-SATU : Awal Baru-

1.2K 179 38
                                    

10 Februari 2018, Universitas Olahraga Nasional Korea, Songpa-gu, Seoul.

Jungkook berdiri di lapangan, menatap penuh konsentrasi ke depan, di tengah lapangan Jimin berdiri merenggangkan otot. Tersenyum sinis pada Jungkook, seolah mengejek. Jungkook mendengus jengah, tapi dia mencengkram tongkat bisbolnya dengan kuat dan bersiap menerima lemparan bola dari Jimin.

Bola terlempar kuat ke arah Jungkook dengan kekuatan secepat kilatan cahaya. Jungkook sama sekali tidak berkedip sampai bola berhasil lolos dari tongkat bisbolnya.

"STRIKE!"

Jimin menyeringai, kembali melempar bola ke arah Jungkook. Tetapi kali ini bola terlempar jauh oleh tongkat bisbolnya. Jungkook segera berlari berlawanan arah dengan jarum jam secepat yang dia mampu untuk pulang ke home plate. Menyentuh semua base secara berurutan, menghindari tim Jimin yang berusaha melempar bola ke arahnya untuk mematikannya. Tapi Jungkook begitu gesit, sampai Jimin hendak melayangkan bola untuk mematikan Jungkook. Dia telah lebih dulu sampai di home plate dan berhasil mencentak angka.

"LATIHAN SELESAI!" teriak pelatih, beliau mendekati Jungkook. Menepuk pundak Jungkook dengan rasa bangga. "Kerja bagus, 'nak. Tapi strike juga tidak bagus," ucap pelatih kemudian pergi meninggalkan lapangan.

Jimin datang merangkul pundak Jungkook. "Jungkook, jangan lari terlalu gesit. Aku kesusahan mematikanmu." Mereka berjalan, memasuki gedung asrama.

"Kakimu saja yang terlalu pendek, Jimin."

"Bocah sialan." Jimin menjitak kepala Jungkook sampai Jungkook mengaduh dan mendelik tajam padanya. Namun Jimin justru tertawa dan semakin merangkul erat leher Jungkook. Gemas sekali dengan sahabatnya satu ini, mereka lahir di tahun yang sama. Berasal dari kota yang sama. Satu sekolah saat SMU, tapi Jungkook tumbuh lebih tinggi dari Jimin. Ah, Tuhan sedikit tidak adil, padahal Jimin anak baik, tidak bebal seperti Jungkook.

"Aku ada janji bertemu dengan dokter Kim sore ini," kata Jungkook membuka suara, Jimin melepas rangkulannya. Memandang Jungkook sejenak.

"Ada yang salah? Kau baik-baik saja? Kepalamu oke?"

"Hanya, sesuatu yang aneh." Jungkook mengedikan bahu, melempar diri ke kasur di kamar asramanya. "Setelah natal, Desember kemarin aku terus mimpi buruk dan membuat kepalaku sakit. Mimpi yang mengerikan, seperti nyata."

"Memimpikan apa?" Jimin bertanya sambil membuka lemari pakaian. Jungkook menerawang ke langit-langit kamar yang bewarna biru.

"Laut. Kapal yang terangkat ombak. Tenggelam, dan seseorang terus memanggilku."

Jimin diam mematung. Cerita Jungkook membawanya pada kilas balik yang mengerikan. Tragedi yang tidak pernah ingin Jimin ingat. Dia menunduk memandangi tangannya yang tiba-tiba tremor.

"Aku sampai tidak bisa tidur. Ini bisa menganggu konsentrasiku di lapangan."

Otak Jimin berputar disaat Jungkook akhirnya siuman dari koma panjangnya, setelah dua bulan, nyaris tiga bulan berlalu. Jungkook terbangun tanpa ingat apapun. Sama sekali kosong tanpa ingatan. Jungkook juga kesulitan menggerakan anggota tubuhnya karena fungsi otak yang masih belum stabil. Sedikit kesulitan dalam mencerna bahasa. Tapi itu tidak berlangsung lama setelah Jungkook melewati banyak sekali terapi dan konsultasi pada lebih dari tiga orang dokter psikolog. Dokter utama yang menangani Jungkook sampai tuntas benar pulih jiwa raga mengatakan bahwa hilangnya ingatan Jungkook mungkin akan bersifat permanen. Maka, sejak Jungkook mulai sembuh secara perlahan, Jimin memperkenalkan diri kembali sebagai sahabatnya yang akan selalu menemani. Mereka mengikuti ujian bersama, dan masuk di Universitas yang sama. Tanpa sekalipun menyebut nama Taehyung yang hilang sepenuhnya dari dunia Jungkook.

Spring Day [ #kookvweeks ] ✅Where stories live. Discover now