Tiga

53.8K 9.1K 443
                                    

Hepi reading en lope-lope yu ol, Gaess... Bagi komen tentang gimana ceritanya menurut kamu sejauh ini dong. Sudah bisa bikin penasaran atau belum?

**

Kurasa tidak ada orang yang sebahagia aku saat meninggalkan masa-masa suram di SMA. Seandainya aku bukan sepupu Pretty Puspa Citra yang menjadi model setelah memenangkan kontes gadis sampul sebuah majalah remaja waktu SMP, aku pasti akan baik-baik saja. Tidak ada yang akan menyadari kehadiranku, karena aku memang termasuk kategori orang yang tidak terlihat. Tidak akan ada yang sadar dan peduli aku ada atau tidak. Roda kehidupan di sekolah akan terus berputar normal meskipun aku tidak ada.

Namun karena Pretty menikmati menjadikanku bahan olok-olok, semua orang di sekolah jadi mengenalku sebagai sepupunya yang tidak diinginkan. Itu mengerikan.

"Kok nggak kayak Pretty, ya?" Adalah tanggapan yang sering kudengar.

"Kan katanya mereka bukan sepupu beneran. Dia diangkat anak sama tantenya Pretty."

"Oh, pantesan. Kirain dia tumbal di keluarganya. Cantiknya disedot habis sama yang lain, jadi dia kebagian jeleknya doang. Kakaknya kan cakep banget juga. Lebih cocok adik-kakak sama Pretty."

"Jelas aja. Mereka kan punya hubungan darah. Gen mah nggak pernah bohong."

"Tapi kalau diperhatikan dia sebenarnya nggak jelek-jelek amat kok."

"Emangnya ada yang mau perhatiin dia kalau dibandingin dengan Pretty? Ya ampun, perbandingkannya jomplang banget. Dia sih bisa kelihatan cantik kalau dilihat dari puncak pakai sedotan aqua." Di bagian sini biasanya diberi jeda untuk tertawa. "Lo nggak perhatiin waktu dia jalan? Gue ngeri banget lihatnya, takut tungkai dia lepas dari sendi saking kurusnya." Dan tawa mereka akan jadi lebih panjang.

Aku menarik napas panjang berulang-ulang untuk mengusir kenangan yang kupikir tidak akan kuingat lagi. Ya, mau bagaimana lagi? Hidup memang tidak bisa diprediksi. Orang-orang yang kita pikir sudah kita potong dari kehidupan masa lalu ternyata bisa kembali dan memotong kebahagiaan kita di masa kini.

Tidak, kali ini aku tidak lagi bicara tentang Pretty, karena meskipun hidup dan dunia kami berada di kutub yang berbeda, kami masih akan terus bertemu karena kami masih keluarga. Aku bicara tentang Atharwa. Laki-laki yang datang bersama Pretty dan ternyata menjadi manajer marketing kami yang baru.

Ya, seperti yang kalian duga, dia cinta pertamaku. Cinta monyet. Cinta yang tentu saja tidak kesampaian dan hanya terpendam di dasar jiwa, karena tidak mungkin terwujud. Orang seperti Atharwa jelas tidak akan melirik orang seperti aku.

Tidak seperti pemeran utama dalam komik dan novel teenlit yang menjadi sahabatku sejak aku kehilangan Pretty sebagai teman berbagi, Atharwa bukan cowok paling tampan di sekolah, meskipun tampangnya menyenangkan untuk dilihat. Setidaknya, menurut versiku. Aku jatuh cinta kepadanya, kan? Dia tidak bermain basket. Dia memang selalu mendapat peringkat pertama di kelas kami, tetapi tidak masuk dalam 5 besar rangking umum untuk angkatanku. Jadi ya, dia bukan yang paling pintar juga. Dan dia juga bukan tipe bad boy yang menghabiskan waktu berbuat onar untuk menarik perhatian cewek-cewek.

Pembawaan Atharwa tenang. Tidak seperti teman-teman cowok lain yang mendadak banjir dopamin saat berpapasan dengan Pretty, dia terlihat biasa saja. Mungkin sikap itu yang membuatku menyukainya. Hampir tidak ada orang tidak tertarik untuk berinteraksi dengan Pretty, dan Atharwa termasuk orang yang langka itu.

Aku ingat pernah ke kantin dan duduk sendiri seperti biasa. Atharwa datang tidak lama kemudian. Dia duduk di meja yang sama denganku. Makan dengan tenang seolah tidak menyadari ada aku di situ. Aku sampai harus bernapas pelan-pelan untuk membuatnya tetap merasa sendiri di meja itu. Aku takut dia akan mengangkat piringnya dan pergi kalau tahu dia tidak sendiri di situ, meskipun rasanya tidak mungkin dia tidak melihatku karena akulah yang lebih dulu duduk di situ.

Love,  lost,  And,  Found (Cinta Itu....) - TERBITWhere stories live. Discover now