Teror (2)

1.4K 140 1
                                    

Genap sebulan berlalu, Jaden sudah pulih sepenuhnya. Setelah insiden itu, sepertinya tak ada lagi yang berani melawan Jaden. Bahkan untuk menatap saja, para mahasiswa sudah benar-benar mempertimbangkannya secara matang terlebih dahulu. Mereka takut tatapan yang mereka berikan membuat Jaden tidak nyaman. Terbukti bahwa cerita ketangguhan Jaden bukan isapan jempol belaka.

Penolakan Ny. Sofie untuk penjagaan oleh anggota kepolisian membuat Tn. Andreas mengambil langkah lain. Tuan Andreas mengirimkan sekitar dua puluh orang anggota kepolisian ke kampus dengan alasan untuk mengawal putranya. Padahal, Tn. Andreas meminta anggota-anggotanya itu untuk mengawasi jika ada pergerakan mencurigakan yang mungkin akan berujung teror.

Selama di kampus, anggota kepolisian itu berjalan mengikuti setiap langkah Jaden untuk lebih mendalami rencana. Bisa dibayangkan seorang pemuda berjalan diikuti dua puluh orang pria lain di belakangnya. Mungkin terlihat seperti sekelompok wisatawan dengan tour guide. Kelompok pengawal dari kepolisian itu akan berjaga di luar ketika Jaden mengikuti pembelajaran di kelas. Sebagian tetap di dekat kelas, sebagiannya lagi menyebar di lingkungan kampus.

Namun, itu tidak bertahan lama. Setelah seminggu berlalu, pemandangan unik itu sudah tidak terlihat lagi. Jaden lebih suka melewati hari dengan santai, bebas, dan tak perlu ada yang mengawalnya. Ia pun meyakinkan sang ayah bahwa ia dan teman-temannya yang akan mengawasi tindakan-tindakan tak wajar di kampusnya. Tuan Andreas pun sepakat dengan penawaran yang diberikan oleh putranya.

Pagi itu Jaden baru datang. Seperti biasa ia memasuki kelas dengan wajah yang penuh kantuk. "Hei, di mana semua wisatawanmu itu, Jaden?" Pertanyaan Emy sukses membuat seisi kelas tertawa.

"Kemarin sore sudah aku suruh pulang," jawab Jaden hendak kembali tidur sebelum kelas dimulai.

Tiba-tiba saja Ny. Sofie masuk ke kelas mereka. Suasana yang sebelumnya penuh dengan tawa menjadi hening. "Semuanya, duduklah di tempat kalian masing-masing," ujar Ny. Sofie.

Tepat setelah para mahasiswa menempati posisi mereka, seseorang bertubuh tinggi besar berjalan masuk. Ia berdiri tegap beberapa langkah di sebelah kanan Ny. Sofie. Pria itu gagah sekali.

"Ayah?" Sebuah suara terdengar di antara sunyinya kelas. Pria yang dipanggil ayah oleh Jaden itu tersenyum dan memberikan sedikit lambaian tangan ke sumber suara itu berasal. Jaden membalas lambaian itu masih dengan tatapan bingung.

"Hari ini Tuan Andreas akan melakukan pemeriksaan terhadap semua mahasiswa di kampus. Tuan Andreas akan mengecek kalian terlebih dahulu."

Pemeriksaan berlangsung sekitar satu setengah jam. Dari semua orang yang ada di kelas, hanya Jaden saja yang tidak diperiksa. Ia menjadi semakin bingung, ia tau ayahnya yang memimpin semua ini. Namun, apa berarti ia harus dilewatkan?

"Ayah, pemeriksaan apa ini?" Jaden menghampiri ayahnya yang hendak keluar dari kelas. Tn. Andreas lantas merangkul putranya itu keluar dari kelas bersamanya. Mereka berjalan sedikit menjauh dari pintu. Kini ayah dan anak itu berhadapan.

"Ada sesuatu, Yah? Bukankah Ayah sudah sepakat menyerahkan tugas pengawasan kepadaku?" Jaden menyinggung soal keputusan yang sudah mereka sepakati.

"Ini di luar kesepakan kita, Jaden. Pelaku yang menyerangmu sudah memberi keterangannya."

"Benarkah? Ia sudah sembuh?" tanya Jaden, ia ingat penyerangnya itu juga sampai masuk rumah sakit karena mendapat serangan balasan darinya. "Apa yang ia katakan?" tanya Jaden lagi.

E37BWhere stories live. Discover now