Part 16: Accomplished

1M 31.2K 526
                                    

Part 16: Accomplished

“Beruntungnya bisa punya suami kayak begitu... Pake pelet apa Fan?”

Fany memutar bola matanya. “Ngaco banget sih, Lyn. Suami lo juga nggak kalah keren kali,” ujarnya sambil menatap rombongan laki - laki yang berada di ujung ruangan.

“Iya, suami lo berdua emang high quality punya,” cibir Clarissa.

“Makanya Sa, mulai serius dong nyari jodoh. Gue aja udah hamil. Mau tunggu anak gue umur 10 tahun baru lo nikah?” semprot Evelyn yang membuat Clarissa menggeleng lesu.

Fany menatap Evelyn—sahabatnya semasa SMA yang tengah mengandung 5 bulan. Jujur saja, dirinya iri setengah mati. Kalau saja Axel menghampirinya sejak malam pertama mereka, mungkin dirinya sudah tengah mengandung 8 bulan saat ini.

“Ngomong - ngomong soal hamil, gimana sih rasanya, Lyn?” tanya Fany penasaran.

Evelyn tampak berpikir. “Hmm, nggak gimana - gimana sih ya. Mungkin mualnya aja yang mengganggu. Sama ngidam yang aneh - aneh di waktu yang nggak tentu. Belum lagi emosinya jadi labil, gampang tersinggung dan sedih. Ya, pokoknya suami harus extra sabar deh...”

“Wah tapi asik banget ya, Lyn,” ujar Fany dengan mata berbinar. “Kalo gue diposisi lo, gue pasti bahagia banget. Mengandung darah daging sendiri, itu benar - benar kebahagiaan tiada tara...” terawangnya.

“Nggak juga, Fan,” kilah Evelyn. Raut wajahnya seketika berubah. “Gue justru tertekan banget pas tahu gue hamil.”

Fany menatapnya penasaran. “Kenapa?”

“Gue married by accident, Fan...” Fany langsung menegakkan tubuhnya dan menatap sahabatnya dengan prihatin.

Evelyn menghela napas. “Ya, bisa dibayangin gimana pas pertama kali gue tahu gue hamil. Stres, merasa masa depan gue hancur. Belum lagi status kita sebelumnya juga bukan pacaran.”

“Tapi ternyata, itu yang menyatukan kita berdua. Gue pun sadar, ini semua merupakan garis yang sudah Tuhan rancang. Sekarang bahkan gue mulai membuka hati buat dia,” Evelyn menatap seseorang diantara kerumunan dan tersenyum—saat tatapan mereka bertemu. “Dan gue sayang banget sama bayi dan suami gue. Lebih dari apapun.”

“Setidaknya lo bisa hamil kan, Lyn. Banyak ibu diluar sana yang nggak bisa,” imbuh Clarissa yang langsung disambut dengan anggukkan kepala Fany.

***

Setelah ketiganya berbincang dan berakhir dengan Evelyn yang berpamit—karena dipanggil oleh sang suami, Fany sontak teringat akan Axel.

Ia menatap jam tangannya dengan resah. Sudah pukul 4 sore, yang berarti reuni telah berjalan selama 3 jam. Mata Fany menelusuri setiap sudut ruangan mencari keberadaan Axel—memastikan bahwa lelaki itu baik - baik saja.

Tanpa sadar pun, kakinya melangkah tak tentu arah karena Axel sama sekali tidak terlihat batang hidungnya. Fany gelisah—peluh mulai bercucuran di dahinya.

“Nomor yang anda tuju sedang tidak dapat dihubungi....”

Sial! makinya. Fany meletakkan  handphonenya ke dalam tas dengan gusar. Sekarang ia benar - benar panik dengan adanya firasat buruk yang melandanya.

“Van, liat Axel nggak?” seru Fany.

Evan yang sedang berbincang dengan teman lainnya segera berpamit dan mendekati Fany. “Nggak, Fan. Memangnya kenapa?” tanyanya dengan khawatir.

“Dia nggak ada dimana - mana, Van. Ditelponin pun nggak bisa nyambung. Gimana dong....” ujar Fany dengan sedikit terisak—membuat Evan semakin khawatir.

Evan mengelus bahunya pelan. “Tenang, Fan. Dia mungkin cuma ke toilet. Jangan terlalu panik dulu, oke?” tenangnya.

“Dia—Arrrgghhh!” Fany melenguh panjang saat seseorang menendang kakinya dan membuat dirinya hilang keseimbangan.

“Ya ampun, Fan. You okay?” tanya Evan sambil membantu Fany untuk berdiri. Ditatapnya punggung wanita—yang entah sengaja atau tidak sengaja menendang tadi dengan perasaan kesal. Walau bagaimanapun, seharusnya wanita itu meminta maaf, kan?

Fany mencoba untuk berjalan dan lagi - lagi hilang keseimbangan. “Sa—sakiiittttt—banget...” ringisnya sambil mengusap tulang kering kanan.

“Cewek tadi nendang tulang kering lo? Yang kecelakaan di Puncak pas SMA itu?!” Evan memandang kaki Fany dengan ngeri. Ya, dia tahu jelas bagaimana parahnya kondisi kaki itu 8 tahun yang lalu. Fany sampai harus menginap di rumah sakit selama 1 minggu dan menggunakan kruk selama lebih kurang 2 bulan karena tulang kering kanannya patah.

Fany mengangguk lemas. “Ya, dan sakitnya kembali kambuh....” lirihnya. Sudah lama ia tidak merasakan sakit ditempat tersebut—hingga ia mengira kakinya telah sembuh total.

“Astaga... Kenapa bisa kebetulan begitu sih...” Evan menghela napas.

“Sekarang lo duduk dulu ya, tunggu sampai mendingan baru jalan. Oke? Fan? Fan? Fan...” ucapan Evan terhenti saat Fany—yang sedari tadi sudah tidak mendengarkannya lagi—memandang kearah depan dengan tatapan shock. Evan mengikuti arah pandang Fany, dan ia pun tidak kalah terkejut.

Ya, Axel sedang dipeluk oleh seorang wanita.

Wanita yang sama, yang menendang kaki Fany.

***

Axel mengerjapkan matanya berkali - kali. Dimana ini? batinnya. Ia mencoba untuk bangkit, namun kepalanya terasa sangat berat.

“Dia sudah bangun.”

Axel langsung mendongakkan kepalanya kearah sumber suara, namun penglihatannya belum pulih benar—sehingga semuanya tampak buram.

Hampir saja Axel mendapat kekuatan untuk mengeluarkan suara, saat ia merasakan dua orang menarik kedua tangannya dan menariknya kembali ke ruangan semula.

Dan tanpa disangka, tubuhnya langsung direngkuh erat oleh seorang wanita.

Seorang wanita, dari masa lalunya.

***

“Rencana pertama berhasil.”

Terdengar tawa puas diujung sana. “Sudah kubilang akan berhasil, kan? Kalau begitu, lanjutkan ke rencana selanjutnya...

***

P.S. Dilarang menjiplak ya :3

(Omong - omong kemarin author ultah lho *kado mana kado*)

Author cuma mau bilang, cerita ini akan end kurang dari 10 part lagi... Belum ditentuin sih tepatnya berapa part lagi #sekedarinfo

Nah seperti biasa, ditunggu Vommentsnya!

Marriage With(out) SexKde žijí příběhy. Začni objevovat