurus kepindahannya. Akhirnya semua itu memakan waktu sampai 1 jam. Alhasil mereka pun pulang sudah lewat waktu maghrib.

"Yah, gara-gara lama ngurusin pindahan, balik jadi kena macet deh. Maap ya sa," ucap Aurora, "iya, gapapa ra. Yang penting sahabat gue yang satu ini bisa menggapai mimpinya buat jadi sastrawati." Aurora pun terkekeh, "Alay lo"

"Lo mau makan dulu ga? Gue traktir deh kali ini."

"kuy laaaah, ya kali ga kuy," tawaran Aurora pun tak disia sia kan Lisa

---

Hai, semoga suka ya:)
Jangan lupa comment kritik dan saran
serta votenya yaaaaaaa:))))

Makasiih

Makasiih

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Heart ShakerWhere stories live. Discover now