06

3.7K 266 14
                                    

Menangislah jika ingin menangis, jangan terus berpura-pura untuk baik-baik saja.

Karena masih ada bahu yang disediakan untuk sandaran ketika kamu membutuhkannya.

-HKS-

Mentari memegang tali tas jinjingnya, sesekali meyampirkan sebagian rambutnya di belakang telinga menggunakan tangan sebelahnya. Dia sudah menunggu sejak lama tapi tidak ada taksi yang lewat. Sekalinya lewat sudah terisi dengan penumpang. Menyebalkan ketika dia sudah mempunyai janji tapi kendaraan tidak ada satu pun yang memihaknya.

Terlebih dengan sinar matahari yang mulai menyengat. Dia paling malas pergi ketika mentari sudah berada di puncak ditambah lagi ini adalah hari libur, di mana ia bisa tidur sepuasnya, melemaskan otot yang begitu kaku selama bekerja.

"Ah, lama bener, tau gini naik ojek aja," Mentari mengeluh, sembari masih melihat ke arah kendaraan yang berlalu lalang. Tangannya terurai ketika sebuah taksi putih terlihat. Beruntung tidak ada penumpang, sehingga taksi itu mendekat.

"Pak, ke Epicentrum," kata Mentari ketika dia sudah berada di dalam taksi. Kesejukan langsung menimpanya, dia selalu berterima kasih kepada sang penemu AC, karena dengan alatnya itu rasa panas yang dideranya menghilang.

Taksi melaju dengan kecepatan sedang, berbaur dengan kendaraan lainnya. Dia sudah lama tidak bersama teman-temannya. Lebih tepatnya sahabat dirinya.Sejak dia pergi, mereka hanya saling bertukar kabar melewati chat, Line, WA, messenger, telpon, sms, bahkan surat, dan e-mail. Ketidak ada kerjaan yang membuat mereka mengirim banyak surat untuk Mentari. Ia menyenderkan punggungnya disandaran kursi, sembari menatap jalan.

Mentari membuka lembar per lembar novel yang sekarang berada dipangkuannya. Ia tenggelam dalam kisah yang ada di dalam novel itu sebelum akhirnya suara yang begitu ribut keluar dari ponselnya, saling berdatangan tanpa berhenti, membuat ia akhirnya menutup novelnya dan mengambil ponselnya. Grup dia dan sahabatnya mulai ribut.

"Ada kabar apa?" Mentari menyilangkan kedua kakinya, membuka grup yang bertulisan: Grup pencinta dirimu. Tangannya bergerak, menarik layar agar bisa melihat

Grup pecinta dirimu

Airy : Mentari! Kamu udah di Lombok ya?! Ah kamu mah, gitu nggak bilang-bilang! Mentari! Ih, saya kutuk lo jadi capung ya! Bales.

Amaya : Ha? Tuh Anak pulang? Sumpah? Shit. Mentari! Kamu dih, gitu banget, balik-balik nggak ngabarin. Lo tahu dari mana Ry?

Airy : Dari emak. Kan emaknya si Matahari temenan sama emak gue.

Amaya :Tuh anak emang minta dibejek ya, dulu sewaktu dia pergi nggak bilang, sekarang dia pulang nggak bilang. Cih, udah kayak sperm aja.

Airy : Dih, Amaya, tuh mulut dikontrol dikit napa. Ada anak kecil di sini.

Amaya : Siapa? Anak kecil yang udah punyak anak maksud kamu? Pfft.

Loveya: Matahari? Memang Matahari punya ibu ya?

Airy : Anaknya akhirnya nongol. 'Kan Mentari emang punya emak Love. Gimana dia lahir kalau nggak dari emaknya?

Loveya: Ehm... bukannya Matahari udah diciptakan ya sama planet lain? Perasaan aku belajar dulu, nggak ada yang bilang Matahari punya ibu.

MentariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang