1.3

2.8K 407 33
                                    

[ Jocelyn Point of View ]

Dia menyuruhku ke taman belakang?

Apa aku harus ke sana? Ah, tidak usah. Untuk apa aku ke sana? Bagaimana jika dia membohongiku?

Tapi —tunggu dulu..

aku, aku begitu penasaran dengannya.

Ck!
.
.
.
.
.
Oke baik, Jocelyn! kau akan menemui si -H xx itu nanti!

"Siapapun dia, dia telah membuatku tersenyum-senyum sendiri ketika membaca surat-suratnya." batin Jocelyn.

"Kau pulang duluan saja sana. Aku ada urusan." ucapku ke Jecelyn.

"Eh! Memang mau kemana? Aku ikut." balasnya.

"Tidak usah. Zayn sudah menunggumu di parkiran, Je.. Cepat kesana!" Aku menunjuk ke arah Zayn yang tengah duduk di motornya yang memang sedang menunggu Jecelyn.

"Hm... Oke, baiklah. Hati-hati ya!" katanya dan perlahan menjauh.

"Oh! jika aku melihatmu pulang dengan mata berbinar-binar dan begitu kegirangan traktir aku sesuatu." sambung Jecelyn.

"Eh?"

"Dah.." katanya cepat sambil melambaikan tangan ketika sudah hampir sampai di tempat Zayn.

"Yaa.." ucapku dan berjalan menuju ke taman belakang.

.
.
.
.
.

[ Harry Point of View ]

"Kau harus melakukan sesuatu, Harry! masa yang sampai saat ini kau lakukan hanyalah meletakkan notes kecil ke dalam lokernya? Dude, how gentle you are!" kata Zayn.

Jelas sekali dia sedang menyindir.

"Jadi aku harus bagaimana?" tanyaku yang masih sibuk memutar-mutar pena.

"Katakan padanya. Ungkapkan perasaanmu, biarkan dia jadi milikmu." kata Zayn berbisik. Suaranya benar-benar menakutkan. Aku sampai merinding mendengarnya.

"Bagaimana jika dia menolak?"

"Apa? Menolak? Dasar Harold payah! Kau belum mencoba dan sudah membuat kesimpulan sendiri." perkataan Zayn barusan yang begitu sinis membuatku ingin cepat-cepat menemui Jocelyn, jika perlu saat ini juga.

"Temui dia di taman belakang dan katakan semuanya, katakan tentang perasaanmu padanya!" kata Zayn.

"Eh? Tapi... tapi.. tapi bagaimana caranya?"

Tidak mungkin aku langsung mengatakan padanya langsung untuk menemuiku ke taman belakang.

"Ya tentu saja pakai surat yang kau kirim setiap hari, Styles!" kata Zayn menggeram sambil mengepalkan kedua tangannya.

"Wow! Slow down." Aku terkesiap dan beranjak menjauh dari Zayn beberapa meter, "aku akan melakukannya." kataku menenangkan.

"Oke, begitu lebih baik." kata Zayn. "Ah, aku akan pulang duluan dengan Jecelyn nanti.." sambung Zayn.

"Hah? Jecelyn? Jece... —kau?! jangan bilang kau—

"Iya! Aku sedang menjalin hubungan dengannya. Kau begitu lama, dan aku bosan menunggu." ucap Zayn.

"Dasar!" Spontan aku menjitak kepalanya dan secara tak sengaja mengenai sedikit jambul badainya itu.

"Woho, hati-hati dengan tanganmu, teman." ucapnya sambil melindungi rambut kesayangannya itu.

"Aku meragukanmu, apa kau lebih memilih rambutmu apa Jecelyn." ucapku penuh curiga.

"Oh! tentu saja Jecelyn dan, dan aku juga akan mempertahankan rambutku ini! Hahahaha..." ucap Zayn diiringi tertawaanku.

.
.
.
.
.

Disinilah aku sekarang, taman belakang sambil menunggu pujaan hati datang, eh? Whatever.

"Dimana sih, dia?" kata seseorang yang sangat kukenali suaranya.

Begitu berbalik, aku melihatnya, seorang perempuan berambut ikal bergelombang berwarna pirang sedang membelakangiku.

Perlahan aku mendekat ke arahnya. Sungguh pelan. Bahkan ia tak merasakan kehadiranku. Ia tetap menggumam hal-hal tentang dimana kehadiranku.

"Ah! dia pasti mengerjaiku." ucap Jocelyn dan tiba-tiba saja memutar badannya.

"Hei." ucapku diiringi senyuman kecil.

Jocelyn terpaku. Wajahnya kemudian mendongak.

-H xx ⌐h.es°Donde viven las historias. Descúbrelo ahora